Minggu, 29 Mei 2011

PERADILAN DESA

Pengertian Peradilan Desa
Peradilan desa berhubungan dengan kata “pengadilan” yang berasal dari kata “adil”. Peradilan yaitu termasuk proses dimana tujuan yang mencari keadilan dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga tercapailah kedamaian dan keadilan tersebut.
Secara umum, kata “desa” mengandung beberapa pengertian. “desa” dapat berarti suatu wilayah pemukiman penduduk yang beragama Hindu. Seperti misalnya, Desa Peliatan, Desa Penestanan, dll. “desa” juga dapat berarti “situasi” dalam kaitannya dengan tempat, waktu dan keadaan, seperti dalam ungkapan “desa, kala, patra”. Soetardjo Kartohadikoesoemo mengemukakan bahwa kata “desa” seperti halnya kata “Negara”. “negeri” dan “nagari” berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya tanah air, tanah asal dan tanah kelahiran. Hal senada juga dapat diketahui dari Soepomo dan Wayan Surpha yang pada prinsipnya mengemukakan bahwa “desa” bersal dari bahasa Sansekerta yang lazim dipergunakan oleh kalangan umat Hindu di Bali sejak zaman dahulu.

Skema peradilan desa:

Peradilan

Desa
Peradilan Desa
Peradilan Kertha
Zaman kolonial
Peradilan
Zaman kemerdekaan

Di provinsi Bali dikenal ada dua bentuk (pemerintahan) desa yang masing-masing mempunyai fungsi, sistem atau struktur organisasi berbeda. Dua bentuk desa yang lazim disebut dualism desa di Bali itu adalah:


Desa Pakraman atau desa adat
Desa Desa Pemerintahan
Desa Dinas /administratif
Kelurahan

Dari dua bentuk desa di atas, dapat diartikan bahwa:
Desa pakraman adalah lembaga yang melaksanakan hukum adat, karena itu dalam pembahasan selanjutnya yang menjadi pokok perhatian adalah desa pakraman, sedangkan desa dians disinggung sekedar untuk menunjukkan perbedaan antara keduanya. Desa dipimpin oleh oleh seorang kepala desa atau perbekel.
Desa dinas adalah organisasi pemerintahan di desa yang menyelenggarakan fungsi administrative, seperti mengurus kartu tanda penduduk, dan lain-lain persoalan kedinasan (pemeritnahan). Disebut desa dinas untuk membedakannya dengan bentuk desa lainnya, yaitu desa adat. Berdasarkan beberapa pertimbangan (antara lain, heterogenitas penduduknya), desa yang ada di daerah perkotaan, dijadikan “kelurahan”.
Kelurahan adalah suatu eialyah yang ditempati oelh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan langsung di bawah camat yang tidak berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. kelurahan dipimpin oleh kepala kelurahan (lurah) yang diangkat pemerintah.
Dusun adalah bagian wilayah dalam desa yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan desa, dipimpin oleh seorang kepaladusun.
Lingkungan adalah bagian wilayah dalam kelurahan yang merupakan lingkungan kerja pelaksanaan pemerintahan kelurahan, dipimpin oleh seorang kepala lingkungan.

Desa pakraman dan desa dinas/administrative sama wilayahnya. Namun wilayah desa pakraman lebih besar dari desa kelurahan.
Desa pakraman > Desa kelurahan.
Contoh: Desa Sanur kauh terdiri dari Desa Intaran dan Desa Penyaringan. Hal ini disebabkan karena bagian desanya mempunyai pekandelan.
Karena persyaratan dan dasar pembentukan desa pakraman dan desa (dinas) berbeda, maka batas-batas wilayah dan jumlah penduduk pendukkung kedua desa tersebut tidak selamanya sejalan. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan, yaitu:
1. Satu desa dinas mempunyai luas wilayah dan jumlah penduduk yang sama dengan satu desa pakraman, seperti Desa Bunyoh, Bunutin, Manik Liu, dll.
2. Satu desa dinas meliputi beberapa desa pakraman, seperti Desa Mas (Ubud) yang terdiri dari 4 desa pakraman. Desa Dinas Lumbung (Selemadeg Barat Tabanan) terdiri dari 3 desa pakraman, dll.
3. Satu desa pakraman terdiri dari beberapa desa dinas, seperti Desa Pakraman Denpasar, terdiri dari 12 desa 3 kelurahan dan 90 banjar. Desa Pakraman Kerobokan (Kuta Utara Badung) dan lain-lain.
4. Satu desa dinas meliputi beberapa desa pakraman dan salah satu banjar yang berlokasi di desa pakraman tersebut, menjadi warga desa pakraman yang lain, di luar desa dinas bersangkutan. Contoh, Desa Dinas Mas, terdiri dari beberapa desa pakraman. Salah satu diantaranya adalah Desa Pakraman Pengosekan, yang terdiri dari beberapa banjar. Salah satu banjar (Banjar Pengosekan Kelod), menjadi bagian dari desa pakraman Padangtegal (Kelurahan Ubud), dan lain-lain.

Desa Pakraman
Secara formal, istilah desa pakraman pertama kali digunakan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman yang ditetapkan pada tanggal 21 Maret 2001. Dalam pasal 1 angka 4 disebutkan pengertian desa pakraman sebagai berikut:
Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Sebelum berlakunya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001, isitlah yang digunakan adalah istilah “desa adat” sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 1986. Pasal 1 Perda 06 Tahun 1986 menyatakan bahwa:
Desa adat adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Daerah Tingkat I Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Dari pengertian yang diberikan oleh Perda 06 Tahun 1986 dan Perda Nomor 3 Tahun 2001 tersebut, maka jelaslah bahwa istilah desa adat dan istilah desa pakraman mempunyai pengertian yang sama. Walaupun dalam realita, istilah desa adat sampai saat ini masih banyak digunakan oleh masyarakat.

Unsur-unsur Desa Pakraman
Menurut Ter Haar desa pakraman mencakup unsur-unsur:
Unit pemukiman (karang desa)
1. mempunyai tatanan yang tetap merupakan hak wilayah teritorial
KK(kawin) berdasarkan geneologis
2. mempunyai anggota/pengurus seperti prajuru
3. mempunyai kekuasaan (otonomi) mengatur rumah tangganya sendiri.
a. pengelolaan
b. membuat/menetapkan peraturan, pararem dan awig-awig
c. penegakan
(hal ini terletak pada sangkepan/paruman)
Material = tanah/ bangunan
4. mempunyai harta kekayaan
Inmaterial = keris sakral, symbol, sesanti
5. tidak ingin membubarkan kelompoknya. Orang yang tak peduli dengan persekutuannya, dinyatakan berada di luar persekutuan/dipecat.
6. ikatan Kahyangan Tiga/Kahyangan Desa
a. Pura Desa: manifestasi Tuhan dalam utpeti
b. Pura Puseh: Manifestasi Tuhan dalam memelihara perikehidupan umat-Nya (Wisnu)
c. Pura Dalem: manifestasi Siwa/praline untuk mengembalikan pada asalnya.

Parhyangan Persekutuan
Title Tri Hita Karana Pawongan
Palemahan Kekerabatan

7. luas wilayah asengker bale agung. Dengan kata lain yurisdiksi territorial.
Dalam pura desa ada balai panjang dinamakan bale agung, yang berada di halaman tengah-tengah untuk penstanaan manifestasi Tuhan dalam Tri Hita Karana maupun leluhur-leluhur masyarakat yang memuliakan pura desa itu (nyejer baru datang pemelisan pura desa itu).
Peraturan-peraturan Desa Pakraman
Pararem = Awig
Awig berasal dari kata “awighayate” yang berarti tidak menghancurkan dalam arti menertibkan untuk mencapai keadilan dan kedamaian. Awig dan pararem ini diduplikasikan menjadi “awig-awig” dan “pararem-pararem” yaitu penata hubungan dari pararem.
RAA (rancangan awig-awig)
 Pembukaan (Murdha Cita)
 Bab I  nama dan wilayah desa (yurisdiksi territorial/bale agung)
 Bab II  normative nilai-nilai (dasar: Pancasila dan tujuan: membentuk kesejahteraan lahir dan batin)
 Bab III Tertib-tertib beragama maksudnya adalah pelaksanaan ajaran agama yang dimuliakan dalam agama hindu dalam kahyangan tiga.
 Dewa Yadnya
 Rsi Yadnya
 Pitra Yadnya  pengabenan
 Manusa Yadnya
 Bhuta Yadnya Tawur agung kesanga
 Bab IV
• tertib kemasyarakatan menyangkut hubungan-hubungan manusia dengan manusia (anggota, pengurus, pesangkepan)
 Persekutuan (7 unsur desa pakraman)
 Keanggotaan
 Pesangkepan
• Tertib kekerabatan menyangkut kawincerai, angkat anak/ nyentana, waris, tolong menolong.
 Bab V tertib tentang pewilayahan/ palemahan maksudnya tertib tentnag tanah, territorial (bale agung), adalah batas tetnang hak milik tanah, ternak, tumbuhan dan bangunan.
 Bab VI pelanggaran-pelanggaran daripada masing-masing tertib ini. Dari pelanggaran inilah dikenal dengan wicara, ada hukum acara untuk memulihkan dalam penegakannya disebut pamidanda, baik pelanggaran yang menyangkut pelanggaran public maupun privat. Wicara pelanggaran, pamidanda upaya pemulihan kembali/tappi sesungguhnya panmidanda tersebut bukan merupakan nestapa fisk tapi memulihkan pada keadaan semula (seimbangnya daripada desa pakraman).
 Bab VII Perubahan daripada awig-awig
Analisis akademika dalam desa pakraman
1. Beriuk Siu (seribu orang bersamaan) ini merupakan diktator mayoritas
2. Beriuk sepanggul (seperangkat gambelan orang yang menjadi dirigennya) ini merupakan Tyrani minoritas. Tyrani bersifat pengumuman.
 Bab VIII Penutup
Menampung berbagai aspek peraturan perundang-undangan.









Kasus kasepekang
Keluarga Pak Ena tak pernah mengikuti dan menuruti ayah-ayahan banjar. Beliau, istri dan anaknya tak pernah peduli dengan sangkepan, nguwopin dan tak mematuhi awig-awig banjar lainnya. Akibatnya, warga banjar memecat Keluarga Pak Ena dari warga Banjar tersebut. Suatu saat, Ena mengadakan upacara metatah/mepandes, namun tak ada warga banjar yang nguwopin dan pemuda-pemudi yang madelokin untuk acara resepsinya. Keluarga Ena merasa sangat kecewa akibat hal tersebut. Akhirnya, tak lama kemudian keluarga Pak Ena pun pindah rumah dengan sendirinya karena sudah tak dipedulikan lagi oleh warga banjar. Tapi yang bermasalah disini rumah tua atau rumah leluhur tak boleh dikosongi dan tak boleh ditinggalkan. Maka keluarga pak Ena pun membicarakan kembali hal tersebut dengan pak kelian banjar agar dia bisa menjadi warga banjar itu dan warga banjar menerimanya kembali tinggal di rumah tuanya.

Penyelesaian masalah
Masalah ini kemudian diselesaikan dengan kertha banjar atau cukup dirembugkan karena keluarga pak Ena ingin kembali tinggal di rumah tua di banjar tersebut. Kertha desa hasilnya pematut yaitu mengupayakan penyelesaian untuk perdamaian desa/banjar. Hasil rembugan tersebut akhirnya menemukan penyelesaiannya yang adil bagi kedua belah pihak yaitu dengan warga banjar mengizinkan dan bersedia menerima keluarga Pak Ena kembali dengan syarat agar keluarga Pak Ena mau mematuhi awig-awig dan pararem banjar, serta meladeni masalah suka duka masing-masing warga banjar sesuai dengan azas Koesnoe antara lain rukun, laras dan patut. Disinilah terdapat proses peradilan dimana tujuan mencari keadilan dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga tercapailah kedamaian dan keadilan di kedua belah pihak antara warga banjar dan keluarga pak Ena. Karena masalah telah dapat diselesaikan dengan rembugan atau kertha banjar, maka tak perlu lagi ke pengerthaan atau sidang pleno. Karena secara tak langsung masalah suka duka keluarga Pak Ena yang tidak diladeni oleh warga banjar sudah menjadi “ultinum remidium” atau “obat terakhir” bagi keluarga Pak Ena.

Yang disebut “adil” harus mengacu pada pendapat ahli/pakar:
Aristoteles:
- Keadilan kumulatif (masing-masing mendapatkan sesuatu yang sama)
- Keadilan distributive (masing-masing mendapatkan sesuatu yang tidak sama melainkan sesuai dengan tanggungjawabnya)
Bila dikaitkan dengan ideology Negara, keadilan kumulatif ada 2 yaitu:
- Komunis  Khuba
- Sosialis china
Revitalisasi
Re : kembali
Vital : penting
Revitalisasi : membuat penting kembali sesuatu yang dianggap kurang penting.

Teras:
Ada berbagai pendapat di kalangan ahli tentnag masyarakat hukum adat, ada yang mengatakan keberadaannya kuat, ada yang mengatakan lemah dan ada yang mengatakan perlu jaminan undang-undang. Terlepas dari pendapat-pendapat tersebut, fakta menunjukkan masyarakat hukum adat di Bali masih ada “desa pakraman”.
Permasalahannya:
Bagaimana masyarakat hukum adat harus direvitalisasi dalam rangka/kaitannya dengan globalisasi?
Judul:
Revitalisasi masyarakat hukum adat dalam kaitannya dengan globalisasi
- Berbagai pendapat (kuat, lemah, UU)
- Di Bali ada desa pakraman
- Globalisasi
- Apa kata mahfud MD dalam revitalisasi,, apa masuk aliran kuat, lemah, UU?

Bercerita tentang masyarakat hukum adat.
Kenapa desa pakraman harus direvitalisasi?
Apa tugas desa adat? Agama Hindu dan hukum adat Bali?
Apa tugas desa dinas?administrasi pemerintahan Negara Indonesia.
Tindakan-tindakan apa yang ditangani oleh peradilan desa? Mengurus pelanggaran awig-awig dan hukum adat bali.

Tindak pidana umum + pelanggaran agama hindu
Contoh: pencurian pratima
Penyelesaiannya cenderung ke KUHP. (belum diatur dalam KUHP karena pelanggaran agama hindu tidak ada penyelesaiannya).
Cara penyelesaiannya yaitu:
1. memanggil sanksi adat (orang yang mengerti soal pratima/tokoh adat)
2. kemungkinan mengikuti rumusan KUHP, memenuhi keinginan masyarakat.
3. hukumannya tidak mungkin ganti rugi, sangaskara danda yang mungkin:
- sanksi pidana maksimal (dihukum setinggi-tingginya 10 tahun) supaya jelas dan bisa memenuhi keinginan masyarakat
- menyelenggarakan upacara  tapi tidak mungkin, baru mungkin jika rancangan KUHP diputuskan oleh hakim.

Mengapa kita mempelajari peradilan desa?
UU tentang sistem peradilan desa : pasal 27 UU No. 24 tahun 2004 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman, UU darurat No.1 tahun 1950.
UU tentang sistem perundang-undangan tidak ada lagi peradilan desa, peradilan desa sudah dihapus sejak tahun 1951.
Sebelum Indonesia merdeka, peradilan desa sangat efektif, ada juga peradilan khusus mengenai adat bali dan agama hindu yang namanya “Radkerta”. Sejak tahun 1951 radkerta dan peradilan desa dihapuskan. Tapi dalam kenyataannya peradilan desa itu masih ada.
Persoalan-persoalan yang khas di Bali setelah Indonesia merdeka, sebelum tahun 1951 dipakai peradilan desa dan radkerta yang menyelesaikan persoalan-persoalan pencurian pratima dan pelanggaran agama hindu. Namun sekarang, telah diadili oleh pengadilan negeri.
Pada zaman dahulu (belanda) masyarakat minta dinaikkan kastanya, karena
1. dari segi bahasa
2. mendapat kebebasan dan kerja paksa/kerja rodi dan perbudakan
3. status prekangge



Bagaimana peradilan desa itu dalam prakteknya di masyarakat?
Tatanan desa pakraman itu diatur:
1. hukum adat bali
2. awig-awig desa pakraman
3. hukum Negara (hukum nasional)
4. hukum hindu

Desa pakraman ada 2 lembaga dalam perkembangannya:
1. sabha desa  merencanakan pembangunan desa
2. kertha desa menyelesaikan persengketaan desa
Sabha desa dan kertha desa diketuai oleh “bendesa” + 2 lembaga desa tersebut.
Jika ada masalah hukum yang menangani adalah “prajuru desa” jika kedua lembaga tersebut tidak ada. Karena ada desa yang punya lembaga dan ada yang tidak.
Pucuk pimpinannya “bendesa”.

Bagaimana proses peradilan desa itu?
Setiap permasalahan ditangani oleh prajuru desa. Prajuru khususnya dan krama desa pada umumnya “proaktif” dalam menangani masalah desa.
Jika masalah kepentingan krama desa (secara umum) ditangani oleh prajuru desa.
1. prajuru yang proaktif (tidak ada pesadokan)
2. balai desa
3. prajuru
4. rapat desa
5. menentukan yang salah dan sanksi dijatuhkan. Ada 3 sanksi yaitu:
a. jiwa danda
contoh : minta maaf (kasepekang)
b. arta danda : didenda dengan uang atau materi
c. sangaskara danda: upacara tertentu menurut agama hindu.

Kasepekang dan kanorayang
Kanorayang:
Nora  tidak
Kanorayang  sudah tidak dianggap, mulai berlaku 15 oktober 2010 berdasarkan keputusan majelis desa pakraman Bali. Sama dengan organisasi desa pakraman di Bali ada 1447 Desa pakraman di Bali.

Kasepekang:
Berasal dari kata “sepi+kang”
Artinya disepikan.
Dalam konteks sanksi menurut adat Bali kasepekang berarti tidak mendapat pelayanan adat banjar/desa pakraman.

Pradana mendapat warisam ½ dari warisan purusa setelah dikurangi 1/3 dari warisan bersama.



Jika masalah pribadi/keluarga diselesaikan sendiri kecuali ada laporan /pesadokan masal. Prosesnya yaitu:
1. pesadokan
2. dibawa ke balai desa
3. yang menangani prajuru tujuannya terciptanya kedamaian
4. rapat desa (desa mengadili). Keputusannya berdasarkan suara terbanyak. Padahal benar dan salah tak bisa diukur dengan suara terbanyak. Disinilah kekeliruan peradilan desa.




TUGAS PERADILAN DESA
Pada masa kolonial Belanda struktur peradilan meliputi: 1) Gouvernementsrechtpraak (Peradilan Gubernemen), yang meliputi seluruh Hindia Belanda; 2) Inheemsche Rechtspraak (Peradilan Adat atau Peradilan Pribumi); 3) Zelfbestuursrechtspraak (Peradilan swapraja); 4) Dorpsrectspraak (Peradilan Desa); dan ada sejenis kamer, yaitu: Godsdienstige Rechtspraak (Peradilan Agama) yang merupakan bagian dari badan peradilan Gubernemen, atau Badan Peradilan Swapraja, atau Badan Peradilan Adat atau bahkan bagian dari Badan Peradilan Desa. Pluralistik lembaga peradilan tersebut ditetapkan berdasar pluralistik yang terdapat pada hukum substantif, yang memisahkan penggunaan hukum berdasar pada penduduk Eropa atau yang dipersamakan dengannya, dan penduduk pribumi atau yang dipersamakan dengannya. Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, merupakan suatu era di mana pemerintah Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengatur sistem peradilannya. Sejak awal kemerdekaan, para pendiri negara kesatuan RI telah memiliki komitmen kuat mewujudkan sistem peradilan yang bebas. Komitmen itu tercermin dalam penjelasan Pasal 24 dan 25 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan para hakim”.

Permasalahannya:
• Dalam sistem peradilan di Indonesia, dimanakah peradilan desa itu diatur?
• Jika peradilan desa itu tidak diatur, mengapa kita perlu mempelajari mata kuliah peradilan desa?

Pembahasan:
Dalam pasal 1 ayat (2) sub b Undang-undang Darurat Republik Indonesia No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan sipil menyatakan bahwa, “Pada saat yang berangsur-angsur akan ditentukan oleh Menteri Kehakiman dihapuskan: segala Pengadilan Adat (Inheemse rechtspraak in rechtstreeksbestuurd gebied), kecuali peradilan Agama jika peradilan itu menurut hukum yang hidup merupakan satu bagian tersendiri dari peradilan Adat”.
Maksud diadakan Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 adalah dalam rangka mengadakan unifikasi susunan, kekuasaan dan acara segala Pengadilan Negeri dan Segala Pengadilan Tinggi di Indonesia. Oleh karena, peradilan swapraja dan adat berangsur-angsur dihapus, maka dalam praktek di lapangan hanya terdapat lima lingkungan peradilan, yaitu:
1) Peradilan Umum (Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 jo. Pasal 101 UUDS); 2) Peradilan Tentara (Undang-undang No. 5 Tahun 1950 jo. Pasal 101 UUDS); 3) Peradilan Agama (S.1882 No.152, S.1937 No. 638; Per.Pem 45/1957); 4) Peradilan Ekonomi (UUD Darurat No. 7/1955); dan 5) Peradilan Tata Usaha khusus Pajak (S.1915 No.707). Di samping itu, dengan Peraturan Presiden No. 6 tahun 1966, yang berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1969 dinyatakan sebagai undang-undang, dihapuskanlah Pengadilan Adat dan Swapraja serta dibentuklah Pengadilan Negeri di Irian barat, yaitu di Biak, Sorong, Fak-fak, dan Wamena. Peradilan landreform juga dihapus dengan Undangundang No. 6 tahun 1969.
• Dari penjelasan pasal tersebut, penghapusan peradilan Adat tak mungkinlah dijalankan pada saat itu juga peraturan ini diundangkan, oleh sebab tenaga Hakim pada Pengadilan Negeri yang amat besar diperluaskan pekerjaannya karena penghapusan itu belum cukup adanya. Berhubung dengan hal itu, maka penghapusan tersebut akan dijalankan berangsur-angsur menurut kebutuhan dengan memperbaiki tenaga-tenaga yang dapat disediakan. Oleh karena dalam tempo yang pendek Kitab Hukum Pidana Sipil akan diulang - mengundangkan, setelah Kitab itu disesuaikan dengan keadaan pemerintahan yang baharu ini, dan kini belum ada tentu apakah perbuatan-perbuatan pidana - adat dan hukuman-hukuman adat harus diakui terus, maka untuk sementara waktu perbuatan-perbuatan pidana - adat itu dan hukuman-hukuman adat itu tidak dihapuskan. Karena itulah sampai sekarang kita masih mempelajari mata kuliah peradilan desa.
Adanya Perubahan UUD 1945 telah merubah secara mendasar sistem Kekuasaan Kehakiman di Indonesia. Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 disebutkan, “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Dalam ketentuan Pasal 10 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Adapun badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan: (a) Badan Peradilan Umum; (b) Badan Peradilan Agama; c) Badan Peradilan Militer; dan (d) Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan: 1) Peradilan Umum; 2) Peradilan Agama; 3) Peradilan Militer; dan 4) Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu, masih dimungkinkan dibentuk badan-badan peradilan khusus dengan mendasarkan pada undang-undang.

hukum islam

BAB I
HUKUM ISLAM DALAM KURIKULUM FAKULTAS HUKUM
a. alasan sejarah
dikatakan berdasarkan alasan sejarah, karena dari semenjak didirikannya sekolah tinggi (fakultas) hukum di Indonesia, yaitu dari pemeritnah belanda samapai sekarang, hukum islam selalu dicantumkan dalam kurikulum mata kuliah sejajar dengan mata kuliah lainnya. Dahulu mata kuliah hukum islam disebut dengan nama: Mohammedaansch Recht (Mohammedan Law/kepustakaan dalam bahasa inggris). Sebutan ini tidaklah tepat karena hukum islam adalah hukum yang berasal dari Allah Tuhan Yang Maha Esa, bukan bersumber pada pribadi penyebarnya yaitu Nabi Muhammad. Peranan Nabi Muhammad hanyalah sebagai utusan Allah yang menyampaikan ajaran pada pokok-pokok hukum yan gberasal dari Allah.
b. alasan penduduk (alasan sosiologis)
dikatakan alasan penduduk (sosiologis) karen amenurut data sensed hamper 90% (data terakhir diambil tahun 1980: tepatnya 88,09%) penduudk Indonesia mengaku beragama islam. Berdasarkan data tersebut, berarti mayoritas penduduk Indonesia beragama islam. Karena penduduk Indonesia ini meyoritas beragama islam, maka sejak dahulu para pegawai, para pejabat pemerintah dan atau para pemimpin yang akan bekerja di Indonesia selalu dibekali dengan pengetahuan ke islaman, baik mengenai lembaganya maupun hukumnya yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat muslim Indonesia.
c. alasan yuridis
dikatakan alasan yuridis, karena berlakunya hukum islam di Indonesia adalah secara normative dan secara formal yuridis.
-alasan berlakunya secara normative, karena berlakunya bagian hukum islam yang mengatur hubungan manusia dnegan tuhan bersifat normative. Artinya sanksi kemasyarakatan terhadapa pelanggaran norma-norma tergantung dari kesadaran (keinsyafan) umat islam akan norma-norma hukum islam yang bersifat normative itu. Hukum islam yang berlaku secara normative, antara lain: pelaksanaan ibadah, sholat, puasa, zakat, haji, masalah keinsyafan, haram dan halalnya sesuatu yang merupakan kesadaran hukum bangsa Indonesia yang beragama islam untuk tidak melakukan kejahatan, terutama yang berkenaan dengan kejahatan perzinahan, pencurian, riba dan sebagainya.
-alasan berlakunya secara formal yuridis, karena hukum islam menjadi hukum positif berdasarkan peraturan perundang-undnagan. Seperti misalnya:
1. hukum perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya, sekaligus telah dikomplikasikan bersama hukum kewarisan, wakaf (Instruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991, hukum zakat dan sebagainya.
2. pembentukan pengadilan agama islam dalam menegakkan hukum islam yang menjadi bagian dari hukum positif sejak tahun 1882 dan diperkuat berlakunya berdasarkan undang-undang no. 14 tahun 1970 tentang pokok kekuasaan kehakiman (yang telah diubah dengan UU No. 35 tahun 1999, kemudian diganti dengan UU No. 4 tahun 2004 tentnag kekuasaan kehakiman) dan undang-undnag No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Yang terbaru UU No. 4 tahun 2000.
d. alasan konstitusional
dikatakan berdasarkan alasan konstitusional, karen adasar berlakunya hukum islam secara konstitusional berdasarkan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang berbunyi:
- Ayat 1: Negara RI berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Ayat 2: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Menurut Hazairin, mana pasal 29 ayat 1 ini mengandung arti bahwa di dalam Negara RI ini tidak boleh berlaku atau diberlakukan hukum yang bertentangan dengan norma-norma (hukum) agama dan norma kesusilaan bangsa Indonesia.
Ini berarti pula dalam Negara RI tidak boleh terjadi atau berlaku suatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah islam bagi umat islam, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu bagi umat Hindu atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama budha bagi umat budha.
Sedangakan makna dari pasal 29 ayat 2 UUD 1945 in imenurut Hazairin bahwa Negara RI wajib menjalankan dalam arti menyediakan fasilitas agar hukum yang berasal dari agama yang dipeluk bangsa Indonesia dapat terlaksana sepanjang pelaksana hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau penyelenggara Negara.
Penjelasan
*pelaksana hukum agama yang memerlukan bantuan alata kekuasaan misalnya tentang pelanggaran-pelanggaran hukum perkawinan, pelanggaran-pelanggaran pidana (islam) seperti: zina, peradilan khusus (peradilan agama) dalam rangka menjalankan syari’at islam untuk kepentingan umat islam.
*pelasanaan hukum agama yang tidak memerlukan bantuan alat kekuasaan, misalnya hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah yaitu hukum yan gpada umumnya mengatur hubungan manusia dnegan Tuhan yang pelaksanaannya dapat dijalanan sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan karena merupakan kewajiban pribadi pemeluknya.
e. karena alasan inliah
hukum islam sebagai bidan gilmu hukum, telah lama dipelajari dan dipahami secara ilmiah, bukan saja oleh orang-orang Barat non islam (muslim) yang disebut dnegan golongan orientalis. Pemahaman dari golongan orientalis ini dilakukan sejak pertengahan abad 16 (sejak kekuasaan Negara islam sampai ke eropa timur yang berpusat di TUrki) sampai sekarang. Mula-mula bertujuan politik, kemudian berkembang guna pengembangan kerjasama dengan Negara islam dan engara-negara penduduknya mayoritas beragama islam.
Mengapa hukum islam perlu dipahami secara ilmiah?
Menurut guru-guru besar ilmu hukum dan studi hukum islam dari barat, seperti: Rene David (Universitas Paris), Charles J. Adams (Canada), menyatakan:
“hukum islam perlu dipahami secara ilmiah, karen ahukum islam merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur tingkah laku manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Atas pertanyaan tersebut, H.A. R. Gibb, menyatakan pula:”hukum islam peranannya sangant penting dalam membentuk dan memelihara ketertiban sosial umat islam serta mempengaruhi segala perikehidupannnya”.
Soal-soal latihan
1. jelaskan makna dari berlakunya hukum islam di Indonesia secara konstitusional menurut Hazairin!
2. jelaskan dengan contoh, bahwa hukum islam di Indonesia berlakunya berdasarkan alasan normative dan yuridis formal!
3. mengapa hukum islam dinyatakan ada di dalam kurikulum Fakultas Hukum karena alasan sejarah dan alasan penduduk?
4. jelaskan alasannya, mengapa hukum islam dipelajari secara ilmiah bukan saja dari kalangan ahli hukum islam tetapi juga dari orang-orang barat non Islam (golongan orientalis)!
BAB II
PENGERTIAN ISLAM, HUKUM ISLAM, PANDANGAN ISLAM TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN DAN POKOK-POKOK AJARAN ISLAM
A. PENGERTIAN ISLAM DAN HUKUM ISLAM
Pengertian /makna islam
Sebelum berbicara tentang hukum islam, perlu dipahami terlebih dahulu makna islam sebagai agama yang menjadi induk atau sumber hukum islam itu sendiri. dan menurut sistem hukum islam, hukum islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari agama (iman). Sedangakn menurut ajaran hukum islam dan akhlak atau kesusuialaan merupakan satu rangkaian kesatuan yang membentuk agama islam itu sendiri. dengan dmeikian hukum juga tidak boleh dipisahkan dari kesusilaan dan akhlak. Agama islam tanpa hukum dan kesusilaan bukanlah agama islam.
Makna islam sebagai agama terdapat dalam:
a. Al-Qur’an surat Ali Imran (surat 3 ayat 29) yang terjemahannya berbunyi:”sesungguhnya agama yang (yang diridha’i) disisi Allah hanyalah islam”
b. Al-Qur’an surat al Maa-idan (surat 5 ayat 3), yang terjemahannya berbunyi:”pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah kucukupkan kepada nitmatku, dan telah Kridhoi islam itu jadi agama bagimu”
makna (arti) islam dari segi bahasa.
Perkataan islam berasal dari bahasa Arab, yaitu kata benda yang berasal dari kata kerja salima yang akar katanya s-l-m. dari akar kata ini terbentuk kata-kata salm, silm, aslama, salima, salama, silmun. Dan arti kata yang dikandung dalam perkataan islam itu adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamtan, penyerahan (diri), dan kepatuhan. Dari kata salm tersebut di atas, timbul ungkapan assalamu’alaikum yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia. Artinya semoga anda selamat, damai, sejahtera.
Pengertian hukum islam
Hukum diartikan sebagai seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik baik itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembanga dalama masyarakat maupun berupa peraturan (norma) yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.
Dalam bahasa arab hukum disebut dengan istilah hukum, dan jamaknya ahkam. Dari pengertian kata hukum ini, yang dimaksud dengan hukum silam adalah kerangka (seperangkat) hukum yang ditetapkan oleh Allah, yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat, serta alam sekitarnya tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
B. HUBUNGAN HUKUM ISLAM DENGAN AGAMA DALAM ISLAM
Menurut sistim hukum islam, hukum islam tidak dapat dipisahkan dari agama. Karena hukum islam adalah hukum yang bersumber dari agama (iman) yang merupakan bagian dari agama islam disamping bagian lainnya, yaitu akhlak atau kesusilaan. Ketiga-tiganya merupakan satu rangkaian kesatuan yang membentuk agama islam itu sendiri, dan semunya bersumber pada satu sumber yaitu berdasarkan pada kitab suci Al-Qur’an. Oleh karena itu dikatakan juga, bahwa ketentuan-ketenteuan dalam hukum islam adalah merupakan pelaksanaan agamanya dan tidak boleh menyimpang dari segala ketentuan agamanya.
C. PANDANGAN TENTANG HUBUNGAN AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN
Menurut Prof. Albert Einstein dalam tulisannya “Out of May Later Years” menyatakan:
“sungguhpun daerah agama dan daerah ilmu pengetahuan itu terpisah, tetapi terdapat hubungan timbale balik antara keduanya dan saling memerlukan. Memang benar agama yan gmennetukan tujuan hidup kita tetapi sekalipun begitu untuk mengetahui alat-alat apa yang dipergunakan untuk mencapai maksud yang dituju haruslah belajar melalui ilmu. Sebaliknya ilmu hanya dapat dilahirkan oleh mereka yang jiwanya penuh tujuan untuk mencapai kebenaran dan pengertian. Sumber perasaan ini terdapat di daerah agama”.
Memperhatikan pendapat Einstein tersebut, dapat dinyatakan bahwa ilmu itu memrlukan agama. Hal ini dibuktikan dari sejarah manusia bahwa ilmu pengetahuan tanpa didampingi agama, tidak akan dapat mencapai keseimbangan hidup yang merupakan pokok perdamaian. Oleh karena itu diperlukan adanya agama, ibadat kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk kebahagiaan bersama dan untuk perdamaian.
Kedudukan hukum dan agama yang demikian oleh T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy digambarkan dengan gambaran bahwa “ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh adanya dan agama tanpa ilmu pengetahuan buta adanya.”
Bagaimana pandangan islam tentang hubungan agama dengan ilmu pengetahuan?
Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui ajaran islam tentang pemberian dasar-dasar apa yang diperlukan untukmemngisi pribadi manusia supaya hidupnya seimbang. Untuk keseimmbangan hidup ajaran islam memberikan tiga asas untuk mengisi pribadi manusia, yaitu:
1. iman kepada Allah
Iman kepada Allah artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan kepada Allah/Tuhan Yang Maha Esa. Jiwa manusia harus diisi dengan iman, karena iman menjadi perekat hati manusia dnegan Tuhannya (surat Al-Baqarah ayat 186).
2. ilmu
Pribadi manusia harus dibekali ilmu, karena ilmu menjadi modal dalam mencari kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Firma Allah dalam surat Mujadila ayat 11 berbunyi :”bila kamu menghendaki hidup jaya di duni aini hendaklah berilmu dan bila kamu menghendaki jaya di akhirat hendaklah berilmu, dan bila kamu menghendaki kedua-duanya hendaklah kamu berilmu. Sesungguhnya yang takut kepada Allah ialah hambanya yang berilmu”.
Para sarjana studi hukum islam berpendapat bahwa al-Qur’an merupakan agama ilmu, karena kitab suci al-Qur’an menganjurkan manusia menggunakan akalnya dengan bebas tidak terikat. Islam tidak menghalangi pemeluknya mengambil dan memeplajari ilmu pengetahuan dari siapapun dan dimanapun juga.
3. amal
Islam menuntut hidup manusia diisi dengan amal perbuatan kebajikan, baik kebajikan terhadap Tuhan maupun kebajikan terhadap sesame manusia. Karena amal kebajikan adalah jembatan setiap manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup (Surat Al-Taubah ayat 105). Dalam Hadis Nabi yang dituturkan H.R. Buchari-Muslim dijelaskan :”Iman tidak semata-mata dengan angan-angan saja, tetapi iman itu adalah kepercayaan yang terdapat di dalam hati dan diikuti dengan amalan”.
D. POKOK-POKOK AJARAN ISLAM/KERANGKA DASAR AJARAN ISLAM
Ahli Fiqih menjabarkan, bahwa untuk kepentingan pendekatan dan pengertian ajaran islam, ajaran islam dapat dibedakan atas aspek bidang yang satud engan yang lain. Aspek bidang tersebut terdiri dari 3 aspek, yaitu:
1. iman/A’qaid/Aqidah/Tauhid
2. Syari’at yan gmeliputi bidang Ibadat dan Mu’amalat
3. Akhlak (Ihsan dan Tassawuf)
Ketiga aspek bidang ini tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain, merupakan satu kesatuan /kebulatan yang menbentuk agama islam itu sendiri. oleh karena itu dikatakan agama islam/ iman tanpa syari’at dan akhlak bukanlah agama islam.
Inti hukum islam yang dipelajari dalam kuliah ini adalah pada syari’at. Tetapi kita tidak dapat mempelajari syari’at apabila kita tidak mengetahui aspek ajaran islam yang lain. Olehkarena itu aspek-aspek bidang ajaran agama islam ini perlu dibahas satu persatu.
Ad. 1. IMAN / AQIDAH
Iman secara etimologi artinya ikutan/sangkutan. Dalam pengertian tehnis akidah itu adalah iman.
Iman yang berarti kepercayaan islam merupakan pokok ajaran islam (usul addin). Iman ini tidak dapat disamakan dengan dogma, sebab dalam islam tidak ada dogma, dalam arti dalil yang harus diterima bergitu saja tanpa hak menggunakan kebebasan berpikir. Iman islam yang terdiri dari rukun iman, menurut Ahlul SUnnah Waljama’ah berjumlah 6 rukun iman yaitu:
1. iman kepada adanya Allah Yang Maha Esa
2. iman akan adanya Malaikat Allah
3. iman adanya Nabi dan Rasul-rasul Allah
4. iman kepada adanya Kitab-kitab ALLAH
5. iman kepada adanya hari akhir
6. iman kepada adanya takdir Allah
Pembahasan tentang akidah ini dilakukan oelh ilmu tersendiri yang disebut dengan ilmu kalam, yakni ilmu yang membahasa dan menjelaskan tentang kalam ilahi (mengenai akidah), atau ilmu tauhid karena membahas tentang ke Esaan Allah (tauhid) atau usul addin karena membahas dan memperjelas asas ajaran islam itu.
Ad. 2 SYARI’AT
a. pengertian syari’at
dilihat dari pengertian dan isinya, syari’at disamakan pengertiannya dengan hukum islam dan biasanya juga disebut dengan agama (Addin dan Al-Millah). Bahkan syari’at Islam disamakan dengan fiqih islam. Utnuk menghindari kesalahpahaman perlu penjelasan masing-masing.
Arti syari’at:
- Menurut bahasa, berarti jalan. Yang dimaksud jalan disini adalah jalan ke mata air (jalan yang harus diturut/ jalan yang harus ditempuh oleh setiap umat islam)
- Arti syari’at menurut agama
Hukum-hukum yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hambanya yang dibawa oleh seorang Nabi Nya (Muhammad SAW), baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (bidang aqidah) mamupun hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
- Menurut ilmu Fiqih
Syari’at dibedakan atas 2 pandangan, yaitu:
1. pandangan dalam arti luas (dari imam Abu Hanifah), menjelaskan bahwa syari’at merupakan semua yang diajarkan pada Nabi Muhammad yang bersumber pada wahyu. Ini adalah semu bagian dari ajaran islam, baik aqaid, syari’at, tassawuf dsb.
2. pandangan dalam arti sempit (dari iman Syafi’I dan ahli ijtihad yang lain) menjelaskan bahwa syari’at adalah merupakan peraturan lahir bagi umat islam yang bersumber pada wahyu dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari wakyu tadi. Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, dan dengan sesame makhluk, khususnya dengan sesame manusia.
Yang diikuti dalam mempelajari hukum islam ini, adalah pengertian syari’at menurut pandangan sempit. Peraturan-peraturan lahir ini menyangkut dua bidang yaitu:
a. peraturan lahir yang mengatur cara bagaimana manusia itu menyelenggarakana hubungan dengan Tuhan (kaidah bidang ibadah).
b. peraturan lahir yang mengatur cara bagaimana manusia itu menyelenggarakan hubungan dengan makhluk, manusia dnegan binatang dan dengan benda (kaidah bidang Mu’amalat).
Ad a) KAIDAH BIDANG IBADAH
Menurut artinya:
Ibadat adalah usaha yang dipersembahakan kepada Allah Yang Maha Esa untuk keselamatan manusia di dunia dan akhirat. Usaha ini berupa perbuatan dalampendekatan diriny aterhadap Allah, mengakui kebenaran Allah dan menunjukkan kepercayaan kepada Allah menurut peraturan-peraturannya.
Menurut arti khusus:
Kaidah ibadah disebut juga kaidah ibadah murni yang mengatur cara dan upacara hubungan langsung manusia dengan Tuhan.
Ibadat juga dikatakan merupakan syari’at keimanan. Disebut demikian karena iabdat merupakan pelaksanaan dari rukun iman. Rukun iman haruslah diamalkan, sebab apabila tidak diamalkan, maka akan merupakan iman yang hampa belaka.
Untuk mengamalkan rukun iman tersebut. Allah telah menetapkan kewajiban-kewajiban bagi manusia yang disebut dengan “Rukun Islam” (Arkanul Islam), yang terdiri dari 5 kewajiban, yaitu :syahadat (ikrar keyakinan), shalat, zakat, saum atau puasa dan haji.
Rukun islam yang pertama yakni syahadat tidak dibahas dalam kitab yang membicarakan kaidah shalat, zakat, saum dan haji, karena isinya merupakan pernyataan keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa dan Muhammad sebagai Rassul Nya. Soal ikrar keyakinan ini dibahas dalam ilmu tentnag keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang disebut ilmu kalam. Kaidah-kaidah ibadah ini terdapat dalam Al-Qur’an, dirinci dan diperjelas oleh Sunnah Nabi Muhammad.
Ad b) KAIDAH BIDANG MU’AMALAT
Kaidah bidan gmu’amalat adalah peraturan lahir yang mengatur cara bagaimana manusia itu menyekenggarakan hubungan dengan makhluk, manusia dengan binatang dan dengan benda.
Mengenai mu’amalat ini dibedakan atas:
a. mu’amalat Adabiyah, yaitu segala macam Mu’amalat yang berlaku antara manusia dengan manusia berdasar moril. Contoh: bidang perkawinan (munakahat)
b. Mu’amalat Maddiyah, yaitu segala macam mu’amalat yang berjalan antar sesame manusia berdasar benda (=madi=benda=materiil). Misalnya: jual beli, tukar menukar harta dengan perantaraan aqad dan janji.
b. PENGERTIAN FIQIH DAN PERBEDAAN ANTARA SYARI’AT DENGAN FIQIH
1. PENGERTIAN FIQIH
a. menurut bahasa: berarti faham terhadap tujuan seorang dan pembicaranya.
b. menurut istilah: Fiqih adalah mengetahui hukum syari’at yang mengenai perbuatan dengan mengetahui dalil-dalilnya yang terperinci. Sebagai pembantu dalam menentukan sumber-sumber syari’at, kaedah-kaedah atau dalil sebagai prasarana analisa, dan menarik kesimpulan ilmu fiqih dibantu oleh usul fiqih.
Fiqih sebagai ilmu dihasilkan oleh pikiran-pikiran serta ijtihad (penelitian) dan memerlukan pemikiran dan perenungan. Oleh karena itu Tuhan tidak bisa disebut sebagai fiqih (ahli dalam Fiqih).
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat dijelaskan, bahwa Fiqih adalah ilmu yang menghimpun hukum-hukum yang berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan (disebut dengan hukum cabang dan amalan baik yang menyangkut ibadat maupun mu’amalat).
Mohammad Daud Ali memberi perumusan fiqih adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya, yang berkewajiban melaksanakan hukum islam.
Ahli-ahli hukum islam lainnya memberi pengertian, fiqih adalah bagian dari syari’at yang khusus mengatur hubungan manusia dengan manusia, manusia dnegan benda yang kemudian melahirkan hukum islam.
Hasil pemahaman hukum islam itu disusun secara sistimatis dalam kitab-kitab fiqih dan disebut hukum fiqih. Orang-orang yang ahli dalam ilmu fiqih disebut dengan sebutan “faqih”/yuris dan fuqaha (bentuk jamaknya).
2. PERBEDAAN ANTARA SYARI’AT DENGAN FIQIH
SYARI’AT FIQIH
SUMBER WAHYU DARI TUHAN DAN SUNNAH NABI YANG TERDAPAT DALAM QUR’AN DAN SUNNAH NABI PEMAHAMAN DARI MANUSIA TENTANG SYARI’AT YANG ETLAH MEMENUHI SYARI’AT
SIFAT BERSIFA TFUNDAMENTAL DAN LEBIH LUAS RUANG LINGKUPNYA BERSIFAT INSTRUMENTAL DAN TERBATAS RUANG LINGKUPNYA, YAITU HANY AMENYANGKUT PERBUATAN MANUSIA KHUSUSNYA PERBUATAN HUKUM
NILAI-NILAI CIPTAAN TUHAN DAN KETENTUAN-KETENTUAN DARI RASUL OLEH KARENA ITU KETENTUAN NYA SELALU BERSIFAT ABADI KARYA MANUSIA YANG KETENTUAN-KETENTUANNYA TIDAK BERLAKU ABADI
JUMLAHNYA SYARI’AT HANYA SATU FIQIH LEBIH DARI SATU. HAL TERSEBUT DAPAT DILIHAT DI DALAM AJARAN DARI MASING-MASING MADZHAB (ALIRAN)
RUANG LINGKUP SYARI’AT MENUNJUK KESATUAN DALAM ISLAM FIQIH MENUNJUKKAN KERAGAMAN DALAM ISLAM

c. PERBEDAAN ANTARA BIDANG IBADAH DAN MU’AMALAT BERDASARKAN FIQIH
perbedaan dalam kwalifikasi antara kaidah bidang ibadah dan mu’amalat berdasarkan fiqih ini penting bagi seorang fiqih. Karena kwalifikasi ini merupakan sarana (alat) bagi seorang Faqih/Fuqaha (ahli hukum islam) dalam menetapkan atau menemukan hukum dalam suatu kasus konkrit dalam masyarakat. Perbedaan kwalifikasi antara kedua kaidah dari bidang tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
KWALIFIKASI IBADAH MUAMALAT
KAIDAH ASAL (DALIL/ASAS) LARANGAN/HARAM KEBOLEHAN/JAIZ
POKOK DAN DASAR PENGATURAN BERDASARKAN KAIDAH ASAL, POKOK DAN DASAR PENGATURAN IALAH TA’AT/PATUH ARTINYA MENGIKUTI APA YANG DIPERITAHAKN OELH ALLAH SEBAGAIMANA TERDAPAT DALAM AL QUR’AN DAN SUNNAH NABI. TIDAK BOLEH DILEBIH-LEBIHKAN ATAU DIKURANGI. BERDASARKAN KAIDAH ASAL, DASAR PENGATURAN, SEMUA PERBUATAN YANG TERMASUK KE DALAM KATEGORI MU’AMALAT BOLEH SAJA DILAKUKAN, KECUALI KALAU TENTANG PERBUATAN ITU TELAH ADA KAIDAH LARANGAN DALAM AL QUR’AN DAN SUNNAH NABI, SEPERTI: KAIDAH LARANGAN MEMBUNUH, MENCURI, MERAMPOK, BERZINA DAN LAIN-LAIN.

SIFAT PENGATURAN TERTUTUP & TERINCI TIDAK MUNGKIN ADA PEMBAHARUAN ATAU YANG DISEBUT MEDERNISASI, YAITU PROSES YANG MEMBAWA PERUBAHAN DAN PEROMABAKAN MENGENAI KAIDAH, SUSUNAN, CARA DAN TATA CARA BERIBADAH SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN ZAMAN YANG MEUNGKIN ADA HANYALAH PENGGUNAAN ALAT-ALAT MODERN DALAM PELAKSANAANNYA. TERBUKA & DIATUR POKOK-POKOKNYA SAJA. DAPAT DIKEMBANGKAN MELALUI IJTIHAD MANUSIA YANG TELAH MEMENUIHI SYARAT UNTUK BERIJTIHAD. DALAM BIDANG MU’AMALAT DAPAT SAJA DILAKUKAN MODERNISASI, ASAL SESUAI DAN TIDAK BERTENTNAGAN JIWA AJARAN ISLAM

d. PERBEDAAN ANTARA SYARI’AT DAN HUKUM
PERBEDAAN SYARI’AT DENGAN HUKUM DAPAT DILIHAT DARI SEGI SUMBER, OBYEK, DAN SANKSI.
SYARI’AT HUKUM
1. SUMBER BERSUMBER DARI WAHYU TUHAN BERSUMBER DARI RASIO MANUSIA
2. OBYEK PERATURAN-PERATURAN LAHIR MENGENAI HUBUNGAN SESAMA MENUSIA DENGAN BENDA DAN DENGAN TUHAN MALIPUTI HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA DAN HUBUNGAN MANUSIA DENGAN BENDA SAJA
3. SANKSINYA BERLAKU BAIK DI DUNIA MAUPUN DI AKHIRAT HANYA BERSIFAT KEDUANIAWIAN SAJA

3. AKHLAK (IHSAN DAN ATAU TASAWUF)
Akhlak disebut juga ihsan. Akhlak berasal dari kata khuluk, yang berarti perangai, sikap, tingkah laku, watak, budi pekerti. Sebagaimana halnya dnegan syari’at, ajaran akhlak dapat dibagi dua, yaitu:
1. akhlak (khalik) terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut juga dengan TASSAWUF. Akhlak terhadap Tuhan ini mengajarkan tentang sikap terhadap ALLAH, sebagai pencipta, pemelihara, dan penguasa alam semesta. Ajaran akhlak terhadap Tuhan ini dipelajari oleh suatu ilmu yang disebut dnegan ilmu TASSAWUF (MYSTIC SUFISM). Ilmu tassawuf diartikan juga sebagai suatu ilmu yang menjelaskan uapay-uapay serta tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh manusia untuk mencapai tujuan dimaksud.
2. akhlak terhadap sesame makhluk baik sesama manusia dan bukan manusia yang ada disekitar lingkungan hidup kita, seperti: tumbuh-tumbuhan, hewan, dan bumi, serta udara yang ada di sekitar kita.
Akhlak terhadap sesama makhluk ini dipelajari oleh suatu ilmu yang disebut dengan ilmu akhlak. Ilmu akhlak diartikan sebagai suatu ilmu yang menjelaskana arti baik dan buruk atau benar dan salah, serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap yang seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, diri sendiri dan lingkungan hidupnya.
Soal-soal latihan
1. jelaskan makna islam sebagai agama dan makna islam dari segi bahasa !
2. jelaskan bagaimana pandangan islam tentnag hubungan agama dan ilmu pengetahuan !
3. a. jelaskan 3 aspek ajaran islam menurut ahli fiqi, dan mengapa ketiga aspek ajaran itu dikatakan tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain !
b. jelaskan apa yang dimaksud dengan rukun iman dan rukun islam ?
c. dimana rukun iman dan rukun islam in idibahas dalam 3 aspek ajaran islam ?
4. jelaskan pengertian syari’at dalam arti luas dan dalam arti sempit, dan pengertian yang mana kita ikuti dalam mempelajari hukum islam ini ?
5. a. apa yang dimaksud dengan fiqih, faqih dan fuqaha ?
b. jelaskan perbedaan antara syari’at dengan fiqih, serta perbedaan antara syari’at dan hukum dilihat dari sumber, obyek dan sanksi !
6. a. jelaskan perbedaan antar bidang ibadah dan mu’amalat dilihat dari kaidah asal, pokok dan dasar pengaturan serta sifat pengaturannya berdasarkan fiqih
b. mengapa kualifikasi kaidah bidang ibadah dan mu’amalat berdasarkan fiqih in ipenting diketahui oelh seorang ahli hukum islam ?
BAB III
RUANG LINGKUP HUKUM ISLAM
Berbeda dengan hukum Barat yang membedakan bidang mu’amalat dalam hukum privat (hukum perdata) dan hukum public, maka dalam hukum islam tidak membedakan dnegan tajam antara hukum perdata dnegan hukum public. Ini disebabkan menurut sistim hukum islam pada hukum perdata terdapat segi-segi public dan pada hukum public ada segi-segi perdatanya. Itu sebabnya maka dalam hukum islam tidak dibedakan kedua bidang hukum itu. Yang disebutkan adalah bagian-bagiannya saja seperti susunan hukum muamalat dalam arti luas berikut ini:
- Hukum Pedata (Islam) adalah mencakup bagian:
1. Munakahat (hukum perkawinan), mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan, perceraian serta akibat-akibatnya.
2. wirasah (hukum kewarisan), mengatur segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta pembagian warisan. Hukum kewarisan islam ini disebut juga hukum fara’id.
3. mu’amalat dalam arti yang khusus (hukum benda dan hukum perjanjian), mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam soal jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan sebagainya.
- Hukum Publik (Islam) adalah mencakup bagian:
1. Jinayat (hukum pidana), yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam jarimah ta’zir. Yang dimaksud dengan jarimah adalah, perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad (Hudud jamak dari had=batas). Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oelh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya (ta’zir=ajaran atau pengajarannnya).
2. Ah-ahkam as-sulthniyah (hukum ketatanegaraan) membicarakan soal-soal yang berhubungan dengan kepala Negara, pemerintahan, baik pemerintah pusat meupun daerah, tentara, pajak dan sebagainya.
3. siyar mengatur urusan perang dan damai (hukum internasional), tata hubungan dengan pemelluk agama dan Negara lalin.
4. mukhashamat (hukum acara), menagtur soal peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
soal-soal latihan
1. mengapa dalam hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan hukum public?
2. bagian-bagian hukum apa yang dicakup dalam hukum perdata islam dan hukum public islam?
BAB IV
CIRI-CIRI DAN TUJUAN HUKUM ISLAM
1. cirri-ciri hukum islam
Berdasarkan pada ruang lingkup hukum islam, cirri-ciri utama hukum silam adalah:
1) merupakan bagian dan bersumber dari agama islam
2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari iman atau aqidah dan kesusilaan atau akhlak islam
3) dikenal ada 2 istilah kunci, yaitu:
a. ibadat
b. fiqih
4) terdiri dari 2 bidang utama, yaitu:
a. bidang ibadah, yang bersifat tertutup karena telah sempurna
b. bidang muamalah dalam arti luas, bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat dari waktu ke waktu.
5) structurnya beralpis-lapis, yaitu:
a. Al Qur’an
b. Sunnah Nabi
c. hasil Ijtihad manusia, yang memenuhi syariat Al Qur’an dan Sunnah Nabi, dan pelaksanaan dalam praktek dapat berupa keputusan hakim maupun amalan-amalan umat islam di dalam masyarakat
6) mendahulukan kewajiban daripada hak
7) dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
a. Hukum Taklifi, yakni al-ahkam al-khamsah : perbuatan yang dinilai dari segi hukum
b. Hukum Wadhi (factor-faktor yang menyebabkan timbulnya hukum itu sendiri, yaitu factor sebab, syarat, halangan) : menjadikan sesuatu menjadi sebab adanya yang lain/sebagai syarat adanya yang lain/sebagai penghalang adanya yang lain.
8) berwatak universal, berlaku abadi untuk umat islam dimanapun mereka berada, tidak terbatas pada umat di suatu tempat atau Negara pada suatu masa saja.
9) menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani serta memelihara kemuliaan menusia dan kemanusiaan secara keseluruhan.
10) pelaksanaannya dalam praktek digerakkan oleh iman dan akhlak umat islam
Cirri-ciri hukum islam yang disebutkan dari no 8 s/d 10 dinyatakan oleh T. M. Hasbi Shieddieqy dalam bukunya “Falsafah Hukum Islam” (1975 : 156-212).
2. TUJUAN HUKUM ISLAM
Lebih luas daripada tujuan hukum pada umumnya. Berdasarkan pada al-qur’an dan kitab-kitab hadis yang sahih, tujuan hukum silam adalah untuk kemaslahatan umat di dunia dan di akhirat. Abu Ishaq al Shafibi, yang kemudian disepakati oleh ilmuwan hukum islam lainnya menjabarkan, tujuan hukum islam adalah untuk:
a. memellihara agama
b. memelihara jiwa
c. memelihara akal
d. memelihara keturunan
e. memelihara harta
3.SOAL-SOAL LATIHAN
1. jelaskan cirri-ciri utama dari hukum islam !
2. jelaskan tujuan hukum islam yang telah disepakati oelh ilmuwan hukum islam !
Sifat kolektifisme akan mewujudkan kesejahteraan bukan hanya perorangan tetapi juga masyarakat.
BAB V
SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM
Pengertian sumber hukum islam, adalah asal (tempat/pegambilan) hukum islam. Dalam kepustakaan hukum islam, sumber hukum islam adakalanya disebut dengan istilah dalil hukum atau pokok hukum islam atau dasar hukum islam.
Berdasarkan pengertian sumber hukum islam tersebut maka sumber-sumber hukum islam dapat dibagi dalam 2(dua) kelompok, yaitu:
A. sumber hukum islam yang utama (Asliqah) yang terdiri dari :
1. Al Qur’an
2. Sunnah Nabi (Hadits) : penjelasan kitab suci yang diberikan oleh Nabi yang menyampaikan.
B. Sumber hukum isla tambahan (Tabaiyah) berdasarkan ijtihad, dengan mempergunakan metode/cara/jalan ijtihad, sebagai berikut:
1. ijma
2. qiyas
3. istidlal
4. marsalih al mursalah (maslahah al-mursalah)
5. istihsan
6. istishab
7. urf
Ad. A. 1. AL QUR’AN
Perkataan Al Qur’an berasal dari bahasa Arab dari kata kerja qar-a yang artinya (dia telah) membaca. Kata kerja ini berubah menjadi kata benda Qur’an, yang secara harfiah berarti bacaan atau sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari.
Makna perkataan Al Qur’an ini sangat erat hubungannya dengan arti aya Al’ Quran yang pertama diturunkan di gua Hira’ yang dimulai dengan perkataan iqra yang artinya bacalah.
Arti Qur’an menurut Usul al Fiqih:
“Kumpulan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan dinukilkan dengan jalan muawatir dengan mempergunakan bahasa Arab”.
Penggunaan bahasa Arab ini mutlak, dalam arti pengertian qur’an tidak bisa dipisahkan dari penggunaan bahsa Arab. Oleh karena itu setiap terjemahan Qur’an dalam terjemahan apapun tidak bisa dinamakan sebagai kitab suci Qur’an.
Arti Qur’an menurut Fiqih:
“Kitab suci Islam yang berasal dari wahyu Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, semasa hidupnya semenjak jadi Nabi, melalui Malaikat Jibril untuk disebarkan kepada umat manusia”.
Unsure essensial artinya terjemahan Al Qur’an bukanlah Al Qur’an.
SEJARAH TURUNNYA AL QUR’AN
Menurut sejarahnya, ayat-ayat qur’an diturunkan ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, secara insidentil, sebagian-sebagian sehingga turunnya wahyu itu berlangsung dalam waktu yang agak lama, yaitu lebih kurang 21 tahun tarich Masehi (hari-hari berdasarkan peredaran matahari) atau 22 ½ tahun hijrah (hari-hari berdasarkan peredaran bulan), yakni sejak Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun, hingga menjelang beliau wafat (63 tahun).
Setelah Nabi wafat, kedudukan sebagai pemimpin umat islam diganti oleh sahabat beliau, Abu Bakar (dikenal sebagai Chalifah I). abu Bakar memerintahkan Zaid Abn Tsabit (634-644 M) sekretaris Nabi, untuk mengumpulkan ayat-ayat yang diterima Nabi Muhammad SAW. Pengganti Abu Bakar, Umar Ibn Chattab (634-644) sebagai Chalifah II, meneruskan pengumpulan ayat-ayat Qur’an samapi wafatnya, kemudian dilanjutkan oleh Uthman bin Affan (Chalifah III/ 644-656). Pada masa Chalifah Uthman berhasil dihimpun ayat-ayat Qur’an dalam satu kitab yang dipergunakan samapi sekarang ini.
SISTIMATIK AL QUR’AN
Qur’an yang telah terhimpun itu terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
1. terdiri atas 30 juz.
2. juz terdiri dari beberapa paragraph, disebut rak’ah/ruku’
3. tiap rak’ah terdiri dari beberapa ayat atau kalimat-kalimat panjang atau pendek.
Menurut penjelasan dari Departemen Agama RI dalam buku Al Qur’an dan terjemahannya, dinyatakan 30 juz itu terdiri atas 554 ruku’, 114 surat/surah (pasal).
Maulana M. Ali, meyatakan Qur’an yang 30 juz itu terdiri dari 6240 ayat tetapi bila kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” masing-masing dianggap satu ayat, maka isi Qur’an menjadi 6353 ayat.
Mohammad Daud Ali menjelaskan pembagian al Qur’an yang terbagi ke dalam 30 juz (bagian), 114 surat terdiri lebih dari 6000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 suku kata apabila dilihat dari segi bahasa Indonesia.
ISI AL QUR’AN
Ditinjau dari syari’at, al qur’an berisi beberapa pokok tentnag:
1. Tauhid (ke-Esa-an Tuhan, monotheisme)
Ajaran-ajaran (konsepsi) mengenai kepercayaan, yang focusnya adalah tauhid (monotheisme), yakni ke Tuhanan Yang Maha Esa dan bagaimana sistim rangkaian hubungan antara Tuhan, alam raya dan manusia.
2. Berita-berita (riwayat) tentnag keadaan umat manusia sebelum Muhammad SAW menjadi Nabi dan Rasul
Ceritera-ceritera ini mengisahkan bagaimana akibatnya umat yang beriman dan yang tidak berima. Iman adalah sumber kebenaran (al-haq). Orang yang beriman itu lah yang benar. Kepercayaan adalah motif pertama dari kebenaran sikap dan perbuatan orang.
3. berita-berita yang menggambarkan apa yang kana terjadi pada zaman yang akan datang; terutama pada zaman akhirat, yakni zaman kehidupan yang kedua.
Untuk menerangkan hal tentnag kehidupan kedua ini sering dipergunakan istilah qiamat, yang berasal dari akata qama, yang artinya berdiri. Qiamat berarti bangun kembali, dalam hal ini bangun kembali setelah mati.
4. peraturan-peraturan lahir yang mengatur tingkah laku manusia yang berisi pengaturan bagaimana manusia berhubungan terhadap sesamanya, dengan benda dan hubungan dengan Tuhan.
5. jalan untuk mencapai kebahagiaan dunia/akhirat.
PENAFSIRAN QUR’AN
Al Qur’an memuat firman-firman Tuhan sendiri dalam kata-kata yang padat dan mengandung makna yang tidak mudah dipahami dan bersifat ijmal (umum). Oleh karena itu memerlukan penjelasan dan penafsiran. Pada waktu Nabi masih hidup, Nabi sendiri yang menjelaskan dengan sunnahnya.setelah Nabi wafat penjelasan dilakukan oleh sahabat-sahabat beliau. Dalam perkembangan selanjutnya karena dirasakan kebutuhannya timbullah ilmu baru yang berfungsi sebagai pencari penjelasan isi Qur’an yang disebut ilmu Tafsir (ulumul al Qur’an, Baca Ulum al Qur’an). Ilmu ini adalah ilmu-ilmu yang ada hubunganny adnegan al Qur’an seperti ilmu yang berkenaan dengan penafsiran al Qur’an, ilmu sebab-sebab turunnya ayat-ayat, ilmu yang membaca al Qur’an dengan baik dan benar, dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan al Qur’an.
Untuk menafsirkan isi Qur’an, digunakan cara-cara:
1. dari segi bahasa Arab/gramatikal
2. latar belakang sejarah dari ayat-ayat yang hendak ditafsirkan itu/historis
3. penafsiran logis, dicari hubungan antara ayat yang satu dnegan yang lainnya
4. mengetahui keternagan-keterangan dari Sunnah Nabi.
Ad. A.2. SUNNAH NABI
1. pengertian Sunnah menurut arti kata
Sunnah adalah segala yang dinukkilkan atau diberitakan dari Nabi Muhammad SAW, baik yang berupa penjelasan, ketentuan maupun penetapan. Sunnah adalah segala yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW ada kebiasaan Nabi baik yang berupa perkataan, perbuatan, ketentuan. Maupun penyatuan, terutama yang bersangkutan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan serta alam sekitar.
Secara tehnis Sunnah dapat dibedakan dalam tiga macam:
1. Sunnah Qauliyah (Sunnah yang berkaitan dengan ucapan-ucapan Nabi)
2. Sunnah fi’iliyah (Sunnah yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan Nabi)
3. Sunnah Taqrririyah/Sukutiyah (Sunnah yang berkaitan dengan pengakuan/penetapan Nabi).
Periode Mekah: ayat yang diturunkan di Mekah
Madinah: tentang peraturan yang bersifat lahiriah.
ISTILAH SUNNAH DAN HADITS
Pada mulanya pengertian Sunnah dan Hadits menurut arti katanya berbeda.
Hadits= pernyataan (statement)
Sunnah=adat kebiasaan, yaitu adat kebiasaan yang berlaku di tanah Arab.
Sebagain besar kebiasaan tadi dinyatakan tidak berlaku. Kebiasaan yang berlaku terus dinyatakan dengan statement atau hadits.
Menurut pendapat ualama abad IV Hijriah, Hadits adalah cerita tentang sunnah atau sunnah isi dari pernyataan (Hadits). Pada dewasa ini kedua istilah itu tidak dibedakan lagi. Hadits identik dengan sunnah.
HUBUNGAN SUNNAH DENGAN QUR’AN
Menurut golongan Ahlul Sunnah Waljamaah, yakni golongan terbesar umat Islam yang umumnya terdiri dari pengikut empat mazhab, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali, menyatakan bahwa qur’an sebagai sumber syari’at yang pertama dan Sunnah merupakan sumber syariat yang kedua. Jadi sunnah merupakan pelengkap dari pada al Qur’an.
Alasan pendapat ini yaitu:
a. Qur’an sudah dipastikan (maqtu) dari Allah, baik secara garis besarnya (ijmal/umum) maupun secara garis kecilnya (tafsili/terperinci), Sunnah hanya didugakan (mazhnun) saja dari Rasulullah. Kepastian bahwa hadits itu perkataan Rasul, memang ada, tetapi secara ijmali, bukan secara tafsili. Karena itu apa yang sudah dipastikan, lebih didahulukan daripada apa yang didugakan/yang dikirakan.
b. Maksud Sunnah sudah terkandung dalam Qur’an. Sunnah adakalanya menjelaskan apa yang masih kurang jelas dalam Qur’an.
ILMU HADITS
Ilmu hadits ini muncul, setelah terjadinya perpecahan politik antara kaum muslim, yaitu antara golongan Muawiyah (gubernur dari khalifah Usman di Syria), golongan Kawarij (golongan yang menentang khalifah Ali/Khalifah IV dan Muawiyah), golongan Syi’ah (golongan yang tetap menjadi pengikut Ali). Dengan adanay perpecahan politik tadi, maka terjadilah pemalsuan atas hadits-hasits, karena hadits-hadits itu dijadikan sebagai alat pendukung bagi keuntungan politik masing-masing golongan.
Dengan diketahuinya banyak hadits palsu yang tersebar, maka dirasakanlah kebutuhan utnuk menghimpun hadits dalam satu kitab dan menyeleksinya. Begitu dirasakan pentingnya kedudukan hadits (sunnah) sebagai sumber nilai dan norma hukum islam, kemudian timbullah ilmu hadits. Ilmu ini mempelajari metode untuk memisahkan dan meneliti hadits yan gpalsu dan yang sehat (syah), yang kemudian disebut dengan: Musthalah Hadits.
Penilaian hadits dilakukan dengan cara:
1. dengan mengadakan penelitian terhadap seorang yang menjadi landasan daripada hadits itu. Landasan bahasa arabnya ialah Sanad, sehingga penilaian atas dasar ini disebut penilaian sanadnya. Orang yang menjadi sanad (landasan) daripada jalannya hadits, harus memenuhi beberapa syarat antara lain:
a. jujur, cerdas, kuat daya fikirnya/hafalannya
b. hadir sendiri di tempat dimana hadits tersebut dipindahkan ceritanya
2. dengan mengadakan penelitian atas materi atau isi daripada hadits itu sendiri.
Cara ini disebut menilai hadits menurut matnnya (matn artinya isi). Disitu dinilai apakah isi daripada hadits itu bertentangan dengan hadits-hadits lainnya yang telah diterima ataukah tidak, dan apakah isinya (matn) itu bertentangan dengan Qur’an atau tidak.
Berdasarkan penilaian hadits berdasarkan isnad dan matn ini, maka terdapat itngkatan-tingkatan hadits yang dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. hadits maudhu (hadits palsu)
b. hadits Dha’if (hadits lemah)
c. hadits shaih (hadits sehat)
Ad. 3) IJTIHAD
Ijtihad merupakan dasar dan sarana pengembangan hukum islam dengan mempergunakan akal pikiran (ra’yu). Ijtihad (dalam bahasa Arab) berasal dari kata jahada artinya besungguh-sungguh atau menghabiskan daya dalam berusaha.
Dalam pengertian hukum, ijtihad adalah usaha atau iktihar yang sungguh-sungguh dengan memeprgunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat, untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidka ada ketentuannya di dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah, dengan berdasarkan pada Qur’an dan Sunnah. Orang yang berijtihad disebut mujtahid.
Dasar hukum untuk berijtihad dengan memeprgunakan akal pikiran (ra’yu) dalam pengembangan hukum islam, adalah:
1. Al Qur’an surat an-Nisa (4) ayat 59: yang mewajibkan juga orang mengikuti ketentuan ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan atau “penguasa”) mereka.
2. Hadits Mu’az bin Jabal yang menjelaskan, bahwa Mu’az sebagai penguasa (ulil Amri) di Yaman dibenarkan oleh Nabi mempergunakan ra’yunya untuk berijtihad.
Tidak semua orang dapat berijtihad. Orang yang berhak berijtihad adalah mereka yang memenuhi antara lain syarat-syarat berikut:
a. menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami al Qur’an dan kitab kitab hadis yang tertulis dalam bahasa Arab.
b. mengetahui isi dan sistim hukum al Qur’an serta ilmu-ilmu untuk memahami al Qur’an
c. mengetahui hadis-hadis hukum dan ilmu-ilmu hadis yang berkenaan dengan pembentukan hukum
d. menguasai sumber-sumber hukum islam dan cara-cara (metode) dalam menarik garis-garis hukum dari sumber-sumber hukum islam itu.
e. mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih
f. mengetahui rahasian dan tujuan-tujuan hukum islam
g. jujur, dan ikhlas
h. menguasai ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu yang relevan dengan masalah yang diijtihadi itu.
PENDAPAT-PENDAPAT TENTANG DIPERKENANKAN/TIDAKNYA IJTIHAD
1. aliran Conservatisme
Menentang ijtihad dengan alasan dan hasrat hendak menjaga kemurnian agama. Selain itu karena menganggap kurangnya kemampuan angkatan baru dalam bidang fikih.
2. aliran modernism
Menghendaki diperkenankannya ijtihad lagi, karena menganggap hasil-hasil karya Mujtahiddin yang ada, sudah tidak cocok lagi. Karena itu mereka menuntut agar kembali pada sumber islam yang murni, yaitu kembali pada Qur’an dan Sunnah.
Apabila mengikuti aliran yang terakhir ini berarti harus melaksanakan ijtihad lagi karena ketentuan Qur’an umumnya bersifat ijmal (umum/abstrak).
METODE-METODE BERIJTIHAD
Ada beberapa metode (cara) untuk melakukan ijtihad. Metode-metode tersebut antara lain:
a. IJMA
adalah kebulatan pendapat antara semua ahli ijtihad pada suatu masa atas suatu hukum syara’ dari suatu peristiwa tertentu dalam masyarakat. Contoh: untuk di Indonesia Ijma’ mengenai kebolehan beristri lebih dari seorang berdasarkan al Qur’an surat An Nisa (surat 4) ayat 3 adalah dengan syarat-syarat tertentu, yaitu selain dari kewajiban-kewajiban berlaku adil yang disebut dalam ayat tersebut, dituangkan dalam UU perkawinan. Ijma ada 2 yaitu:
a. ijma Qauli: kebulatan pendapat tersebut diucapkan oleh para ahli.
b. ijma sukuti: persetujuan itu dilakukan secara diam (artinya tidak menyatakan pendapat tapi tidak juga membantah) maka dianggap setuju/menyetujui.
Apabila suatu hal menjadi suatu ijma maka ijma in idapat menjadi pedoman/pegangan hukum.
b. QIYAS
mengukur suatu yang baru terhadap hukun yang telah ditetapkan dalam al Qur’an atau Sunnah. Sunnah dapat disamakan dengan analogi, yaitu menetapakn hukum atas suatu peristiwa/kasus baru, sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan Qur’an dan Sunnah Nabi. Contoh qiyas, adalah larangan meminum khamar (sejenis minuman yang memabukkan yang dibuat dari buah-buahan), yang terdapat dalam al qur’an surat Al-Maidah (surat 5) ayat 90.
Yang menyebabkan minuman itu dilarang adalah illatnya yakni memabukkan. Untuk menghindari akibat buruk meminum-minuman yang memabukkan itu, maka dengan qiyas ditetapkan, bahwa semua minuman keras, apapun namanya dilarang diminum dan diperjualbelikan untuk umum.
Untuk menentukan qiyas harus diperhatikan:
1. asal/pokok yang menjadi ukuran (ada dalam al qur’an dan sunnah nabi)
2. adanya hal yang diukur (fara). Fara ini belum ada dalam qur’an dan sunnah nabi.
3. adanya illat (landasan penghubung) sebab yang menghubungkan/dapat membandingkan yang pokok dengan yang dibandingkan.
4. hukum.
Ex. Penilaian syariah.
Qiyas diperoleh karena rasio/akal pikiran manusia, tapi tetap saja tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang terdapat dalam qur’an dan sunnah nabi. Sebagaimana hasil ijtihad lainnya, qiyas ini merupakan konsekuensi dari sifat hukum islam yaitu universal artinya suatu permasalahan bisa diselesaikan dengan kala perbuatan manusia.
c. ISTIDLAL (BACA ISTIDAL)
istidlal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan. Misalnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum islam. Adat yang telah lazim di masyarakat dan tidak bertentangan dengan hukum islam dan agama yang diwahyukan sebelum islam tetapi tidak dihapuskan oleh syari’at islam. Dapat ditarik garis-garis hukumnya untuk dijadikan hukum islam. Istidlal artinya memilih yang baik, yang baik dilanjutkan. Yang baik tersebut, berjalan di masyarakat tapi tidak bertentnagan dengan qur’an dan sunnah nabi.
d. ISTIHSAN
cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Contoh: pencabutan hak milik seseorang hak atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-sawah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
e. ISTISHAB
adalah menetapkan hukum sesuatu hal yang menurut keadaan yang terjadi sebelumnya sampai ada dalil yang mengubahnya. Atau melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya. Contoh A mengadakan perjanjian hutang-piutang dengan B. menurut A hutangnya telah dibayar kembali tanpa menunjukkan bukti atau saksi. Dalam kasus ini berdasarkan istishab dapat ditetapkan bahwa A masih belum membayar hutangnya dan perjanjian itu masih tetap berlaku selama belum ada bukti yang menyatakan bahwa perjanjian hutang piutang tersebut telah berakhir.
f. MARSALIH AL-MURSALAH (MUSHALAT MURSALAH)
adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam al qur’an ,upun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimbangan kemasalathan (kebaikan) masyarakat atau kepentingan umum. (tidak rasional tapi menguntungkan, tapi apabila dijalankan akan memberi keuntungan bagi masyarakat).
Contoh: pembenaran pemungutan pajak penghasilan utnuk kemuslahatan atau kepentingan masyarakat dalam rangka pemerataan pendapatan atau pengumpulan dana yang diperlukan untuk memelihara kepentingan umum, yang sama sekalli tidak disinggung di dalam al qur’an dan Sunnah Rassul.
g. URF (ADAT ISTIADAT)
adat istiadat di bidang muamalah (kehidupan sosial) sepanjang tidak bertentangan dnegan ketentuan al qur’an dan sunnah nabi, menurut kaidah hukum islam dinyatakan “dapat dikukuhkan menjadi hukum”. Hukum adat yang demikian dapat berlaku bagi umat islam. Contoh : kebiasaan yang berlaku di dunia perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden misalnya, jual beli buah-buahan di pohon yang dipetik sendiri oleh pembelinya, melamar wanita dengan memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar secara tunai atau hutang atas persetujuan kedua belah pihak dan lain-lain.
SEMUA BIDANG IJTIHAD HANYA BERKAITAN DENGAN MUAMALAH BUKAN IBADAH TAPI SESUAI DENGAN SYARIAH.
Soal-soal latihan
1. sebutkan yang dimaksud dengan sumber hukum islam yang utama (asliqah) dan sumber hukum tambahan (tabaiyah)!
2. a. mengapa dikatakan setiap terjemahan al-Qur’an dalam terjemahan apapun tidak bisa dinamakan sebagai kitab suci al-Qur’an?
b. jelaskan sistematika al-Qur’an menurut Mohammad Daud Ali!
c. jelaskan isi al-Qur’an ditinjau dari syari’at!
3. a. apa yang dimaksud dengan Sunnah Nabi, dan jelaskan apakah istilah Sunnah sama dengan Hadits?
b. Bagaimana hubungan Sunnah dengan Qur’an mnenurut golongan Ahlul Sunnah Waljamaah?
4. apa yang dimaksud dnegan ijtihad, dan jelaskan landasan untuk berijtihad dalam al Qur’an maupun Hadits?
b. jelaskan pendapat-pendapat tentnag diperkenankan /tidaknya ijtihad!
5.a. jelaskan perbedaan antara etode ijma’ dengan qiyas dalam melakukan ijtihad!
b. mana lbih utama kedudukannya antara hasil metode ijma’ dan qiyas dalam berijtihad?
c. jelaskan metode-metode ijtihad lainnya dnegan contoh!
BAB VI
KAIDAH-KAIDAH FIKIH, KHUSUS MENGENAI AL AHKAM AL KHAMSAH
Asas-asas hukum islam dalam syari’at, mengalirkan garis-garis hukum yang dalam kepustakaan hukum islam disebut kaidah-kaidah fikih.
Kaidah-kaidah fikih yang berupa garis-garis hukum ini dapat dipergunakan dan diterapkan untuk memecahkan kasus tertentu atau berbagai persoalan dalam masyarakat.
Menurut ahli fiqih kaidah-kaidah fiqih ini terdiri dari:
a. hukum wadhi
b. hukum taklifi
a. hukum wadhi
hukum wadhi, adalah hukum yang mengandung unsure-unsur sebab (illat), syarat dan halangan bagi terjadinyahukum dan hubungan hukum.
• Unsure sebab (illat), adalah sesuatu yang Nampak yang dijadikan tanda bagi adanya hukum, atau keadaan yang mempengaruhi ada/tidak adanya suatu hukum. Contoh: kematian adalah sebagai tanda bagi adanya hukum kewarisan, dalam perkawinan dengan akad nikah manjadi sebab untuk dibolehkannya/dihalalkannya hubungan antara suami istri.
• Unsure syarat adalah sesuatu yang kepadanya tergantung suatu hukum. Contoh: syarat wajib mengeluarkan zakat, harta adalah kalau telah mencapai nisab (jumlah tertentu) dan haul (waktu tertentu), berwudhu dan menghadap kiblat syarat sempurnyanya shalat seorang muslim.
• Unsure halangan (Mani’), adalah sesuatu yang dapat mengahalangi hubungan hukum. Misalnya pembunuhan menghalangi hubungan kewarisan, keadaan gila merupakan halangan bagi seseorang melakukan tindakan (hubungan hukum).
b. hukum taklifi
hukum taklifi disebut juga al-ahkam al-khamsah. Ahkam adalah jamak dari hukum (hukum-hukum), dan khamsah artinya lima. Dengan demikian yang dimaksud dengan al-ahkam al-khamsah adalah lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai benda dan tingkah laku manusia dalam islam. Lima penilaian hukum yang dimaksud antara lain:
1. nilai wajib (fardhu), yaitu suatu norma/kaidah hukum yang harus dilakukan. Perbuatan ini apabila dilakukan akan mendapatkan suatu pahala,s edangkan apabila tidak dilakukan maka akan berdosa. Contoh: sholat, membayar zakat, menyelenggarakan sembahyang jenazah.
2. nilai haram, yaitu suatu perbuatan yang dilarang atau tidak boleh dilakukan. Perbuatan in iapabila dilakukan akan mendapatkan hukuman/berdosa. Apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Contoh: larangan untuk membunuh, berzina, minum minuman keras.
3. nilai sunnat/mandup, yaitu suatu perbuatan yang sebaikny adilakukan. Perbuatan tersebut apabila dilkerjakan akan mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak berdosa. Misalnya berderma/bersedekah.
4. nilai makruh, yaitu suatu perbuatan yang sebaiknya tidak dilakukan, kaerna jelas-jelas tidak bermanfaat bahkan merugikan bagi yang melakukannya. Perbuatan ini apabila dikerjakan tidak akan membawa apa-apa, apabila tidak dikerjakan akan mendapat pahala. Contoh: merokok.
5. jaiz/mubah, ayitu suatu perbautan yang bebas untuk dilakukan/tidak dilakukan, dan tentang konsekuensinya apakah memnguntungkan /membawa manfaat atau sebaliknya akan membawa keruian, semata-mata hanya didasarkan pada pertimbangan diri sendiri. contoh: usaha menjaga kesehatan dnegan berolahraga, diserahkan kepada diri sendiri. apakah dengan berolahraga itu membuat sehat, atau dengan keyakinan pada diri sendiri, berolahraga berlebihan tidak menyehatkan.
Menurut Hazairin, sistim al-ahkam al-khamsah mengenai benda atau perbuatan manusia ini dimulai dari ja’iz atau mubah di lapangan muamalah atau kehidupan sosial, karena sunnat dan makruh bersumber kepada ja’iz. Dan wajib adalah peningkatan sunnat sedang haram adalah kelanjutan peningkatan makruh. Oleh karena sunnat dan makruh bersumber kepada ja’iz, maka wajib dan haram berpokok pangkal pada ja’iz pula. Pernyataan Hazairin ini dijelaskan dengan penguraian sebagai berikut:
- Ja’iz adalah ukuran penilaian bagi kehidupan kesusilaan perseorangan (ahlak atau moral) pribadi. Seseorang bebas untuk menentukan apakah ia akan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Akibat perbuatan itu mungkin mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan bagi dirinya, mungkin pul akesedihan atau kekecewaan. Disini manusia memperoleh pengalaman bahwa ia bebas berbuat, tetapi tidak bebas menguasai hasil perbuatannya menurut keinginan semula.
- Sunnat dan makruh adalah ukuran penilaian bagi hidup kesusilaan (ahlak)masyarakat. Sunnat adalah perbuatan yang dianjurkan, digemari, disukai dalam masyarakat karena baik tujuannya. Sedangkan makruh adalah ukuran penilaian bagi perbuatan yang tidak diinginkan, dibenci. Dicela karena tujuannya buruk. Akibatnya orang yang melakukan perbuatan yang kaidahnya makruh mendapat celaan umum, baik berupa perkataan atau berupa sikap yang tidak menyenangkan.
- Wajib dan haram adalahukuran penilaian atau norma bagi lingkungan hukum duniawi. Wajib adalah bila perbuatan yang ukurannya sunnat dirasakan kebaikannya dalam masyarakat,d an masyarakat ingin mengukuhkan, maka perbuatan itu meningkat menjadi wajib. Akibatnya siapa yang meninggalkan akan mendapat hukuman berupa penderitaan atas harta, badan, kemerdekaan bergerak sampai pada nacaman hukuman mati. Haram, adalah jika perbuatan makruh itu oleh masyarakat dipandang sebagai perbuatan tercela dan keji. Akibatnya barangsiapa melanggar larangan itu ia akan dikenakan hukuman.


Haram
Wajib

Makuh
Sunnat

Jaiz
Kelima penilaian perbuatan manusia ini berlaku di ruang lingkup hiudp kesusilaan, hukum,d an keagamaan. Di ruang lingkup hidup kesusilaan dan hukum ukuran ini bisa berubah-ubah. Diruang lingkup keagamaan dilarang mengubah yang halal menjadi haram, yang haram menjadi halal. Yang haram tetap haram, yang wajib tetap wajib.
Dipandang dari segi siapa yang memberi sanksi jika norma-norma itu dilanggar, dalam kesusilaan (pribadi dan masyarakat) yang memberi sanksi adalah diri sendiri berupa kepuasan atau kekecewaan, dan anggota masyarakat berupa pujian atau celaan. Dalam lingkup hukum duniawi yang memberi sanksi adalah penguasa berupa ganti kerugian atau denda atau hukuman pidana. Dalam lingkup keagamaan yang meliputi kesusilaan dan hukum duniawi yang memberi sanksi adalah Tuhan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak berupa pahala dan dosa.
Soal-soal latihan
1. hukum wadhi mengandung unsure-unsur sebab (illat), syarat dan halangan bagi terjadinya hukum dan hubungan hukum. Jelaskan dengan contoh unsure-unsur dari hukum wadhi tersebut!
2.a. jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Taklifi (al-ahkam al-khamsah)?
b. jelaskan berlakunya al-ahkam al-khamsah di ruang lingkup kesusilaan hukum dan keagamaan menurut Hazairin?
BAB VII
SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
HUKUM ISLAM
Kaidah-kaidah fikih merupakan pencerminan asas-asas hukum syari’at. Dan mempelajari fikih tidak dapat dipisahkan dari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam. Penulis-penulis sejarah hukum islam membagi tahap-tahap perutmbuhan dan perkembangan hukum islam ke dalam 5 tahapan masa sebagai berikut:
1. masa nabi (th 610-632M) era nabi Muhammad SAW
Yaitu dari sejak jaman nabi Muhammad SAW menerima wahyu sampai dengan menjelang wafatnya (22 th 2 bulan 22 hari).
Penetapan hukum pada waktu nabi
Pada waktu nabi masih hidup tugas untuk mengembangkan dan menafsirkan ayat hukum dalam al qur’an terletak pada nabi (beliau) sendiri baik melallui ucapan, perbuatan dan sikap diam beliau yang disebut “sunnah” (yang kini dapat dibaca dalam kitab-kitab hadits). Menurut penelitian abdul wahab khallif hadits-hadits hukum berjumlah +4500 buah.
Zaman ini ada beberapa pandangan sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing.
a. Schact bicara tentang penyatuan agama dan hukum. Pada zaman nabi hukum terletak di luar bidang agama, tetapi pendapat ini kontradiktif dengan kesimpulan beliau yang menyatakan bahwa hukum islam adalah saripati dari jiwa islam. Manifestasi yang paling khas dari islam. Jadi hukum islam adalah inti dari islam itu sendiri.
b. oleh karena itu pendapat Schact ditanggapi oleh Dr. Ramadhan. Dia mengatakan bahwa pendapat prof. Schact itu hanya berarti klasifikasi teknis dari apa yang telah dilakukan oleh nabi. Artinya dalam menegakkan keadilan asas-asas dan prosedur teknis bersandar pada syariah. Kalau pengertian ini yang dimaksud oleh prof. Schact, maka pendapatnya dapat diterima walaupun kabur.
c. Gibbmengatakan bahwa aspek-aspek praktis dari ajaran agama dan sosial yang disamapaikan oleh Muhammad timbul bersamaan dengan lahirnya islam mtiu sendiri. pendapat ini karena beliau berpandangan bahwa hukum islam sebagai aspek praktis dari ajaran agama dan sosial yang disampaikan oleh Muhammad.
Pada zaman Nabi, hukum atau penetapan hukum itu belum mendapatkan bentuk tertentu. Hukum pada waktu itu masih berupa sesuatu yang keluar dari ucapan Nabi/yang tampak dari perbuatan-perbuatan nabi. Dengan demikian berjalannya hukum islam pada waktu itu tidak mendapatkan kesulitan yang berarti karena yang melaksanakan dan yang membuat adalah yang mempunyai wibawa rohani dan otoritas politik yang besar yaitu yang ada pada nabi Muhammad itu sendiri. karena kita ketahui pada waktu itu pada lingkungan masyarakat arab, keadilan hanya pada orang-orang kuat.
*wibawa rohani dan otoritas public yang besar keadilan hanya pada orang orang yang punya kedudukan (orang besar). Sehingga ramadhan menyatakan bahwa islam adalah sebuah revolusi karen amampu mengubah ahlak, jiwa, pikiran. Melalui nabi Muhammad, keadilan akhirnya terpaku pada al qur’an, sehingga keadilan tidak berbeda antara orang 1 dengan yang lainnya.
2. masa khulafahur rasyidin (th 632-662 M)/tahun 10-40 Hijrah
Setelah nabi wafat tugas nabi sebagai pemimpin masyarakat islam dan kepala Negara harus dilanjutkan oleh orang lain (sahabat-sahabat nabi) yang jabatannya disebut dengan sebutan, khalifah. Dengan wafatnya nabi Muhammad SAW, maka berhentilah wahyu yang turun (selama 22 th 2 bulan 22 hari). Nama-nama khalifah pengganti nabi, antara lain:
1. Abu Bakar Siddiq, 11-13 H (632-634 M) orang yang sangat dekat dengan nabi, sehingga ia dipercaya.
Abu bakar mengumpulkan ayat-ayat al qur’an dengan menugaskan kepada Zait Ibn Tsabit (sekretaris nabi).
Dalam hukum, cara beliau menyelesaikannya adalah dengan mencarinya di dalam al qur’an . apabila tak ada, maka beliau cari di sunnah nabi. Apabila tidak ada di keduanya, maka beliau bertanya pada orang-orang yang kemungkinan pernah mengetahui pendapat nabi yang pernah mengahdapi persoalan yang sama. Apabila tak ada barulah beliau bermusyawarah dengan sahabat-sahabat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Ditanya  qur’an, sunnah nabi, masyarakat. Sifatnya, abu bakar sidiq adalah seorang ahli hukum. Akhlak dari nabi tersebutlah yang memberikan perubahan bagi masyarakat islam.
Islam tidak dikenalkan sebagai agama baru, tapi sebagai agama-agama yagn pernah diabwa oleh nabi sebellumnya. Dalam bidang hukum, adat istiadat mereka tidak serta merta diubah/dinyatakan tidak berlaku. Kecuali yang nyata-nyata bertentangan dengan islam.

2. Umar bin Khattab 13-23 H ( 634-644 M)
Dengan meninggalnya abu bakar, maka diganti khalifah umar. Beliau melanjutkan kebijakan abu bakar dan meneyelesaikan masalah hukum. Selain itu beliau juga berani menafsirkan ayat-ayat qur’an berdasarkan kenyataan nyata yang dihadapi pada waktu itu. Sehingga pada zaman umar ini, banyak ijtihad yang dihasilkan. Contoh dalam hal talak tiga, zakat, ketentuan mengenai apakah orang muslim dapat menikahi orang non muslim.
Umar bin Khattab adalah orang yang pertama menyarankan ayat-ayat qur’an dikumpulkan dalam 1 kitab.
3. Usman bin Affan 23-35 H (644-656 M)
Jasa yang besar dari usman dapat menyusun wahyu-wahyu allah yang disampaikan Nabi Muhammad dan mengumpulkannya dalam kitab al qur’an. Pada masa usman ayat-ayat qur’an dibukukan dalam satu kitab.
4. Ali bin Abi Thalib 35-41 H (656-662 M)/Khalifah Alikeponakan Nabi.
Pada zaman khalifah Alli, mulailah menonjol kepentingan-kepentingan yang saling berebut pengaruh sehingga fatwa-fatwa hukum yang keluar dari khalifah ali kadang-kadang ditambah/dikurangi untuk kepentingan golongan itu. Padahal khalifah ali, sebagai ilmuwan beliau adalah ahli hukum yang bijaksana.
Khalifah empat ini terkenal dengan sebutan Khulafa’ur-rashidin yang artinya:para khallifah yang memimpin umat islam ke jalan yang benar.
Dengan meninggalnya khalifah 4, maka tak ada sahabat nabi lagi. Pada saat zaman nabi dan khalifah 4 pemerintah dan hukum dipegang penguasa.
Kelebihan dari masing-masing khalifah:
1. abu bakar: bijaksana
2. umar: keberanian berperang
3. usman: hakim
4. ali: ilmuwan.
Cara penetapan hukum:
a. mula-mula pemecahan masalah itu dicari dalam wahyu-wahyu Tuhan.
b. kalau tidak ada dalam wahyu dicari dalam Sunnah Nabi.
c. kalau dalam sunnah nabi tidak ada bertanya pada sahabat Nabi yang dikumpulkan dalam satu majelis untuk melakukan ijtihad.
3. masa Madzhab/masa pembinaan, pengembangan hukum islam (+750-1000M)
Abad ini dikatakan sebagai pembinaan dan pengembangan hukum islam dengan lahirnya para mujtahid (orang yang berijtihad). Para mujtahid ini memecahkan berbagai masalah hukum dalam masyarakat dan melahirkan madzhab-madzhab.
Timbulnya madzhab ini karena:
Perbedaan pendapat tentnag hukum islam dari para mujtahid sebagai akibat perlunya penerapan nas-nas hukum yang telah ada, berupa al qur’an dan hadits terhadap peristiwa-peristiwa baru yang timbul dan tidak disebut dalam al qur’an dan hadits serta memerlukan penentuan hukumnya. Perbedaan pendapat ini baru terjadi sesudah rasullulah wafat. Terjadinya perbedaan pendapat ini emrupakan suatu hal yang wajar, karena dilibatkan adanya peristiwa-peristiwa baru yang timbul berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya disamping keadaan mereka tidak sama tentnag pengetahuan dan pemahamannnya terhadap nas-nas syari’at dan tujuan-tujuannya. Selain itu adanya perbedaan tinjajuan dan dasar-dasar pertimbangan dalam menganalisa sesuaut persoalan hukum.
Factor lainnya karena keadaan mereka tidak sama dalam kesempatan, bakat dan hobi dalam mengabdikan dirinya untuk memberikan pelajaran hukum islam kepada murid-muridnya yagn kemudian menyebarkan dan membukukan fatwa-fatwanya untuk diwariskan kepada angkatan berikkutnya. Fatwa-fatwa yang disebarluaskan ini memberikan corak tersendiri dan mempunyai pendukung-pendukung tertentu, yang ekmudian menimbulkan madzhab (aliran).
Fatwa-fatwa dari mujtahid yang banyak pengikut (pendukungnya) antara lain:
1. Abu Hanifah (di Kufah/Irak), yagn melahirkan madzhab Hanafi (700-767 M). abu Hanifah, dan kemudian murid-muridnya lebih banyak mempergunakan pikiran (Ra’yu) dengan cara qiyas dalam memecahkan masalah masyarakat.
2. Malik bin Anas yang melahirkan madzhab Maliki (713-795 M) lahir di Yaman, hidup dan mengembangkan fahamnya di Medinah. Dalam menemukan hukum untuk diterapkan dalam suatu kasus yang konkret sumber hukum yang dipergunakan, selain al qur’an dan sunnah nabi adalah ijma’ penduduk Medinah, qiyas dari Marsalih al-Musalah.
3. Muhammad Idris As Syafii, yang melahirkan madzhab Syafii (767-820 M). lahir di Palestina, hidup di Mesir. Sumber hukum yang dipergunakan adalah al qur’an, sunnah, ijma’ Qiyas dan Istishab.
4. Achmad bin Hambal, yang melahirkan madzhab Hambali (781-855 M) hidup di Saudi Arabia. Sumber hukum yang dipergunakan sama dnegan Syafi’i, dengan menekankan atau mengutamakan al qur’an dan sunnah.
Keempat Mujtahid inilah yang kemudian terkenal sebagai pendiri-pendiri Madzhab Ahlul Sunnah Waljamaah (Ahllul=benar-benar mengikuti jejak nabi; jamaah=golongan mayoritas). Persamaan madzhab-madzhab ini bukan dari Iman madzhab itu sendiri tetapi oleh pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu menurut Dr. S. Ramadhan:”tiada satupun diantara madzhab-madzhab itu, yang benar-benar sudah ada yang berdiri semasa masih hidupnya para hli hukum yang namanya diambil sebagai nama madzhab itu”.
Madzhab-madzhab lainnya yangmerupakan madzhab minoritas antara lain:
1. Madzhab Syi’ah (Muchtar As Syi’ah=pengikut dan pendukung Khalifah Ali bin Abu Thalib).
2. Madzhab Mutajilah= golongan rationil yang mengembangkan ilmu kalam, ilmu hitung, ilmu matematika (logika).
Madzhab Ahlul Sunnah Wal Jamaah 4 madzhab.
Madzhab Syi’ah dikatakan madzhab ke-5. Yang menyatakan bahwa pemimpin sesudah Muhammad adalah Ali bin Abu Thalib. Golongan ini berkeyakinan bahwa sesungguhnyalah Ali adalah khalifah Rasullulah menurut hadits yang mereka yakini.
Di Indonesia lebih banyak menganut Madzhab Ahllul Sunnah Wal Jamah.

4. Masa kelesuan pemikiran hukum (abad X-XIX M)
Setelah era madzhab ada era Taqlid. Pada masa ini orang-orang malas berpikir, hanya mengikuti pendapat-pendapat nabi. Oleh karena itu timbul hak-hak yang tidak sesuai. Ada beberapa hal yang menyebabkan mereka malas berpikir: pada saat itu terus terjadi pertikaian-pertikaian politik. Oleh karena itu penyelesaian masalah hukum pada waktu itu berbau poltik apakah penyokong/tidak.
Masa ini dikatakan sebagai masa kelesuan pemikiran hukum, karena hukum islam berhenti berkembang. Masa ini juga disebut dnegan masa “Taqlid” (meniru), karena para ahli hukum tidak lagi menggali hukum dari sumbernya, tapi hanya mengikuti pendapat para madzhab sebelumnya dengan tanpa menyellidiki terlebih dahulu atau menyelidiki lebih jauh tentang segala sesuatu yang menjadi dasar pertimbangannya.
5. masa kebangkitan kembali hukum islam (abad XIX M-sekarang)
Masa ini merupakan rekasi terhadap sikap taqlid yang membawa kemunduran hukum islam. Gerakan-gerakan yang merupakan reaksi terhadap taqlid antara lain:
a. Gerakan salaf, yang dimulai pada abad 14 dengan pelopornya Ibn Taimiyah. Abad ke-14 muncul seorng ilmuwan bernama “Ibn Taimiyah”, tetapi kehidupan islam kembali terlihat pada abad ke-19 yaitu pada saat muncul Djamaluddin Al Afgani dan Muhammad Abduh. Pemikiran mereka sangat berkembang di Pakistan lalu muncul ajaran Ahmadiyah. Ahmadiyah terdiri dari Qadian dan Lahore.
Gerakan salaf bertujuan memperbaiki cara berpikir dan cara umat islam, yaitu mengembalikan ajaran islam kepada sumbernya yang utama/murni yaitu qur’an dan sunnah nabi, sekaligus meninggalkan pertentangan antar madzhab serta menghilangkan segala bid’ah (tahyul) dan churafat yang disisipkan ke dalam ajaran islam. Tokoh-tokoh hukum islma lainnya yang mempengaruhi gerakan salaf selain Ibn Taimiyah antara lain Djamaluddin Al Afgani (Indonesia), Muhammad Abduh (Afrika).
b. Gerakan modernism, yang bertujuan menyesuaikan kehidupan umat islam dengan perubahan jaman. Misalnya: memisahkan agama dari Negara dalam satu pemerintahan.
c. Pan Islamisme yang bertujuan mempersatukan umat Islam sedunia dengan Sultan Turki sebagai pimpinan tertinggi (Sultan Othmaniah) yang berpusat di Turki untuk melawan pengaruh dan penjajahan Barat.
Menurut prof Gibb:
Sejarah islam abad k e19 dan 20 M ini adalah sejarah kebangkitan dan perjuangan untuk menyesuaikan diri di bawah perangsang tantangan rangkap. Tantangan rangkap itu antara lain dari dalam sendiri, yakni pertentangan dalam tubuh umat islam dan bahaya yang menekan dari luar, yakni pengaruh-pengaruh dari Barat.
Pemecahan dalam mengahdapi tantnangan ini adalah dengan cara:
- Kedalam: membersihkan umat islam dari churafat dan takhayul yang menyesatkan dan menghilangkan keengganan berpikir bebas yang bertanggungjawab.
- Keluar: membendung pengaruh-pengaruh jelek dari Barat, menguji metode-metode dan tehnik-tehnik yang baik.
Posisi yang semacam ini membawa pertumbuhan hukum islam pada abad ini pada satu jurusan, yakni pengetrapan hukum yang bersumberkan al Qur’an dan al Sunnah itu di tenagh-tengahj masyarakat ramai sesuai dengan tuntutan zaman.
Ajaran islam yang masuk ke Indonesia pertama bukanlah aliran madzhab Ahlul Sunnah Waljamaah tapi aliran Syi’ah yang lebih menekankan pada Tassawuf daripada Syariah.
islam di pulau jawa dikembangkan oleh para wali yang akhirnya membentuk kekuatan politik di pesisir utara jawa yang akhirnya mereka dapat menguasai kerajaan Hindu pedalaman termasuk Mataram dan Cirebon.
Pada waktu Indonesia dikuasai Sultan-sultan, hukum islam berlaku langsung disamping hukum tradisional. Apabila sultan itu penganut aliran syufii/syi’ah maka masalah hukum kurang diperhatikan. Baru kemudian dnegan adanya gerakan Padri, syariah islam dapat ditegakkan. Gerakan padre ini mendapat pengaruh dari kaum wahabi.
Untuk mengimbangi gerakan padri ini di Sumbar, Belanda bekerjasama dengan kaum adat lalu memasukkan madzhab syafi’I karena lebih moderat.
Dikatakan pada abad ke-14 terjadi pembaharuan islam oleh Ibn Tamaiyah. Pembaharuan ini bertujuan untuk mengubah cara hidup dan cara berpikir umat islam. Hal ini disebut dnegan salaf (yang berarti membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama) maksudnya dari ajaran-ajaran Nabi yaitu Qur’an dan sunnah rassul (pedomannya). Gerakan salaf masuk ke Indonesia pada awal abad ke-19, di Sumbar.
Hukum islam pada zaman Hindia Belanda, seperti diketahui VOC kurang menghiraukan ajaran agama dan kebudayaan Indonesia, oleh karena itu maka hukum dan agama islam pada masa itu berjalan sesuai dengan ajaran lama. Tetapi pada perkembangannya kemudian, ada pemeritnah kolonialis belanda. Dengan adanya pemerintahan Belanda, kedudukan hukum islam mulai berubah, walaupun pemerintahan colonial belanda mengakui adanya hukum islam. Pengakuan tersebut tertuang dalam perubahan hukum, yiatu pasal 11 AB (Algemene Bepalingen von Wetgeving)/ peraturan-peraturan umum dan pasal 131 ayat (2) Indische Staatsregeling.
Perkembangan selanjutnya, ada perlakuan diskriminatif dari pemerintah belandaakibat perbandingan hukum islam dengan hukum adat. Pada abad 19 istilah hukum adat bellum ada, karena pada AB, disebutkan hukum agama (islam) dan hukum kebiasaan berlaku kuat sepanjang tidak bertentangan dengan hukum adat.
Istilah hukum adat baru muncul pada abad ke-19 oleh van Vollenhovenbapak hukum adat Indonesia. Beliau menyatakan bahwa hukum adat ada secara turun temurun sedangkan hukum agama adalah pelengkap. Berbeda dengan van Den Berg yang menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum agama. Artinya bagi yang beragama islam, juga beradat islamteori Receptio in Complexu (diterima secara keseluruhan).
Soal-soal latihan
1. jelaskan tahap-tahap sejarah hukum islam dilihat dari pertumbuhan dan perkembangannya!
2. jelaskan timbulnya madzhab (aliran) dalam hukum islam!
3. jelaskan yang dimaksud dengan madzhab Ahlul Sunnah Waljamaah, dan jelaskan yang dimaksud madzhab minoritas dalam islam!
BAB VIII
HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Yang dimaksud dengan sistem hukum di indoensia adalah sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Dilihat dari sistem hukum yang berlaku di indoensia berlaku sistem hukum yang majemuk. Dikatakan majemuk karena di Indonesia berlaku berbagai sistem hukum, yakni sistem hukum adat, sistem hukum islam dan sistem hukum barat (continental/eropa barat).
Kapan berlakunya ke-3 sistem hukum tersebut di Indonesia?
Sebellum menjawab pertanyyan ini, perlu diketahui terlebih dahulu kapan berlakunya ke-3 sistem hukum tersebut, dan bagaimana berlakunya ke-3 sistem hukum tersebut?
a. hukum adat
hukum adat telah lama dan telah lama pula berlaku di Indonesia.
Bila dibandingkan dengan kedua sistem hukum lalinnya yaitu sistem hukum islam dan sistem hukum barat, hukum adat adalah yang tertua umurnya. Kapan berlakunya di Indonesia dapat ditentukan dengan pasti. Namun dari catatan sejarah tata perundang-undangan di indoensia hukum adat dipelajari dan diperhatikan dengan seksama oleh ahli hukum Belanda sejak tahun 1927 dalam rangka pelaksanaan politik hukum pemeritnahan Belanda. Setelah teori resepsi dikukuhkan dalam pasal 134 ayat 2 IS (Indische Staatsregeling/UUD Hindia Belanda) tahun 1925.
b. sistem hukum islam
sistem hukum islam baru dikenal setelah agama islam disebarkan di Indoensia. Menurut hasil seminar yang diselenggarakan di Medan tahun 1963, Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijrah atau pada abad ke-7/ke-8 Masehi, pendapat lainnya mengatkakan Islam masuk ke Indoensia pada abad ke-13 Masehi. Daerah yang pertama didatangi adalah pesisir utara sumatera dengan pembentukan masyarakat islam pertama di Peuroelak (Aceh Timur) dan kerajaan islam pertama di indoensia yaitu Samudra Pasai (Aceh Utara).
Di pulau jawa kira-kira abad ke-13 islam dikembangkan oleh para wali. Para wali adalah para sufi yaitu orang-orang yang mengutamakan hidup suci tetapi militant dengan mengusai daerah-daerah pantai, akhirnya mendominasi kerajaan-kerajaan hindu pedalaman dengan terbentuknya kedultanan mataram, Cirebon dan brunai.
Kedatangan orang eropa terutama belanda mempercepat perkembangan islam di Indonesia, semula mereka membawa agama nasrani danmenjajah Indonesia.
Sejak kedatangan orang belanda ini umat islam mulai dapat berhubungan (kontak) dengan ahlul sunnah waljamaah, misalnya madzhab syafi’I di jawa dan bagian lain di Indonesia. Wahabi atau hambali di sumatera barat, hanafi dapat masuk di aceh disamping syafi’I melalui pengaruh sultan Othmaniah di Turki.
Gerakan salaf yang dimulai pada abad 14 dengan pelopornya Ibn Taimiyah masuk keindonesia tahun 1862. Gerakan salaf bertujuan memperbaiki cara berpikir dan cara hidup umat islam, yaitu mengembalikan ajaran islam kepda sumbernya yagn utama/murni yaitu qur’an dan sunnah nabi, sekaligus meninggalkan pertentangan antarmadzhab serta menghilangkan segala bid’ah (tahyul) dan churafat yang disisipkan ke dalam adaran islam, pengaruh gerakan salaf di Indonesia dengan adanya gerakan wahabi yagn dikenal dengan gerakan kaum padre (dibawah pimpinan Imam Bonjol/perang Padri 1822-1837), berdirinya perkumpulan “Perserikatan Muhammadiyah,” “Persatuan Islam”, dsb.
Gerakan salaf mempunyai pengaruh di Indonesia dengan berdirinya perkumpulan “Persyarikatan Muhammadiyah”, disamping gerakan salaf, gerakan modernism islam yang erupakan gerakan pembaharuan dalam islam juga berpengaruh dalam gerakan politik di Indonesia ditandai dengan lahirnya Nahdatul Ulama sebagai pembela madzhab syafi’i. gerakan modernism islam ini bertujuan untuk menyesuaikan kehidupan umat islam dengan peruabhan zaman. Misalnya: memisahkan agama dan Negara dalam suatu sistem pemerintahan. Jadi tidak mengenai ajaran islam itu sendiri, hanya perubahan dari luarnya. Di pulau jawa dan pulau-pulau lainnya hingga sekarang madzhab Syafi’I merupakan madzhab mayoritas.
c. Hukum Barat
hukum barat diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan kedatangan orang-orang belanda untuk berdagang di nusantara ini. Mula-mula hanya diperlakukan bagi orang belanda dan eropah saja, tetapi kemudian melalui berbagai upaya peraturan perundang-undangan (pernyataan berlaku, penundukan dengan sukarela, pemilihan hukum dan sebagainya). Hukum barat itu dinyatakan berlaku juga bagi mereka yang disamakan dengan orang eropah, orang timur asing (terutama cina) dan orang Indonesia.
B. HUBUNGAN HUKUM ADAT DENGAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Dalam buku-buku hukum yang ditulis oleh penulis Belanda/Barat dan mereka sepaham dengan penulis-penulis Belanda menggambarkan bahwa di Indonesia selalu digambarkan sebagai dua unsure yang bertentangan. Penggambaran ini dapat dipahami karena dengan sadar teori yang dipergunakan oleh pemerintah belanda adalah teori konflik, dengan maksud memecah belah dan mengadu domba rakyat Indonesia guna mengukuhkan kekuasaan belanda di Indonesia. Sikap ddari penggambaran ini dapat dilihat dari polemic van Vollenhoven dengan pemerintahannya dalam politik hukum yagn akan dilaksanakan di Hindia Belanda. Menurut van Vollenhoven hukum ada tsebagai hukum bagi golongan bumi putera, tidak boleh didesak oleh hukum barat, sebab kalau didesak hukum barat, maka hukum islamlah yang berlaku. Pernyataan van Vollenhoven ini didukung oleh B. ter Haar yang menyatakan antara hukum adat dengan hukum islam tidak mungkin bersatu, apalagi bekerjasama, karena titik tolaknya berbeda, hukum adat bertitik tolak dari kitab-kitab hukum hasil penalaran manusia, sedangkan hukum islam bertitik tolak pada agama (islam) sehingga kedua-duanya tidak mungkin dipertemukan dan merupakan pertentangan yang tidak dapat terselesaikan.
Dari pernyataan-pernyataan ini bagaimana kenyataannya dalam masyarakat adat sendiri? dalam kenyataannya tidaklah demikian. Hubungan antara hukumadat dan hukum islam inierat sekali tidak dapat dipisahkan seperti hubungan zat dnegan sifat sesuatu barang atau benda. Hubungan demikian tercermin dalam pepatah-pepatah di beberapa daerah. Seperti di Aceh:”Hukum ngon adat hantom cre, lagee zat ngen sipeut”.
Di Minangkabau dalam kesepakatan ninik mamak dan alim ulama di abad 19 melahirkan rumusan yang berbunyi “adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah (al-Qur’an). Perumusan ini diperkuat dalam rapat empat jenis (ninik mamah, iman-khatib cerdik pandai, manti-dubalang) di Bukittinggi tahun 1952 dan dipertegas lagi dalam kesimpulan seminar hukum adat minangkabau di padang bulan Juli 1968. Dalam seminar itu dieprtegas bahwa pembagian warisan orang minagkabau untuk harta pusaka Tinggi yang diperoleh turun temurun dari nenek moyang menurut garis keibuan dilakukan diwariskan menurut syara’ (hukum islam).
Bagaimana pandangan islam tetnag hubungan hukum adat dnegan hukum islam? Dilihat dari sudut al-ahkan al-khamsah (lima kategori kaidah hukum islam), adat dimasukkan dalam kategori ja’iz (mubah). Menurut TM Hasdi Ash-Siddieqy kategori kaidah jaiz ini, hukum adat adalah sebagai salah satu metode pembentukan hukum islam, asal saja tentunya adat itu tidak bertentangan dengan aqidah (keyakinan) islam. Di dalam kitab-kitab Fiqih Islam (bidang muamalat) banyak sekali garis-garis hukum yang dibina atas dasar urf/adat, karena para ahli hukum telah menjadikan urf/adat sebagai salah satu alat atau metode pembentukan hukum islam.
C. KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM TATA HUKUM INDONESIA
Yang dimaksud dengan kedudukan disini adalah tempat dan keadaan, susunan atau sistem hukum yang berlaku di suatu daerah atau Negara tertentu. Dengan demikian yang dimaksud kedudukan hukum islam di Indonesia adalah tempat dan keadaan hukum islam dalam susunan atau sistem hukum yang berlaku di Indonesia.
Berbicara tentang sistem hukum di Indonesia, tidak dapat dilepaskan dengan kenyataan sejarah hukum di Indonesia yang bersifat majemuk. Yaitu dengan berlakunya beberapa sistem hukum yang mempunyai corak dan susunan sendiri. sistem hukum yang dimaksud adalah sistem hukum adat, sistem hukum islam, dan sistem hukum barat. Bagaimana kedudukan hukum islam dalam ketiga sistem dimaksud, dapat dilihat dalam dua tahapan yaitu tahap sebelum kemerdekaan Indonesia yaitu dalam penjajahan belanda dan tahapan sesudah kemerdekaan Indonesia.
Dilihat dan tahapan pada waktu penjajahan belanda, ketiga sistem hukum ini walaupun disebut dalam kedudukan hukum hindia belanda, namun mulai berlaku di Indonesia pada waktu yan gberlainan. Hukum adat meskipun baru dikenal pada permulaan abad ke-20 tetapi merupakan hukum yang telah lama ada dan berlaku di Indonesia. Hukum islam telah ada di Kepulauan Indonesia sejak orang islam datang dan bermukim di Nusantara ini, yaitu abad ketujuh/kedelapan Masehi yang dibawa oleh para saudagar Gurajat dan Persia. Sedangkan hukum barat ada di Indonesia sejak pemerintah VOC menerima kekuasaan untuk berdagang dan menguasai kepulauan Indonesia dari pemerintahan hindia belanda pada tahun 1602. Karena hak yagn diperolehnya itu, maka VOC mempunyai 2 fungsi: pertama sebagai pedagang dan kedua sebagai badan pemerintahan. Untuk melaksanakan kedua fungsi itu dan supaya VOC berwibawa maka dibentuklah badan-badan peralihan untuk Indonesia. Namun karena di dalam praktek susunan badan peradilan yang disandarkan pada hukum belanda maka badan peradilan tidak dapat dijalankan. Oleh karena itu VOC membiarkan lembaga-lembaga asli yang ada dalam masyarakat berjalan terus seperti keadaan sebelumnya. Supaya peradilan itu dapat bejalan maka VOC meminta kepada D.W. Freijer untuk menyusun compendium yang memuat hukum perkawinan dan kewarisan islam. Dengan demikian berpegang pada compendium, pengadilan yang dibentuk VOC itu menyelesaikan perkara umat islam di wilayah-wilayah yang dikuasai VOC. Setelah VOC, inggris datang ke Indonesia pada abad ke-19. Pada zaman Raffles dinyatakan hukum yang berlaku di masyarakat adalah hukum islam. Tetapi setelah kekuasaan belanda dikembalikan oleh inggris, belanda mulai merasa ada ancaman. Oleh karena itu pada saat itu belanda mulai memasukkan ajaran-ajaran Kristen. Kemudian dengan banyaknya orang Kristen, Belanda memprediksi akan lebih mudah menata dan mengubah kehidupan bangsa Indonesia. Ini yang disebut politik hukum yang sadar terhadap Indonesia. Pada tahun 1855 berdasarkan pasal 75 RR diinstruksikan kepada pengadilan untuk mempergunakan undang-undang agama lembaga-lembaga dan kebiasaan sepanjang tidak bertentangan dengan asaas-asas kepatutan dan keadilan yang diakui umum.
Diakui berlakunya hukum agama antara lain hukum islam dalam pengadilan ini karena adanya pendapat dari Van den Berg yang menyatakan orang Islam di Indonesia telah meresepsi hukum islam secara keseluruhan sebagai kesatuan tidak sebagian-sebagian. Pendapat Van den Berg ini kemudian disebut dengan teori reception in complex. Pendapat ini kemudian ditentang oleh Christian Snouck Hurgronye berdasarkan penelitiannya terhadap orang-orang Aceh dan Gayo yang telah mendapat pengaruh hukum Islma, tetapi yang berlaku di kedua daerah itu bukanlah hukum islam, tetai hukum adat. Pendapat Christian Snouck Hurgronye ini kemudioan dikenal dengan teori Receptie. Pengaruh teori Receptie ini mempengaruhi politik hukum pemerintah hindia belanda dengan mendudukkan hukum islam dalam posisi, baru mempunyai kekuatan hukum kalau telah benar-benar diterima oleh hukum adat, sebagaimana dituangkan dalam pasal 134 ayat 2 IS.
Kemudian dilihat setelah kemerdekaan Indonesia, teori receptive ini masih berpengaruh dalam tata hukum di Indonesia dan kalangan ahli hukum. Dalam perkembangannya teori receptive ini banyak ditentang oleh kalangan ahli hukum islam. Salah satunya adalah Prof. Hazairin, yagn menyatakana bahwa teori receptive adalah teori iblis, karen amengajak orang islam untuk tidak menaati dan melaksanakan peritnah Allah dan Sunnah RasulNya. Hukum islam bukanlah hukum kalau belum diterima kedalam dan menjadi hukum adat.
Teori Receptie ini menurut Hazairin sudah tidakberlaku lagi dengan diarahkannnya hukum nasional di Indonesia, yang pertama-tama secara operasional dituangkan dalam Tap MPRS No. II/MPRS/1990, 3 Desember 1960, lampiran no. 38 yang menyatakan:”…bahwa dalam pembinaan hukum nasional, khususnya dalam penyempurnaan hukum perkawinan dan hukum kewarisan supaya diperhatikan factor agama, adat dan lain-lain. Disini factor agama didahulukan daripada hukum adat.
Dengan penegasan Tap MPRS No. II/MPRS/1960 ini dapat dikatakan sepanjang pengaturan itu hanya berlaku bagi pemeluk agama islam, maka hal itu harus diatur sesuai dengan hukum islam. Dmeikian pula bagi sistem hukum yang lain.
Berdasarkan Tap MPRS No. II/1960, maka politik hukum nasional Indonesia yang pokok-pokoknya ditetapkan GBHN, menetapkan bahwa disamping hukum adat dan hukum eks-Barat, hukum islam merupakan pula satu komponen tata hukum Indonesia dan menjadi salah satu sumber bahan baku bag ipembentukan hukum nasional. Dengan demikian kedudukan hukum islam dalam sistem hukum Indonesia adalah sama dan sederajat dengan hukum adat dan hukum barat.
Menurut ayuti Thalib (Sayuti, 1980 : 49), dalam kakitan dnegan hubunga nantara hukum adat dan hukum islam dalam perkembangan yang berlaku sekarang adalah teori reception a contrario sebagai kebalikan dari teori receptive. Teori receptive a contrario menyatakan, hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum islam.
Penerapan reception a contrario ini dapat dilihat dari penerapan hukum adat didaerah Minangkabau dan Aceh maupun dalam keputusan Pengadilan Agama. Hukum adat yang diterapkan adalah hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum islam atau terbatas pada hukum adat yang serasi dengan asas-asas hukum islam. Ini sesuai dengan ajaran mengenai sumber hukum islam, bahwa adat yang baik dapat dijadikan sebagai salah satu sarana atau cara pembentukan hukum islam.

Soal-soal latihan
1. jelaskan mengapa dikatakan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia berlaku sistem hukum yang majemuk?
2. bagaimana hubungan antara hukum adat dengan hukum islam di Indoensia menurut TM Hasdi Ash-Siddieqy?
3.a. bedakan pengertian dari teori reception in complex dari van den Berg dengan teori Receptie dari Snouck Hurgronye?
b. bagaimana tanggapan Hazairin dan ahli hukum lainnya terhadap teori receptive ini?
c. bagaimana kedudukan teori receptive dalam tata hukum hukum di Indonesia saat ini?
d. bagaimana pendapat Sayuti Thalib tentang hubungan antara hukum adat dan hukum islam dalam perkembangan yang berlaku sekarang?






















BAB IX
HUKUM ISLAM DALAM PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
Hukum nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu Negara nasional tertentu.
Atas dasar pengertian ini hukum nasional di Indonesia adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia dan berlaku bagi penduduk dan WNI.
Untuk pembangunan hukum nasional di Indonesia ini, dilakukan pembinaan hukum dengan mempergunakan politik hukum tertentu. Politik hukum yang digunakan adaah poitik yang berwawasan kebangsaan, berwawasan Nusantara, dan berwawasan Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan wawasan kebangsaan diharapkan sistem hukum nasional berorientasi penuh pada aspirasi serta kepentingan bangsa. Pengertian kebangsaan yang diannut disini adalah pengertian yang terbuka, yaitu: memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern namun tetap berpijak pada kepentingan bangsa.
Dan dnegan wawasan nusantara, diharapkan adanya sistim kesatuan hukum nasional yang mengarah pada suatu unifikasi hukum (suatu hukum bagi semua golongan masyarakat).
Kemudian dnegan wawasan bhinneka tunggal ika dimaksudkan bahwa dalam pembangunan hukum nasional tersebut, harus memeperhatikan kebutuhan-kebutuhan hukum khusus dari kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Sehingga kelompok masyarakat tersebut merasa mendapat perlakuan yang seadil-adilnya.
Ats dasar wawasan ini, hukum islam yang mempunyai kedudukan yang sama dnegan hukum-hukum lainnya dan merupakan bahan baku dalam pembinaan hukum nasional, telah ditransformasikan dalam hukum nasional.
Ditransformasikan hukum islam dalam hukum nasional ini, dibuktikan dengan dibentuknya:
1. UU No. 1 tahun 1974 tetnag perkawinan. Dalam pasal 2 ayat 1 dari UU menyatakan bahwa: perkawinan yang sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Dari bunyi pasal 2 ayat 1 ini membuktikan bahwa hukum islam telah menjadi bagian dari hukum positif di Indonesia dan harus dieprlakukan bagi orang islam.
2. UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang telah diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2006.
UU ini merupakan realisasi dari pasal 10 UU No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (LN tahun 1970 No. 74) yang telah dirubah dengan UU No. 35 tahun 1999, kemudian diganti dnegan pasal 10 UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
Dalam pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 yan gtelah diamandemenn oleh UU No. 3 tahun 2006 dinyatakan, bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang:
a. perkawinan
b. waris
c. wasiat
d. hibah
e. wakaf
f. zakat
g. infaq
h. shadaqah
i. ekonomi syari’ah
dan hukum acara peradilan agama yang berlaku di pengadilan agama dinyatakan dalam pasal 54 UU tersebut, sebagai berikut: “Hukum acara berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.
3. Kompilasi Hukum Islam
Disebarluaskan berdasarkan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991.
Soal-soal latihan
1. jelaskan 3 wawasan politik hukum dalam pembangunan hukum nasional di Indonesia?
2. jelaskan dengan contoh bahwa hukum islam telah ditransformasikan dalam pembangunan hukum nasional?
3. jelaskan tugas dan wewenang dari pengadilan agama serta hukum acara yang berlaku pada pengadilan agama berdasarkan amandemen UU peradilan agama No. 3 tahun 2006?
BAB X
KOMPILASI HUKUM ISLAM
(INSTRUKSI PRESIDEN NO. 1 TAHUN 1991)
1. istilah
- dari bahasa latin : compilare
- dari bahasa inggris : compilation
- dari bahasa belanda : compilatie
2. pengertian
- menurut bahasa : kompilasi adalah kegiatan pengumpulan dari berbagai bahan tertulis yang diambil dari berbagai buku/tulisan mengenai suatu persoalan tertentu.
- menurut bahasa hukum: kompilasi adalah sebuah buku hukum atau buku kumpulan yang memuat uraian atau bahan-bahan hukum tertentu, pendapat hukum atau juga aturan-aturan hukum.
- menurut hukum islam: kompilasi hukum islam adalah rangkuman dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oelh berbagai ulama fiqih yang biasa dipergunakan sebagai referensi pada pengadilan agama, untuk diolah dan dikembangkan serta dihimpun ke dalam satu himpunan.
Kompilasi hukum islamkumpulan dari berbagai pandangan. Pandangan tentang hukum yang dituangkan dalam bentuk diktat, dibuat oleh para ahli fiqih yang dijadikan referensi oleh pengadilan agama yang telah diolah dan dikembangkan, kemudian dihimpun dalam “kompilasi”.
Dasar hukum dalam mengadili perkara-perkara seperti yang tertuang dalam UU No. 7 tahun 2006/ UU No. 3 tahun 2006.
Dasar hukum tetang hal ini (kompilasi hukum islam adalah sangat lemah karena hanya berdasarkan Inpres No. 1 tahun 1991).
Sebenarnya isi instruksi ini hanya 2:
- Menyebarluaskan kompilasi hukum islam
a. Buku I tetang hukum perkawinan
b. Buku II tentang hukum waris
c. Buku III tentang hukum perwakafan
sebagaimana yang telah diterima oleh para ulama (berdasarkan Lokakarya Februari 1988 di Jakart)
- Melaksanakan instruksi dengan sungguh-sungguh dan bertanggungjawab
Mengapa inpres ini dapat dijadikan sebagai daar hukum?
Dalam konsideran, kompilasi ini dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang tersebut yang diatur oleh kompilasi. Kemudian instruksi ini ditindaklanjuti dnegan KepMen 154 tahun 1991 yang berisii melaksanakan inpres tersebut.
KepMen tersebut tentang seluruh lingkungan instansi dan Diktum I dalam menyelesaikan masalah perkawinan, waris dan wakaf sebisa mungkin memakai kompilasi selain UU lainnya. Kepmen ini kemudian ditindaklanjuti /ditujukan pada ketua-ketua pengadilan dan agama. Dengan dmeikian, walau secara hierarkhi inpres paling rendah tetapi dapat berlaku sebagai landasan hukum karena inpres ini juga terdapat dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945.
3. LATAR BELAKANG PENYUSUSNAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
Dalam kenyataannya tidak dapat dibantah, bahwa baik hukum islam di Indonesia emupun di dunia islam pada umumnya yang berlaku adalah fiqih hasil penafsiran pada abad 2 Hijriayah (abad 7-10 M) dan beberapa abad berikutnya (abad XX). Sehingga tidak ada keseragaman dan ada perbedaan dalam memecahkan masalah-masalah hukum islam. Hal ini terlihat dari keputusan pengadilan agama yang saling berbeda/tidak seragam, pada kasus yang sama. Keadaan demikian dikhawatirkan dimanfaatkan menjadi alat politik untuk memukul orang yang semestinya membawa rahmat dikhawatirkan membawa laknat, yang menjadi sebab perpecahan.
4. TUJUAN PENYUSUSNAN KOMPILASI HUKUM ISLAM
a. agar adanya pedomanfiqih yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh seluruh bangsa Indonesia yang beragama islam.
b. tidak akan terjadi lagi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga lembaga peradilan agama
c. sebab-sebab kkhilaf yang sisebabkan oleh masalah fiqih dapat diakhiri.
TUJUAN
a. untuk merumuskan secara sistemtis konkretnya (berlakunya) hukum islam di indoenesia.
b. untuk dijadikan landasan penerapan hukum islam di lingkungan peradilan agama
c. sifat kompilasi berwawasan nasional, sehingga kompilasi dapat diberlakukan di pengadilan-pengadilan agama seluruh Indonesia
d. untuk dapat terbinanya pembinaan kepastian hukum yang lebih seragam.
DENGAN TUJUAN ITU FUNGSI KOMPILASI ADALAH:
a. sebagai langkah awal untuk mewujudkan kodifikasi dan unifikasi hukum islam
b. sebagai pegangan dari para hakim pengadilan agama
c. sebagai pegangan bagi masyarakat mengenai hukum islam yang berlaku.
5. ISI KOMPILASI HUKUM ISLAM
Isi kompilasi  secara keseluruhan kompilasi hukum islam terdiri atas 229 pasal.
a. Buku I Tentang Hukum Perkawinan : 19 Bab terbagi atas 170 pasal
b. Buku II Tentang Hukum Kewarisan termasuk dalam wasiat dan hibah : 5 Bab pasal 171 UU
c. Buku III tentang Perwakafan : 5 Bab pasal 213-228.
Apabila dibandingkan dnegan UU No. 1 tahun 1974, maka ada sedikit perbedaan baik tentang pengertian maupun tujuan
- Menurut KHI, perkawinan adalah pernikahan yaitu akad yang sanagt kuat untuk mentaati peritah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah (pasal 2 kompilasi) sedangkan tujuan perkawinan (pasal 3 kompilasi) adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.
- Menurut UU No. 1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dnegan wanita sebagai suami istri. Tujuannya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa.
Ad. A) BUKU I TENTNAG HUKUM PERKAWINAN
1. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN (PASAL 2 DAN PASAL 3)
2. SAHNYA PERKAWINAN (PASAL 4)
“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Bunyi pasal 2 ayat 1 UU perkawinan:
“perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dari bunyi pasal 2 ayat 1 ini dapat dinyatakan, bahwa perkawinan mutlak harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, kalau tidak, maka perkawinan itu tidak sah. Pernyataan ini sesuai dengan bunyi penjelasan pasal 2 ayat 1 dari UU No. 1 th 1974 yang menyatakan, bahwa dengan perumusan pada pasal 2 ayat 1 ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan UUD 1945. Yagn dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undnagan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam UU ini.
Dalam kaitan dengan bunyi pasal 2 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 beserta penjelasannya dan ketentuan pasal 4 kompilasi hukum islam, masalah yang perlu dibahas dari pasal-pasal tersebut adalah tentnag bilamana suatu perkawinan itu sudah dianggap sah menurut masing-masing agama.
Dalam kuliah ini tidak bermaksud untuk membahas satu persatu tentnag sahnya perkawinan dari masing-masing agama. Sesuai dnegan lingkup kuliah, yagn dibahas hanya tentang bilamana sahnya perkawinan menurut hukum islam.
Mahmud Yunus mmenyatakan bahwa dalam islam, perkawinan adalah akad antara calon suami dan calon istri untuk memenuhi hajad jenisnya menurut apa yang diatur oleh syara’. Akad adalah ikatan atau perjanjian yang terdiri dari ijab dan Kabul. Ijab diucapkan oleh wali mempelai perempuan, dan Kabul diucapkan mempelai laki-laki.
Hilman Hadikusuma dalam bukunya “Hukum Perkawinan Indonesia”, menyatakan bahwa perkwinan menurut hukum Islam adalah akad (perikatan) antar awali wanita calon istri dengan pria calon suaminya. Akad nikah ini harus diucapkan oleh si wali wanita dengan jelas berupa ijab (serah) dan diterima (Kabul) oleh si calon suammi yan gdilaksanakan di hadapan dua orang saksi yan gmemenuhi syarat. Jikat tidak demikian perkawinan tidak sah. Sebagaimana dinyatakan dalam Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Bukhari Muslim, bahwa: Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”.
Dari ahli-ahli fiqih menyatakan bahwa tata cara perkawinan dalam islam adalah dengan upacara akad nikah yang memenuhi rukun dalam perkwinan ini, adalah hakekat dan sendi-sendi untuk adanya perkawinan. Misalnya, ada mempelai, wali, saksi, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisah-pisahkan. Dan yang dimaksud dengan syarat perkawinan adalah segala sesuatu yang harus diadakan dan dipenuhi untuk sahnya perkawinan, tetapi tidak termasuk di dalam sesuatu yang menjadi hakekat perkawinan it sendiri. misalnya: syarat dari mempelai laki-laki minimal 19 tahun, wanita minimal 16 tahun, syarat saksi adalah laki-laki muslim, adil, akil balig.
Berdasarkan pada pendapat ahli hukum maupun ahli fiqih ini, dapat dinyatakan bahwa sahnya perkawinan menurut hukum islam adalah setelah dilakukan upacara ijab dan Kabul (akad nkah) dengan memenuhi rukun dan syaratnya.
Dalam pasal-pasal kompilasi hukum islam maupun penjelasannya tidak menjelaskan secara rinci bilamana suatu perkawinan dinyatakan sah menurut hukum islam. Namun dari bunyi pasal-pasalnya mencerminkan, bahwa sahnya suatu perkawinan menurut hukum islam adalah setelah diadakan akad nikah dengan memenuhi rukun dan syaratnya, sebagaimana diuraikan berikut ini:
1. Upacara Akad Nikah (Pasal 2)
2. Rukun PErkawinan (Pasal 14)
3. Syarat perkawinan:
a. Calon suami dan calon istri (Pasal 15 s/d pasal 18 dan pasal 39 s/d pasal 44)
b. Wali nikah (Pasal 19 s/d pasal 23)
c. Dua orang saksi (Pasal 24 s/d pasal 26)
d. Ijab dan Kabul (Pasal 27 s/d pasal 29), serta adanya kewajiban mahar bagi calon mempelai laki-laki (Pasal 30 s/d pasal 38).
4. Pencatatan Perkawinan dan Itsbat Nkah (Pasal 5-7)
5. Beristri LEbih Dari Seseorang (Pasal 55 s/d 59)
6. Pencegahan PErkawinan (pasal 60 s/d pasal 69)
7. Batalnya Perkawinan (Pasal 70 s/d 76)
8. Putusnya Perkawinan, sahnya perceraian dan alasan perceraian (pasal 113 s/d pasal 116)
a. Sebab-sebab putusnya perkawinan, sahnya perceraian dan alasan perceraian (pasal 113 s/d pasal 116)
b. putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena talak (pasal 117 s/d pasal 122)
c. Putusnya perkawinan karena perceraian dapat terjadi karena khuluk (pasal 124)
d. Putusny akhirnya karen aperceraian dapat terjadi karena li’an (pasal 125 dan pasal 126)
e. Gugatan perceraian diajukan oleh istri (pasal 132 s/d pasal 148)
f. Akibat putusnya perkawinan karena talak (pasal 149 s/d pasal 152)
g. Waktu tunggu (pasal 153 s/d pasal 155)
h. Akibat perceraian terhadap pemeliharaan anak /hadhanah (pasal 156)
9. RUjuk (pasal 163 s/d pasal 169)
AD B) BUKU II : HUKUM KEWARISAN (VI BAB)
1. Kerangka Sistematika Mengenai Hukum Kewarisan
Di dalam al-Qur’an, ayat-ayat kewarisan disebutkan dalam ayat-ayat yang pokok saja, yaitu mengenai pembagian harta warisan dsan garis hukum dalam ayat-ayat kewarisan. Ayat-ayat kewarisan tersebut antara lain terdapat dalam surat 4 ayat 7, surat 4 ayat 11, surat 4 ayat 33 dan sura t4 ayat 176. Sedangkan hadits-hadits kewarisan melanjutkan hal-hal yang pokok dari al-qur’an.
Di dalam kompilasi hukum islam sebagai himpunan bahan-bahan hukum materiil islam yang diambil dari berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama fiqih, memebri kerangka sistematika mengenai hukum kewarisan sebagai berikut:
Bab I : Ketentuan Umum (Pasal 171 huruf a s/d huruf h)
Bab II : AHli Waris (Pasal 172 s/d Pasal 175)
-Terhalangnya Seseorang Untuk Menjadi Ahli Waris (Pasal 173)
-Terhalangnya seseoran guntuk menjadi ahli waris pada dasarnya hanya berupa melakukan kejahatan terhadap pewaris.
- Siapa Sebagai Ahli Waris (Pasal 174 ayat 1)
Dalam pasal ini secara singkat disebutkan hubungan saling mewarisi adalah karena hubungan darah dan menurut hubungan perkawinan, serta menyebutkan keutaman dari masing-masing ahli waris jika semua ahli waris ada.
- Keutamaan Ahli Waris, Jika Semua Ahli Waris Ada (Pasal 174 Ayat 2)
- Kedudukan Anak Angkat (Pasal 171 huruh h):
Anak angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
Dalam terjemahan al-Qur’an surat 33 ayat 4 tentnag anak angkat:”…Allah tidak menjadikan anak angkatmu jadi anak bagimu”.
Terjemahan Surat 33 ayat 5:”…Panggillah anak angkat itu dengan nama yang disertai dengan nama ayahnya”.
Ketentuan yang tertera dalam terjemahan ayat Al-Qur’an ini menegaskan bahwa menurut hukum islam anak angkat tidak saling mewarisi dengan orangtua angkatnya. Akan tetapi, anak angkat berhak mendapatkan bagian harta orang tua angkatnya atau orang tua angkat berhak mendapatkan bagian anak angkatnya melalui prosedur lain.
- Keudukan Anak Luar KAwin (Pasal 186):
“Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya”
- Kewajiban Ahli Waris Terhadap Pewaris (Pasal 175)
BAB III: BESARNYA BAGIAN WARISAN BAGI AHLI WARIS
- Anak laki-laki dan perempuan (pasal 176)
- Ayah (pasal 177)
- Ibu ( pasal 178)
- Duda (pasal 179)
- Janda (pasal 180)
- Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu/saudara tiri (pasal 181)
- Saudara laki-laki dan saudara perempuan seayah/saudara kandung (pasal 182)
- Ahli Waris Pengganti (Pasal 185)
BAB IV. AUL DAN RAD (Pasal 192, 193)
BAB V. WASIAT (PASAL 194 S/D PASAL 209)
BAB VI. HIBAH (PASAL 210 S/D PASAL 214)
2. SKEMA AHLI WARIS DALAM KEWARISAN





Perempuan Laki-laki





Perempuan Meninggal Laki-laki Meninggal

























3. LANGKAH-LANGKAH YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM MENYELESAIKAN PEMBGAIAN WARISAN (DENGAN BERPEDOMAN PADA KOMPILASI HUKUM ISLAM):
1. Menentukan Ahli Waris
2. Terhalangnya Seseoran gUntuk MEnjadi Ahli Waris (Pasal 173)
3. KEwajiban AHli Waris Terhadap Pewaris (Pasal 175)
4. Menentukan Porsi atau Furudhul Muqaddarah (ketentuan bagian masing-masing)
5. Mengerjakan PEmbagian Warisan Dengan MEmperhatikan Penggolongan dari Ahli Waris.
Penggolongan ahli waris dalam membagi warisan perlu diketahui untuk meneyelsaikan bagian waris mana yang didahulukan dan mana yang diselesaikan kemudian.
Menurut ajaran kearisan bilateral, ada 3 golongan ahli waris, yaitu:
a. Dzul Faraa-adh/ Dzawil Furud
b. Dzul qarabat/Dzawil qarabat/ Asabah
c. Mawali
Ad a) Dzul Faraa-idh/Dzawil Furud
Penamann Dzul Faraa-idh adakalanya disebut juga dengan Dzawil Furud seperti yang disebutkan dalam Kompilasi hukum islam. Semua pihak baik dari ajaran Syafi’i/ ahlul Sunnah wal Jamaa’ah maupun ajaran bilateral Hazairin ataupun Syi’ah mengenal dan mengakui adanya golongan ahli waris Dzawu lFurud ini. Dzul artinya mempunyai, Al-faraa-idh dari kata jamak al-farii-dha artinya bagian. Dengan demikian arti dari Dzaawil Furud adalah orang yang mempunyai bagian tertentu. Dnegan kata lain Dzawil Furud adalah bagian ahli waris yang oleh Al-Qur’an telah ditentukan bagiannnya yang pasti dan tetap tidak berubah-ubah. Diantara Dzawii Furud tersebut ada yang selalu menjadi Dzawil Furud saja, dan pada kesempatan yang lain bisa menjadi ahli waris yang bukan Dzawil Furud. Mereka yang selalu menjadi Dzawil Furud saja, antara lain:
a. ibu
b. duda
c. janda
dan mereka yang dalam kesempatan lain menjadi ahl iwaris yang bukan Dzawil Furud, antara lain:
a. anak perempuan yang tidak didampingi oleh anak laki-laki
b. ayah
c. saudara laki-laki
d. saudara perempuan
Ad b) Dzul karabat/ Arabah
Dzul karabat /asabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang sudah terbuka (sisa). Maksudnya sisa harta warisan setelah diambil golongan ahli waris dzawil furud. Penamaan Dzul karabat berasal dari ajaran kewarisan bilateral, sedangkan ajaran kewarisan patrilineal Syafi’I memberi nama dengan sebutan asabah. Dan ajaran kewarisan Syi’ah memakai sebutan Dzul karabat, yang artinya mempunyai hubungan keluarga dekat atau terdekat. Menurut ajaran kewarisan bilateral yang termasuk dzawil kerabat/asabah, antara lain:
- Anak laki-laki
- Anak perempuan yang didampingi laki-laki
- Ayah
- Saudara laki-laki dalam hal tidak ada anak
- Saudara perempuan yang didampingi saudara laki-laki dalam hal tidak ada anak.
Ad c) Mawali/Ahli Waris Pengganti (Pasal 185)
Mawali adalah ahli waris yagn menggantikan seseorang untuk memperoleh bagian warisan yang tadinya akanm ndiperoleh orang yang digantikan itu. Hal ini disebabkan orang yang digantikan itu adalah orang yang seharusnya menerima warisan kalau ia masih hidup, tetapi dalam kasus bersangkutan dia telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris. Orang yang digantikan ini merupakan penghubung antara orang yang menggantikan ini dengan pewaris yang meninggalkan harta peninggalan. Mereka yang termasuk mawali, antara lain: keturunan anak pewaris, keturunan saudara pewaris atau keturunan orang yang mengadakan semacam perjanjian mewaris (bentuknya dapat saja dalam bentuk wasiat) dengan si pewaris.
Dalam ajaran kewarisan patrilinial golongan ketiga ini disebut Dzawul arhaam.
Ad c) BUKU III: HUKUM PERWAKAFAN
BAB I : KETENTUAN UMUM
BAB II : FUNGSI, UNSUR-UNSUR DAN SYARAT-SYARAT WAKAF
BAB III: TATA CARA PERWAKAFAN DAN PENDAFTARAN BENDA WAKAF
BAB IV: PERUBAHAN, PENYELESAIAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF
BAB V: KETENTUAN PERALIHAN
Soal-soal latihan:
1a. Jelasakan latar belakang dan tujuan penyusunan Kompilasi Hukum Islam
b. dilihat dari isinya Kompilasi Hukum Islam yang disebarluaskan berdasarkan Instruksi Presiden No. 1Tahun 1991, mengatur bidang hukum apa saja?
2a. Jelaskan bilamana perkawinan dalam hukum islam dinyatakan sah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 kompilasi hukum islam?
b. apakah perbedaan dan hubungan antara rukun dan syarat perkawinan dalam hukum islam? Jelaskan jawaban saudara berdasarkan kompilasi hukum islam!
c. Bilamana diadakan Itsbat nikah dan apa syarat-syarat dari istbat nikah tersebut?
3. Seorang istri telah dijatuhi talak kedua oleh suaminya di depan sidang pengadilan agama. Apakah talak yang demikian dapat dirujuk dan apa syarat-syarat untuk rujuk tersebut? Jelaskan jawaban saudara berdasarkan komilasi hukum islam!
4. seorang istri telah dijatuhi talak ketiga oleh suaminya tidak di depan sidang pengadilan agama.
a. apakah talak yang dijatuhkan oleh suami tersebut dapat dinyatakan sah?
b. apakah talak yang demikian dapat dirujuk? Jelaskan jawaban saudara degan menunjuk pasal-pasal dari kompilasi hukum islam!
5. seorang perempuan meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang terdiri dari: ibu, duda, dua anak laki-laki, satu anak perempuan, dan dua orang saudara laki-laki seayah. Sebelum meninggal dunia pewaris membuat surat wasiat yang isinya memberikan sebagian hartanya kepada satu-satunya anak angkatnya (laki-laki).
Pertanyyan:
a. apakah pemberian sebagian harta pewaris melalui surat wasiat dapat dibenarkan menurut kompilasi hukum islam? Jelaskan jawaban saudara berdasarkan pasal-pasal dalam kompilasi hukum islam.
b. bagaimana gambar skema dari pembagian warisan tersebut, serta sebutkan bagian masing-masing ahli waris berdasarkan kompilasi hukum islam.
c. dari ahli waris yang ditinggalkan, siapa saja yang tergolong sebagai Dzawil Furud dan siapa tergolong sebagai Dzawil Qarabat.
6. seorang meninggal dunia, meninggalkan ahli waris yang terdiri dari ibu, janda, 2 anak perempuan, 1 anak laki-laki. Sebelum meninggal dunia pewaris membuat wasiat yang isinya memberi uang Rp. 7.000.000,- untuk anak laki-laki angkatnya yang diambil dari harta peninggalannya. Sisa harta peninggalannya setelah dikurangi wasiat anak angkat dan kewajiban lainnya berjumlah Rp. 48.000.000,-
a. apakah wasiat yang diberikan kepada anak angkat dapat dibenarkan? Jelaskan jawaban saudara berdasarkan kopilasi hukum islam!
b. gambar skemanya dan hitung bagian masing-masing ahli waris
7. seorang meninggal dunia, ahli warisnya 3 orang anak perempuan dan ayah sebagai ahli waris asobah. Gambar skemanya dan hitung berapa besar bagian masing-masing ahli waris, jika harta peninggalannya sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus juta rupiah).
8. bilamanakah suatu perwakafan dinyatakan sah menurut hukum islam? Jelaskan jawaban saudara menurut ketentuan kompilasi hukum islam.
Contoh Cara Pembagian Warisan:
Seorang meninggal (laki-laki), meninggalkan ayah (a), ibu (b), dan dua orang anak perempuan (c dan d).
Pertanyaan:
a. bagaimana gambar skema dari pembagian warisan tersebut?
b. bagaimana penyelesaian pembagian harta warisan tersebut?
Jawaban:
a. gambar skema dari pembagian warisan
b. pembagian harta warisan
ayah (a) = 1/6, Dzawil Furud (pasal 177 kompilasi hukum islam)
ibu (b) = 1/6, Dzawil Furud (pasal 178 kompilasi hukum islam)
2 anak perempuan (c dan d) = 2/3, Dzawil Furud (pasal 176 kompilasi hukum islam)
Jumlah = 2/3 + 1/6 + 1/6 = 4/6 + 1/6 + 1/6 = 1
Soal UAS
1. uraikan tetang perkembangan hukum islam sebagai hukum yang berlaku di Indonesia sesudah proklamasi kemerdekaan! Jelaskan dengan menunjuk peraturan-peratuan yang berlaku dan pengadilan agama sesuai dengan peraturan tersebut (jelaskan wewenangnya)
2. seorang gadis bernama Ani. Dia berpacaran dengan Ali walaupun ditentang orangtuanya karena mereka masih bersaudara sepupu. Ani adalah anak dari paman Ali. Tetapi mereka tak menghiraukan justru mengambil jalan pintas hingga Ani hamil (belum menikah)
Pertanyaannya:
a. bagaimanakah Syari’ah menilai peristiwa tersbeut? Apa hukum perbuatan itu? Akibat hukumnya bagaimana? Dan bagaimana menyelesaikannya?
b. bagaimana penyelesaiannya menurut kompilasi hukum islam?
3. Anwar adalah orang sangat kaya, walaupun dia bukan merupakan tamatan pesantren (IAIN/ Institute Agama Islam Negeri) dia mempunyai pondok pesantren sendiri. punya santri banyak baik laki-laki maupun perempuan. Karena itu dia menjadi agak sombong dan mempunyai pikiran yang agak sesat. Dia mengira dia menjadi kayak arena dia kawin lagi dengan anak yagn masih muda (anak berumur 17 tahun). Dengan pemikiran yang demikian, karena dia ingin menambah kekayaannya, maka dia mengawini seorang gadi yang merupakan santrinya yang masih berumur 11 tahun. Perkawinan ini bisa terjasi karena Anwar membujuk ortu si gadis dengan dijanjikan pekerjaan yang mapan.
Pertanyaannya:
a. menurut fiqih (al-ahkam al-khamsah), apakah hukumnya perkawinan antara Anwar dengan gadis berumur 11 tahun tadi? Jelaskan jawaban anda!
b. Jelaskan apakah menurut sya’riah, perkawinan antara Anwar dengan gasi 11 tahun itu sah?
c. apakah perkawinan Anwar dengan gadis berumur 11 tahun itu telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebut dalam kkompilasi hukum islam dan apakah perkawinan tersbeut sah menurut kompilasi hukum islam?
4. Azis seorang laki-laki meniggal dunia dengan meninggalkan seorang istri, seorang anak perempuan, ayah dan ibu. Harta peniggalan Azis setelah dikurangi biaya penguburan, biaya perawatan dan hutang-hutang masih tersisa 48 milyar. Pada awktu pembagian harta waris, datang 2 orang perempuan saudara kandung Azis untuk menyaksikan pembagian waris tersebut.
Pertanyaan:
a. jabarkan silsilah keluarga Azis!
b. siapa sajakah yang berhak mewarisi?
c. berapa rupiahkah yang diterima masing-masing ahli waris?
d. apakah 2 orang perempuan, saudara kandung Ali dapat memperoleh bagian/ waris itu? Jelaskan jawaban anda.
5. Amir seorang laki-laki yang meninggal dalam perjalanan dinas. Dia mempunyai 1 orang istri dan 2 anak perempuan. Selain itu dia juga meninggalkan ayah dan ibu dan 2 orang saudara perempuan! Pada waktu meninggal, dia meninggalkan harta sebedsar 65 milyar. Tetapi dia belum bayar zakat untuk tanah yang dibellinya setahun lalu sebesar 1 milyar. Selain itu dia telah meninggalkan wasiat bahwa apabila dia meninggal, oran gsaudara perempuannya masing-masing mendapatkan waris sebanyak 2,5 milyar. Selain itu, untuk anak angkatnya memperoleh 5 milyar. Sedangkan biaya perawatan dan penguburan sudah ditanggung instansi.
a. gambarlah silsilah dari keluarga Amir ini!
b. Siapa sajakah ahli waris dari Amir?
c. Hitung berapa bagian dan berapa rupiahkah yang diterima masing-masing ahli waris!
6.Ridwan pengusaha sukses bermaksud mewakafkan tanahnya seluas 5 hektar kepada yayasan Kartini dengan tujuan/ dengan maksud supaya di atas tanah itu didirikan sekolah lengkap dengan sarana prasarananya. Di samping sekolah harus ada masjid. Maka terjadilah akad wakaf/perjanjian wakaf antaraa pak Ridwan dengan pengurus yayasan Kartini yang diwakili oleh Ibu Aminah. Perjanjian ini disaksikan pula oleh aparat keamanan. Setelah perjanjian itu, maka dibangunlah sekolah dan masjid. Seiring dengan perkembangan, kawasan itu menjadi sangat ramai dan strategi untuk berbisnis. Karena Ibu Aminah sudah meninggal, yayasan dipegang oleh Bu Ratna. Dan Bu Ratna bermaksud memindahkan sekolah dan masjid ke lain wilayah. Dan dia menjual tanah itu ke investor. Rudi anak Pak RIdwan setelah mendengar itu, datang menemui Bu Ratna, karena Pak Ridwan telah meninggal dan Rudi minta kembali tanah itu
Pertanyaannya:
a. apakah perjanjian wakaf antara Pak Ridwan sebagai pemberi wakaf dan Bu Aminah sebagai penerima wakaf itu sah? Jelaskan jawaban saudara!
b. menurut kompilasi hukum islam, apakah tindakan Rudi dapat dibenarkan? Jelaskan jawaban anda!

Tambahan:
Jika ada seorang laki-laki meninggal dengan seorang istri, 2 orang anak perempuan, 1 anak tapi masih punya ayah dan ibu. Bagian yang pasti (Faraidh) adalah bagian untuk janda dan duda serta ayah dan ibu.
Apabila hanya punya anak perempuan maka dapat bagian yang pasti juga  Faraidh (dapat bagian pasti).
Apabila hanya punya anak laki-laki, dia akan jadi Ashabah yaitu dapat sisa dari Faraidh.
Anak perempuan yang didampingi anak laki-laki jadi ashabah juga.

Dalam islam dikatakan bahwa panggillah anak angkatmu dengan nama bapaknya. Artinya bahwa anak angkat tidak memutuskan hubungan darah dengan ortu kandungnya. Sehingga apabila si anak angkat menigngal, yang idcari pertama adalah ortu kandungnya baru ke istri dan anak.
Lalu bagaimana dengan ortu angkat?
Ortu angkat haruslah diberi wasiat (wasiat wajib), apabila tak ada wasiat maka ortu angkat dapat 1/3 dari harta waris. Harta lainnya dibagi sesuai dengan ketentuan masing-masing.
Kalau yang meninggal, ortu angkat maka anak angkat juga dapat wasiat wajib minimal 1/3 harta waris.
Hibah harta diberikan pada saat masih hidup
Wasiat kata/tulisan tentang menyatakan kehendak untuk memberikan dibuat pada si pemberi wasiat masih hidup tetapi proses penyerahan saaat duah meninggal.
Waris semua hal dilakukan saat si pemberi waris meninggal.
WAKAF
Artinya memberikan sesuatu, berupa benda tetap untuk kemanfaatan agama dan masyarakat, yang harus digunakan sesuai dengan tujuan wakaf.
Apabila benda wakaf itu dialihfungsikan/digunakan tidak sesuai dengan tujuan wakaf/tujuan pemberi wakaf, maka benda wakaf ini harus dikembalikan pada pemilik awalnya.
Harus menunjukkan tujuan dari wakaf
Pemberi dan penerima wakaf harus sudah cukup umur, sehat akal dan pikiran.
Apabila terjadi perselisihan tentang wakaf diselesaikan di pengadilan agama.
Orang-orang yang tak boleh menerima warisan (kecuali dalam surat wasiat ini tertulis bahwa wasiat tersebut sebagai “balas jasa”)
1. orang yang memberikan pelayanan perawatan kesehatan kepada seseorang (ex: dokter, perawatnya)
2. rohaniawan
3. notaries dan saksi-saksi pembuat akta waris