Selasa, 21 Juni 2011

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

APA DAN BAGAIMANA DENGAN MAKANAN DALUWARSA
 Dalam Permenkes RI No. 180/1985 tentang makanan daluwarsa, pasal 1:
(a) : makanan adalah barang yang diwadahi dan diberikan label yang digunakan sebagai makanan tetapi bukan obat.
(b) : makanan daluwarsa adalah makanan yang telah lewat tanggal daluwarsa
(c) : tanggal daluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya.
 Pada label dari makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan harus dicantumkan tanggal daluwarsa secara jelas (pasal 2)
 Makanan yang rusak baik sebelum maupun sesudah tanggal daluwarsa dinyatakan sebagai bahan berbehaya (pasal 4)
 Pelanggaran terhadap pasal 2 dikenakan sanksi administrative dan atau sanksi hukum lainnya dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 5)
 Kep. Dirjen POM No. 02594 th 1991, makanan tertentu yang harus mencantumkan daluwarsa:
1. Roti, biscuit dan produk sejenisnya
2. Makanan rendah kalori
3. Makanan penambah zat gizi (Nutrient Supplement)
4. Coklat dan produknya
5. Kelapa dan hasil olahannya nata de coco
6. Minyak dan lemak
7. Margarine  lebih bagus, lebih mahal dari mentega. (kenapa mentega dan margarine dibedakan? Lemaknya yang berbeda yaitu lemak nabati dan hewani).
8. Mentega dn kacang
9. Produk telur
10. Saos
11. Minuman ringan tidak berkarbonat
12. Sari buah  dalam kaleng, sari buah marissa.
13. Susu
 Pasal 3 Kep. Badan POM No: Hk 00.05.23.0131 tanggal 12 Januari 2003 menyebutkan:
1. Obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan harus mencantumkan tanggal daluwarsa
2. Tanggal daluwarsa dari produk harus mudah dilihat
3. Obat tadisional tertentu tidak diwajibkan mendaftar  jamu
4. Produk-produk yang tidak diwajibkan mencantumkan tanggal daluwarsa, diantaranya:
a. Sayur dan buah segar
b. Minuman beralkohol jenis anggur
c. Minuman yang mengandung alcohol tidak lebih dari 10%
d. Cuka (Vinegar) tahan disimpan lama
e. BTM denganmasa simpan lebih dari 18 bulan (Bahan Tambahan Makanan vixin (penyedap rasa), masako, saos, kecap, saos tiram, sari rasa, kecap raja rasa.
f. Roti dan kue dengan masa simpan 24 jam.
 Pencantuman label daluwarsa, belum ada standar baku
 Pasal 27 (2) PP No. 69/1999: “baik digunakan sebelum”
PENDAFTARAN MAKANAN
Permenkes RI No. 382/1989 pada intinya mengatur 4 hal:
1. Makanan yang wajib didaftarkan
2. Makanan yang dibebaskan dari wajib daftar
3. Persetujuan pendaftaran
4. Pengaturan sanksi
Pasal 3 : makanan yang wajib didaftarkan:
 Pasal 4 (1) Industri rumah tangga yang sudah mengikuti penyuluhan wajib mendaftarkan makanan hasil produksinya yang meliputi:
a. Susu dan hasil olahannya
b. Makanan bayi
c. Makanan kalengan steril komersial
d. Minuman keras
Pasal 4(2) Industri rumah tangga yang belum mengikuti penyuluhan wajib mendaftarkan semua makanan hasil produksinya.
 Pasal 5 (1), makanan yang dibebaskan dari wajib daftar:
a. Daya tahannya tidak lebih dari 7 hari
b. Diproduksi oleh industry rumah tangga yang sudah mengikuti penyuluhan
c. Berasal dari impor dalam jumlah kecil untuk keperluan tertentu
Pasal 5 (2), makanan terolah yang merupakan sumbangan.
Pasal 5 (3), untuk keperluan ilmu pengetahuan dan konsumsi sendiri.
 Tidak hanya untuk produksi industry rumah tangga yang dibebaskan dari kewajiban mencantumkan tanggal kadaluwarsa
 Industry rumah tangga cukup mencantumkan ijin edar dari Departemen KEsehatan, missal: Krupuk Ikan Produksi Sidoarjo Dep. Kes RI No. SP. 796/13.01/94.
 Permenkes, limitative.
SANKSI
 UUPK melanggar pasal 8 antara lain:
 Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa
 Tidak memasang kabel
 Memperdagangkan barang yang rusak
Berdasarkan pasal 62.
(1) Pidana penajra maksimum 5 tahun atau ppidana denda maksimum 2 miliar.
(3) Pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, kematian diberlakukan ketentuan pidana.
 UU No.7/1996
Pasal 21 (c) pangan yang sudah daluwarsa dikategorikan sebagai pangan tercemar dan setiap orang dilarang mengedarkan dengan sengaja menurut pasal 55 diancam dnegan pidana penjara maksimum 5 tahun dan atau denda 600 juta, karena kelalaian diancam dengan pidana penjara maksimum 1 tahun dan atau denda maksimum 120 juta.
 PP No.69/1999. Pelanggaran ketentuan pasal 27, 28, 29 berdasarkan pasal 61:
1. Tindakan administrative
2. Antara lain:
a. Peringatan secara tertulis
b. Larangan mengedarkan
c. Pemusnahan pangan
d. Pengehntian produksi
e. Pengenaan denda maksimum 50 juta
f. Pencabutan izin produksi atau izin usaha
3. Jika peringatan tertulis 3x tidak diindahkan, barulah izin edarnya dicabut
4. Tindakan administrative oleh Menteri Teknis.
 Permenkes No. 180/1985, berdasarkan pasal 5 :
 Sanksi administrative atau sanksi hukum lainnya, jika tidak mencantumkan tanggal daluwarsa secara jelas.
 Jika menimpor dan mengedarkan makanan daluwarsa, hukuman kurungan atau denda sesuai dengan pasal 2 (1) UU Bahan Berbahaya Stb.1949-377
PENUTUP
 jika konsumen mengalami kerugian akibat mengkonsumsi makanan daluwarsa, maka pelaku usaha dapat dijatuhkan sanksi administrative, pidana, perdata yagn berupa ganti rugi sesuai ketentuan dalam UUPK, UU Pangan, PP tentang label dan iklan pangan maupun Permenkes.
 Produk kadaluwarsa sekarang ini sudah menjadi isu yang harus segera ditandatangani secara terpadu, oleh karena makanan yang bermutu adalah hak konsumen dan citra produk.


KASUS :
Institut Pertanian Bogor (IPB) dihujat beberapa kalangan publik yang memaksa untuk mempublikasikan lima merek dagang susu formula yang terkontaminasi bakteri E sakazakii. Pada Rapat Dengar Pendapat Komisi IX DPR dengan Menteri Kesehatan dan Rektor IPB pekan lalu, IPB dipaksa untuk menyebutkan nama-nama susu formula yang tercemar bakteri E sakazakii. Padahal, secara kode etik penelitian hal itu tidak bisa dilakukan. Pasalnya, dalam etika penelitian, penelitian itu sudah lama dan sudah ada penelitian lanjutan pada 2008, yang menyimpulkan tidak ada lagi bakteri E sakazakii. Dr Sri Estuningsih selaku ahli mikrobiologi kedokteran hewan telah memberikan dampak hujatan publik kepada IPB. Dosen FKH itu meneliti berdasarkan dana hibah bersaing. Pada perjalanan penelitiannya tahun 2003/2006, Dr Estu mengambil sampel dari susu formula. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui 5 dari 22 produk susu yang diteliti ternyata mengandung kontaminan bakteri E sakazakii. Dr Estu memaparkan kontaminan bakteri ini pada berbagai seminar baik di dalam maupun di luar negeri. Enam tahun setelah penelitian dilaksanakan, Estu justru menghadapi tuntutan hukum. David Tobing, pengacara publik, ialah orang yang berturut-turut memenangi tuntutan di level pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan mahkamah konstitusi (MK). Isi tuntutan tersebut adalah agar IPB, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) mengumumkan merek susu yang terpapar Enterobacter sakazakii sesuai dengan penelitian Estu yang dilaksanakan mulai 2003 itu. Pasalnya, penelitian yang mulai dilakukan pada 2003 itu bukanlah penelitian survaillance, artinya peneliti tidak mendaftar seluruh merek susu yang beredar di pasaran, tapi semata mencari bakteri yang terdapat pada susu. Apabila merek susu diungkap sekarang, akan menimbulkan kepanikan pada publik. Pasalnya, akan terjadi multitafsir. Hal itu tentunya tidak adil dan diskriminatif karena sampel tidak mewakili seluruh jenis susu dan makanan bayi yang beredar di pasaran. Padahal E sakazakii adalah jenis bakteri yang dapat dijumpai di mana-mana, termasuk dalam usus manusia yang tidak sakit. Baru pada 2009 Badan POM mengadopsi Codex yang mengatur cemaran E sakazakii. Badan POM juga melakukan survaillance terhadap seluruh merek susu dan makanan bayi yang beredar di pasaran. Survaillance terus berlanjut hingga saat ini, tetapi Badan POM sudah tidak menemukan satu pun merek susu yang mengandung cemaran E sakazakii, pascaadopsi Codex itu. Berdasarkan fungsi pengawasan itulah, Badan POM mengumumkan hasil penelitiannya terhadap berbagai susu yang ada di pasaran. Sejak 2009 hingga kini Badan POM telah meneliti 117 jenis susu di pasaran Indonesia yang kesemuanya aman dari E sakazakii. Artinya, produsen yang produknya tercemar periode 2003-2006 tidak bisa dituntut secara hukum karena belum ada regulasinya. Apabila IPB terpaksa mengumumkan merek susu dengan cemaran E sakazakii berdasar hasil penelitian Estu, hal tersebut akan menyalahi prinsip keadilan dalam penelitian karena sampel yang digunakan belum mencakup seluruh sampel yang beredar di pasaran.
ANALISA :
Masalah perlindungan konsumen semakin gencar dibicarakan. Permasalahan ini tidak akan pernah habis dan akan selalu menjadi perbincangan di masyarakat. Selama masih banyak konsumen yang dirugikan, masalahnya tidak akan pernah tuntas. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen perlu diperhatikan. Permasalahan yang dihadapai konsumen Indonesia saat ini, seperti juga yang dialami konsumen-konsumen di negara-negara berkembang lainnya, tidak hanya pada soal memilih barang, tetapi jauh lebih kompleks, yaitu kesadaran semua pihak, baik dari pengusaha, pemerintah, maupun konsumen sendiri tentang pentingnya perlindungan konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus menghargai hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa yang berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku, serta harga yang sesuai (reasonable).
Hak konsumen yang diabaikan oleh peluka usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini,banyak bermunculan berbagai macam produk barang / pelayanan jasa yang dipasarkan kepada konsumen di Tanah air, baik melalui promosi, iklan, maupun penawan secara langsung. Jika tidak berhati – hati dalam memilih produk barang atau jasa yang diinginkan, konsumen hanya akan menjadi obyek ekploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari, konsumen menerima begitu saja barang / jasa yang dikonsumsinya. Perkembangan perekonomian, perdagangan, dan perindustrian yang kian hari kian meningkat telah memberikan kemanjaan yang luar biasa kepada konsumen karena ada beragam variasi produk barang atau jasa yang bisa dikonsumsi. Perkembangan globalisasi dan perdagangan besar didukung oleh teknologi informasi dan telekomunikasi yang memberikan ruang gerak yang sangat bebas dalam setiap transaksi perdagangan, sehingga barang / jasa yang dipasarkan bisa dengan mudah dikonsumsi

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Keamanan pangan merupakan salah satu factor penting yang harus diperhatikan dalam konsumsi sehari-hari. Jadi, sebelum pangan tersebut didistribusikan, harus memenuhi persyaratan kualitas, penampilan dan cita rasa, maka terlebuh dahulu pangan tersebut harus benar-benar aman untuk dikonsumsi. Artinya, pangan btidak boleh mengandung bahan berbahaya seperti pencemaran pestisida, logam berat, mikroba pantogen, ataupun tercemar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu kepercayaan ataupun keyakinan masyarakat, misalnya tercemar bahan-bahan berbahaya.
Dalam kasus ini, terdapat kasus mengenai susu formula untuk dikonsumsi anak-anak yang telah tercemar bakteri/mikroba “E Sakazakii”. Disini, daya beli masyarakat terhadap susu formula tidak dipengaruhi oleh isu bakteri Sakazakii yang terdapat pada susu formula, hal ini dikarenakan kepentingan terhadap susu formula itu mengalahkan isu kandungan bakteri/mikroba dalam produk tersebut. Meskipun Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan merek-merek susu formula yang mengandung Enterobacter sakazakii segera dipublikasikan, IPB dan penelitinya Dr Sri Estuningsih hingga kini tetap tak bersedia mengumumkannya. Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Herry Suhardiyanto beralasan etika internasional mengharuskan tidak disebutkannya merek dagang dari sampel yang diteliti. "Wajib untuk mempublikasikan hasil penelitian, hal itu sudah dilakukan oleh penelitinya di jurnal-jurnal ilmiah internasional, namun mengumumkan sampel nama-nama susu formula melanggar etika penelitian internasional," katanya. Keputusan MA yang memenangkan gugatan pengacara publik David Tobing untuk mengumumkan lima merek susu formula tercemar E Sakazakii itu, lanjut dia, membuat IPB dalam posisi dilematis, dimana pihaknya ingin taat pada hukum tapi tetap menjunjung tinggi etika ilmiah internasional. "Hingga saat ini kami juga belum menerima relaas (bukti penerimaan) amar putusan MA. Putusan adalah tindakan hukum. Mengumumkannya adalah tindakan hukum. Kami belum bisa mengambil langkah sebelum terima relas," katanya.
Institut Pertanian Bogor meminta Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat memberikan sosialisasi yang benar kepada masyarakat tentang tata cara yang benar dalam mengkonsumsi susu formula. Selaku pihak yang menemukan adanya kandungan bakteri Enterobacter Sakazakii, IPB tidak ingin masyarakat resah atas temuan bakteri yang sebenarnya dapat dengan mudah diantisipasi. “IPB meminta kita untuk mensosialisasikan kembali agar masalah ini diluruskan kepada publik,” tutur Kepala BPKN Suarhatini Hadad dalam keterangan tertulisnya. Ia mengatakan pihaknya akan lebih memfokuskan sosialisasi kepada konsumen tentang tata cara pengkonsumsian yang baik dan benar serta kriteria-kriteria bayi yang dapat terserang bakteri ini. Demikian juga dengan sosialisasi mengenai cara penularan, penanganan dan penyembuhan. Sebelumnya, Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan hingga kini belum ada laporan penurunan penjualan susu formula di tanah air terkait isu-isu kandungan bakteri yang beredar belakangan ini. “Susu formula masih laris manis di pasaran baik di pasar modern dan pasar rakyat. Sepertinya, animo masyarakat tidak terganggu dengan isu bakteri tersebut. Dan dari segi penjualan, tidak terganggu,” ungkap Tutum yang juga menjabat sebagai anggota BPKN itu. Menurutnya, jikalau terdapat penurunan penjualan susu formula, maka perlu dilakukan penelitian pasar lebih lanjut, apakah penurunan tersebut disebabkan oleh isu yang kini tengah beredar di masayarakat ataukah disebabkan faktor lain.
Sebenarnya informasi mengenai kandungan zat tertentu yang terdapat dalam suatu produk seperti susu formula pada kasus ini itu sangatlah penting. Tapi, karena memandang pada kode etik penelitian yang tidak mengizinkan untuk mempublikasikan merek susu formula yang mengandung bakteri E-Sakazakii dan karena menurut penelitian bakteri ini tidak terlalu berbahaya dan dapat diantisipasi. Maka susu formula yang diisukan mengandung bakteri Sakazakii ini tetap dipasarkan. Dengan pemasaran ini tidak mempengaruhi penjualan susu formula karena kebutuhan akan susu formula terus meningkat mengingat konsumen yang memerlukan susu formula tersebut untuk kebutuhan bayi mereka. Agar konsumen tidak merasa dirugikan perlu diperhatikan hak-hak konsumen yang tidak terlepas dari kewajiban pelaku usaha. Hak konsumen dituangkan dalam Pasal 4 UUPK antara lain:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang lain.
Sedangkan kewajiban hak pelaku usaha antara lain:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberikan jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan.







KESIMPULAN

Dalam kasus ini, pihak pelaku usaha tidak bisa sepenuhnya disalahkan karena pelaku usaha hanya mengedarkan produk-produk yang telah mendapat izin dari Departemen Kesehatan untuk diedarkan kepada konsumen. Apalagi pada saat dilakukan penelitian belum ada standar Codex yang menetapkan susu formula tidak boleh mengandung Enterobacter sakazakii, karena aturan internasional Codex keamanan pangan dunia baru melarang adanya bakteri enterobacter sakazakii di susu formula pada Juli 2008. Sedangkan susu formula yang diisukan mengandung bakteri Sakazakii ini telah beredar pada tahun 2003-2006. Namun kekurangannya disini hanya kurangnya informasi kepada konsumen yang menyatakan bahwa bakteri E-Sakazakii tersebut tidak terlalu berbahaya atau dapat dikatakan masih dapat diantisipasi. Jikalau terjadi efek samping dari bakteri tersebut disertakan bagaimana cara penanggulangannya. Karena bagaimanapun isu yang telah beredar mengenai bakteri E-Sakazakii yang terkandung dalam susu formula itu tidak menyurutkan daya beli masyarakat terhadap produk tersebut. Malah dapat dikatakan penjualan susu formula di pasaran semakin meningkat. Hal ini sebaiknya dilakukan agar tidak melanggar hak-hak konsumen yang telah dipaparkan pada Pasal 4 UUPK.











DAFTAR PUSTAKA

• Ari Purwadi. Sistem Tanggung Jawab Periklanan dan Perlindungan Konsumen. Majalah Yuridika No.5 Volume 16 September-Oktober 2001.
• Kristiyani, Celina Tri Siwi. 2009. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar Grafika.
• UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
• http//:Kominfo-Newsroom. com
• http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=177590:etika-ilmiah-vs-keputusan-ma-umumkan-merek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar