Selasa, 21 Juni 2011

HUKUM PERSAINGAN BISNIS
Bisnis adalah usaha di bidang ekonomi yaitu usaha yang dilakukan secara terus menerus untuk mendapatkan keuntungan.
Hukum persaingan bisnis: hukum yang mengatur tentang persaingan usaha di bidang ekonomi.
Mata kuliah hukum persaingan bisnis secara luas mencakup ketentuan-ketetentuan yang mengatur di bidang usaha. Secara sempit terfokus pada obyek antimonopoly.
Obyek hukum persaingan bisnis UU antipoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Kata monopoli berasal dari bahasa yunani yang berarti “penjual tunggal”. Di Amerika disebut dengan istilah antitrust. Poli pemusatan kekuasaan.
Monopoli disepadankan dengan dominasi. Dalal literature disepadankan dengan kekuatan yang berkembang dari struktur pasar menjadi kekuatan pasar.
Keempat istilah tadi yaitu: dominasi, trest, kekuatan masa, penjual tunggal menunjukkan keadaan dimana seseorang menguasai pasar dan dimana di pasar tersebut tidak lagi tersedia produk substitusi/substansi yang potensial dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut lebih tinggi tanpa mengikuti hukum persaingan pasar/hukum persaingan pasar/hukum tentang penawaran permintaan.
Ciri-ciri konkret:
Di pasar tersebut tidak ada lagi produk/substitusi. Dengan 1 penjual dalam 1 produk, si penjual akan dapat menaikkan harga bukan berdasarkan hukum pasar/ penawarannya.
Ciri-ciri pasar monopoli:
Pelaku usaha bukan menambah produk, produk tetap/konstan tetapi peredaran barang dikurangi. Jadi tidak ada keanikan produksi/bahan tapi harga bisa dinaikkan di atas harga pasar.
Pengertian monopoli dalam pasal 1 UU No.5 tahun 1999
Sebagai suatu penguasaan atas produk dan atau pemasaran barang atau atas penggunaan jasa tertentu oleh 1 pelaku usaha atau 1 kelompok pelaku usaha.
Pengertian monopoli sudah bergeser dari 1 penjual, jadi penguasaan produk, tidak ada penguasaan pasar. 1 penjual juga dapat peluasan pengertian jadi 1 kelompok pelaku usaha.
Persaingan yang tidak sehat (dalam literature)
Diartikan sebagai anti persaingan sehat adalah sebagai dampak negative dari:
1. harga barang dan/atau jasa
2. kualitas barang dan/atau jasa
3. kuantitas barang dan/atau jasa
Dalam pasal 1 angka 6 UU No.5 Tahun 1999, persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan produksi dan/ atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Sejarah pengaturan antimonopoly
Pertama, mengeluarkan larangan antimonopoly abad ke-19 di inggris, dari abad 17 Inggris sudah mempunyai ketentuan monopoli melalui keputusan-keputusan pengadilan.
Latar belakang munculnya peraturan-peraturan mengenai larangan monopoli tidak jauh dari bagaimana sistem distribusi dan alokasi sumber daya yang dimiliki oleh suatu Negara.
Dalam sistem perekonomian, ada 3 sistem distribusi di dunia:
1. sistem tradisional
Sistem distribusi dan alokasi oleh suatu Negara diberlakukan atas dasar ketentuan tradisonal. Contoh: india. Di dalam sosialis tidak ada persaingan diantara masyarakatnya.
2. sistem komunal  distribusi di Negara kita didasarkan sistem pasar terbuka/pasar bebas. Contoh: Indonesia, uni soviet
3. sistem liberal
Munculnya liberal karena adanya paham Adam Smith yaitu “biarlah sesuatu itu berkembang dengan sendirinya, negara tak boleh ikut campur”. Pertumbuhan ekonomi hanya dapat dicapai bila pedagang-pedagang diberi kekuasaan penuh dalam usaha-usahanya, Negara tidak boleh ikut campur dalam kegiatan usaha.
Pada saat kodifikasi KUHP untuk mencapai kemajuan ekonomi dengan memberi kebebasan dengan kodifikasi aturan-aturannya. Kode civil :pasal 1338 KUHPerdata. Tetapi setelah perang dunia kedua muncullah teorinya d’nations.
Yurisprudensi tentang antimonopoly dikenal sistem hierarkhi: keputusan atas larangan monopoli dari bangsawan.
Di inggris pada abad ke 17 menggunakan sistem hierarkhi (monopoli dipegang oleh bangsawan. Dengan monopoli telah ada perlawanan dari masyarakat melalui pengadilan. Setelah ada keputusan hierarkhis, monopoli dari bangsawan ditiadakan.
Pada awal abad ke 19 dikeluarkan UU Bielkiest yangmengatur tentang:
1. pengontrolan barang-barang di jalan yang sedang menuju ke pasar untuk dijual dengan harga yang tinggi di pasar (coast stelling).
2. pembelian barang tertentu dalam jumlah besar untuk kemudian dijual kembali dengan harga yang sangat tinggi (embrossing). Termasuk juga pembelian barang tertentu di pasar, kemudian dijual kembali dengan harga yang sangat tinggi.
3. kontrak yang menghalang-halangi pasar.
Seluruh substansi tadi di Inggris dikeluarkan 3 UU yaitu:
1. UU perdagangan wajar tahun 1973
2. UU praktek pembatasan perdagangan tahun 1976
3. UU harga jual kembali tahun 1976.
Pada abad ke 19 paham Adam Smith menyebabkan kemajuan bidang ekonomi meningkat. Namun, setelah perang dunia kedua, pedagang-pedagang mengalami banyak kerugian. Untuk memulihkan pedagang jelas memerlukan biaya, banyak anggota-anggota perang dunia meminjam kredit.
Bnak: kredit baru bisa diberikan jika ada proposal berkaitan dnegan pembangunan-pembangunan yang dilakukan anggota perang dunia kedua.
Karena ini Negara harus ikut campur, pada abad ke 18 negara diposisikan sebagai policystaat menjamin keamanan warga negaranya. Tapi karena upaya dalam pembuatan proposal itu, Negara yang mengatur kemana distribusi harus dilakukan. Pada saat ini berkembang prinsip tentang ketatanegaraan /prinsip welfstate “Negara ikut menjamin kesejahteraan” yang merupakan dasar mengapa Negara boleh ikut campur dalam urusan ekonomi.
Di belanda di kenal UU.
Masyarakat eropa : pasal 85 UU No tahun 1957.
Amerika, ada 4 UU (1890, 1914, 1936).
Di Inggris ditekankan pada pidananya (kepentingan umum), di Amerika ditekankan pada perbuatan melawan hukumnya (perdata)hambatan-hambatan perdagangan/perang dunia.
Di Amerika  Law of reasons
Di Inggris  Law of search
UU No. 5 Tahun 1984
Pasal 382
UU PT  pasal 1 UU 1985.
Secara konstitusi, monopoli di Indonesia mendapat landasan yang cukup kuat, karena SDA untuk kepentingan Negara dikuasai oleh Negara (pada asas kekeluargaan).
Asas dan tujuan
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisien ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Mewujudkan sistem usaha yang kondusif melalui persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha dan
4. Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Obyek larangan
-perjanjian
-kegiatan
-posisi dominan dan hubungan terafiliasi.
Perjanjian yang dilarang
Oligopoly, unsure-unsurnya:
- Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
- Dengan pelaku usaha lain.
- Untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan dan atau pemasaran barang dan jasa
- Dapat mengakibatkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Oligopolystruktur pasar yang dikuasai oleh 2 atau lebih pelaku usaha.
Antimonopoly lahir dari penguasaan pasar yang lahir dari cartel-cartel. Dalam struktur pasar yang bersifat oligopolies berbeda dengan pasar monopoli.
Struktur pasar oligopolies:
- Suatu keadaan saling terka
- Mempertimbangkan tindakannya dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya dan predator
- Perhitungan harga murah dan mahal
Cara menghilangkan wasing game:
Melakukan kerjasama produksi dan harga.
Dalam oligopolies selalu ada kecenderungan untuk melakukan kerjasama yang dalam prakteknya dikenal dengan chartel untuk menghilangkan wasing game/tindakan saling terka.
Kapan kita mengetahui oligopolies itu dilarang, karena tidak semua pasar oligopoly itu dilarang???
Indicator/tanda-tanda oligopolies itu dilarang:
Secara ilmiah yaitu:
Perjanjian tanda-tanda yang dilakukan dalam bentuk kerjasama. Dapat diketahui jika di dalam pasar itu ada leader market dan efek domino.
- Menghambat masuknya barang-barang yang diproduksi oleh pesainng baru dengan cara menurunkan harga di bawah harga pasar.
- Bekerjasama dengan membuat perjanjian diam-diam.
Pasal 37 UU No. 5 Tahun 1999:
Pelaku usaha yang bekerjasama membuat perjnajian namun digantungkan pada satu syarat jika perbuatannya itu mengakibatkan persaingan yan gtidak sehat/praktek monopoli.
Indikasinya:
dua atau tiga (3) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 95% pangsal pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
contoh: bali punya 3 pelaku usaha
1  3 kabupaten (gula)
2  2 kabupaten
3  3 kabupaten
2/3 dari bali dikuasai oleh 3 pelaku usaha  kerjasama oleh pelaku oligopoly dilarang karena sudah terjadi konsentrasi pasar.
Setiap Negara yang mempunyai UU, bukan sistem monopolinya yang dilarang, namun praktek monopolinya yang dilarang yang dapat menimbulkan persaingan tidak sehat.
Praktek monopoli (pasal 1 UU No.5 Tahun 1999) adalah penguasaan produksi/pemasaran atas barang/jasa. Disini lebih ditekankan pada jangkauan pemasaran.
Pasal 4 (larangan role of the reason)
Struktur pasar oligopoly, dimana pelaku usaha melakukan perjanjian yang berkaitan dengan penguasaan produksi dan pemasaran.
Praktek monopolipraupaya penguasaan di dalam praktek yang terjadi di Amerika. Ada beberapa hal yang diperhatikan:
1. produk itu relevan terhadap pasar/relevansi produk
Contoh: si A bergerak dalam bidang usaha distribusi sepeda motor, si A membeli saham perusahaan yang bergerak di bidang makanan, ada pelaku usaha lain menuduh bahwa A melakukan monopoli. Bagaimana kedudukan produk yang mereka laporkan? Apakah sepeda motor dan makanan kompetitif atau substitusi? Bagaimana cara menentukan produk itu substitutive atau kompetitif?
Dilakukan penerapan teori-teori seperti teori sensitivitas harga, apakah dia sensitive atas perubahan kedudukan atau perubahan harga. Caranya dengan mencari nilai set dari suatu produk yang dibandingkan operasional dari teori sensitivitas harga, dengan cara membandingkan antara perubahan kebutuhan dari suatu produk dengan perubahan harga dengan produk yang dibandingkan. Nilai dicari berdasarkan iperubahan harga dari produk yang dibandingkan. Jika hasilnya negative, maka barang itu “substitusi”. Jika hasilnya positif, maka barang yang dibandingkan itu merupakan produk “kompetitif”. Missal:
Harga sepeda motor 10% meningkat  0,01 dibandingkan harga beras naik 2%  0,02 perbandingannya negative, maka produk ini substitusi. Jika perbandingannya 20/10 =2, barang ini kompetitif.
Ada juga cara, yaitu mengkuadratkan pasar-pasar yang dimiliki pelaku usaha 1600-5000 konsentrasi pasarnyaberbahaya.
Kasus tahun 1975:
IBM melawan Telec corporation. Pengadilan memutuskan barang “electrole” adalah barang yang mempunyai hubungan comfortable yang diproduksi oleh IBM, maka IBM dinyatakan melanggar. Telec dinyatakan salah dalam pengadilan tinggi karena electrole merupakan incomfortable.
2. struktur dan perilaku pasar
syarat-syarat pasar yang bersaing:
- Banyak pedagang
- Barang substitusi
- Ada kemauan/maksud untuk menghalangi si pesaing.
Jika si pesaing baru tidak diizinkan masuk ke pangsal-pangsal pasar, maka pasar akan jadi pasar monopoli, ini berdampak efek jangka panjang pada struktur pasar, maka kerugian akan dirasakan masyarakat/konsumen. Tapi apabila maksud pelaku usaha hanya untuk cuci gudang, maka modalnya tidak kembali, agar tidak rugi maka dijual setengah harga bukan untuk menghalangi pesaing, tapi untuk mengembalikan modal.

Monopoli/oligopoly itu lahir karena kemenangan persaingan. Oligopoly itu tidak dilarang jika sesuai dengan hukum yang ditentukan. Yang dilarang adalah persaingan tidak sehat dan praktek monopolinya. UU memberi ukuran secara sederhana, jika pasar-pasar telah menguasai lebih dari 75%, itu adalah oligopoly yang dilarang.
Penetapan harga
- Perjanjian dengan pelkau usaha pesaingnya
- Untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa
- Yang harus dibayar oleh konsumen/pelanggan
- Pada pasar yang bersangkutan sama kecuali:
a. perjanjian dalam usaha patungan
b. perjanjian yang didasarkan UU yang berlaku
- pasal 6 mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari pembeli yang lain
- untuk barang/jasa yang sama
- pasal 7 perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
- menetapkan harga di bawah pasar
- dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat/melawan hukum.
Analisis keberadaan IDI dalam perspektif UU antimonopoly UU No. 5 Tahun 1999
-manfaat
-pengaturan
-perubahan yang dilakukan dalam UU No.5 Tahun 1999.
1. siapa yang seharunya diberikan sanksi antara PT telkomsel, temasek, PT indosat?
2. Monopoli/persaingan tidak sehat?
3. bagaimana suatu kasus bisa dikatakan oligopoly?
Monopoli akan menguarangi duplikasi bila dilihat dari segi positifnya. Sedangkan dari segi negatifnya, monopoli mengakibatkan sedikit adanya penjual, tidak ada barang substitusi, harga tinggi.
Analisis mana yang menyangkut aspek dominan?
Dikatakan ada aspek persekongkolan, aspek mana yang memenuhi unsure persekongkolan dalam kasus SINEMA 21?
Sinema 21 melanggar posisi dominan. Aspek persekongkolan :produser film dengan sinema 21, menghambat pelaku usaha lain seperti tidak memberikan kopian kepada perusahaan bioskop lain.
Ruang lingkup sangat sempit
Yang dilarang oleh pasal 22, yaitu persekongkolan yang terjadi dalam tender. Tender pengadaan barang/jasa. Pembatasan terhadap tender terbatas olhe pengadaanbarang/jasa.
Tenderpenjualan secara khusus.
UU No.5 Tahun 1999 memberikan batasan pengertian tender adalah terbatas pada penjualan/pengadaan barang atau jasa.
KPPU memperluas pengertian persekongkolan itu dalam pembelian barang. MA membatalkan keputusan KPPU. Jadi MA memihak pada pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, tidak termasuk pembelian barang/jasa. Akibat dari kedua tender yang dapat terjadi baik dalam penjualan maupun pembelian?
Mengapa pengadaan barang/jasa saja yang dilarang?
Aspek persekongkolan: adanya kerjasama antara sinema 21 dengan produser. Dari perspektif pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Dimana pelanggaran posisi dominannya?
III
KEGIATAN YANG DILARANG DALAM HUKUM ANTI MONOPOLI
Selesai dari adanya berbagai bentuk perjanjian yagn mengakibatkan terjadinya persaingan curang, terdapat juga berbagai kegiatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam bab IV dari pasal 17 s/d 24 yaitu:
1. Monopoli
2. Monopsoni
3. penguasaan pasar
4. persekongkolan
Ad1. Kegiatan monopoli
Lihat baca pasal 17
a. melakukan penguasaan penguasaan atas produksi suatu produk
b.melakukan penguasaan atas pemasaran
c.mengakibatkan terjadinya monopoli
d. mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Penguasaan atas produksi yagn mengakibatkan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi antara lain dengan cara “presumsi monopoli” yaitu bahwa oleh hukum dianggap telah terjadi suatu monopoli dan atau persaingan curang kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, dalam hal terpenuhi salah satu criteria berikut:
1. produk yang bersangkutan belum ada substansinya
2.pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha terhadap produk yang sama
3. pelaku usaha lain tersebut mempunyai kemamppuan bersaing yang signifikan dalam pasar yang bersangkutan (perjanjian pasal 17 (2))
4. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha telah menguasai lebih dari 50% pangsa pasar.
Ad.2 kegiatan monopsoni
Jika dalam hal monopoli, satu kelompok usaha menguasai pangsa pasar yang benar untuk menjual suatu produk, maka istilah monopol idimaksudkan, seorang atau satu kelompok usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar untuk membeli suatu produk.
Hasil pasal 18 baca
Penguasaan pasar secara monopsoni ini dapat terjadi dengan cara presumsi monopsoni. Lihat pasal 18 ayat 2
Ad.3 penguasaan pangsa pasar
Juga dilarang penguasaan pasar secara tidak fair
Kegiatan penguasaan pasar yang dilarang oleh UU anti monopoli (vide pasal 19, 20, 21) yaitu
a. penolak pesaing (pasal 19a)
b. menghalangi konsumen (pasal 19b)
c. pembatasan peredaran produk (pasal 19c)
d. diskriminasi (pasal 19d)
e. melakukan jual rugi (pasal 20)
f. penetapan biaya secara curang (pasal 21)
a.menolak pesaing  dilarang jika melakukan secara tidak wajar, misalnya bukan dengan alasan ekonomi, seperti karena alasan perbedaan suku, ras, status sosial dan lain-lain.
b. menghalangi konsumen untuk tidak melakukan atau meneruskan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaing
c. diskriminasijika tak etis
d. dilakukan jual rugi menetapkan harga yang sangat rendah yang tujuannya mematikan pesaing
e. penetapan biaya secara curang memberi indikasi bahwa biaya dimanipulasi.
Ad.4 persekongkolan (pasal 22,23,24)
Persekongkolan adalah “konspirasi usaha” yaitu suatu bentuk kerja sama dagang diantara pelaku usaha dengan maksud untuk menguasai para yang bersangkutan, bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (vide pasal 1 ayat 8)
Dalam persekongkolan belum tenetu ada perjanjian dalam praktek, perjanjian tersebut tidak dibuat karena materinya sangat tidak tepat untuk dimuat misalnya:
Bagaimana mungkin disebutkan rahasia perusahaan orang lain.
Jenis-jenis persekongkolan yang dilarang yaitu:
a. persekongkolan untuk mengatur pemenang tender (pasal 22)
hal ini jelas merupakan perbuatan dilarang dan tidak fair, terutama bagi peserta tender lainnya sebab sudah in herent dalam istilah bahwa pemenangnya tidak dapat diatur.
b. persekongkolan untuk memperoleh rahasia perusahaan yang namanya rahasia perusahaan adalah property dan perusahaan yang bersangkutan, karenanya tidak boleh dicari, dibuka o2 lain tanpa sanksi pihak yang bersangkutan.
Larangan bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan dalam pasal 23, menekankan kepada rahasianperusahaan tersebut artinya: asal dapat dibuktikan ada rahasia perusahaan yang didapati secara bersekongkol, maka larangan oleh pasal tersbeut dapat diterapkan karena demi hukum telah dianggap ada persaingan usaha tidak sehat.
c. persekongkolan untuk menghambat pasokan produk pasal 24. Salah satu taktik tidak sehat dalam berbisnis adalah dengan berdaya upaya agar produksi diri si pesaing menjadi tidak baik dari segi mutu, jumlah atau waktu ketersediaannya atau waktu yang telah dipersyaratkan.
IV
POSISI DOMINAN YANG DILARANG DALAM HUKUM ANTIMONOPOLI
Posisi dominan juga dilarang karena yang memiliki posisi dominan dapat dengan mudah mendikte pasar dan menetapkan syarat-syarat yagn tak sesuai dengan kehendak pasar yang dilarang dalam posisi domain adalah yang dilarang dalam posisi dominant adalah:
a. penyalahgunaan posisi dominan
b. jabatan rangkap yang dilarang
c. pemilikan saham yang dilarang
d. merger, akuisisi dan konsolidasi
ad.a penyalahgunaan posisi dominan
syarat penghalang dalam perdagangan merupakan hal yang juga dilarang. Baca pasal 25. Unsure posisi dominan ini, dianggap telah terpenuhi jika terjadi keadaan
1.penguasaan 50%pangsa pasar atau lebih dari satu jenis produk oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
2.penguasaan 75% pangsa pasar atua lebih dari satu jenis produk oleh dua/tiga pelaku usaha/kelompok pelaku usaha.
Yagn dimaksud dengan syarat penghalang:
1.penetapan syarat-syarat perdagangan untuk mencegah atau menghalang-halangi konsumen memperoleh produk yang bersaing
2. membatasi pasar dari pengembangan teknologi
3.mengahmbat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pwsaing untuk memasuki pasar.
Dalam hukum yang berlaku untuk MEE yaitu hukum yang bersumber dari Traktat Roma 1957, penyalahgunaan posisi dominan terdiri dari salah satu dari contoh berikut:
a. pemaksaan harga pembelian dalam penjualan yang tidak wajar
b. pembatasan produksi pasar atau perkembangan teknis terhadap prasangka konsumen
c. penerapan kondisi yang tidak sama untuk transaksi yang sama dalam pandangan dengan pihak lain
d. membuat kesimpulan sendiri mengenai obyek kontrak untuk mendapatkan persetujuan dari pihak lain.
Ad.b jabatan rangkap yang dilarang
Memiliki jabatan rangkap dalam perusahaan juga berpotensi untuk terjadinya monopoli atau persaingan curang.
Baca pasal 26
Agar suatu jabatan rangkap dapat dilarang harus memnuhi unsure-unsur:
1.Minimal ada 2 perusahaan
2 .senior mempunyaii jabatan di 2 perusahaan tersebut
Jabatan rangkap tersebut baik sebagai direksi atau komisaris
4.jabatan rangkap tersbeut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat
5.kedua perusahaan tersbeut mempunyai salah satu hubungan bisnis
- berada dalam pasar yang bersangkutan
- ada keterkaitan yang erat dalam bidang/jenis usaha
- menguasai pangsa pasar atas produk secara bersama-sama yang dilarang ada;ah jabatan rangkap vertical (vertical interlocks) maupun jabatan rangkap horizontal.
- jabatan rangkap vertical contoh senior menduduki jabatan direksi atau komisaris di dua perusahaan produsen dupplier sekaligus
- contoh jabatan rangkap horizontal: jika senior menduduki posisi direksi atau komisaris di dua perusahaan yang bergerak di bidang yang sama.
Ad.c pemilikan saham yang dilarang
Baca pasal 27
Jadi unsure-unsur yang harus dipenuhi
1. ada beberapa perusahaan sejenis
2.skor pelaku usaha memiliki saham di beberapa perusahaan tersebut
3.kepemilikan adalah saham mayoritas (lebih dari 50%)
4. perusahaan sejenis melakukan kegiatan yang sama
5. pelaku usaha mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama
6.kepemilikan saham tersebut mengakibatkan:
a.satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar
b.dua dan tiga pelaku usaha atua kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar.
Ad.d merger, akuisisi dan konsolidasi
Merger vertical, dapat menimbulkan efek negative kepada persaingan pasar yang sehat yaitu:
1.terciptanya atau bertambahnya konsentrasi pasar yang dapat menyebabkan harga produk semakin tinggi
2. kekuatan pasar menjadi semakin besar yang dapat mengancam pebisnis kecil
Suatu konsentrasi pasar dapat dilihat dari 2 faktor yaitu:

a.berapa banyak pelaku pasar untuk produk yang bersangkutan
b.berapa besar pangsa pasar yagn dikuasainya.
NB.
Pasar yagn bersifat atomistis, dalam hal ini di pasar sangat banyak pelaku pasar yagn menguasai pangsa pasar yang kecil-kecil. Dalam hal ini tidak terjadi konsentrasi pasar.
Tentang konsentrasi pasar ini dapat dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu:
1. pasar yang bersifat monopolistis. Dalam hal ini hanya satu pelaku pasar yang ada di pasar. Jadi pelaku pasar tersebut menguasai 100% pangsa pasar sehingga konsentrasi pasar sangat tinggi.
2. pasa yang bersifat oligopolistic
Dalam hal ini 2 atau 3 pelaku pasar menguasai bagian terbesar dari pangsa pasar.
Karena itu dalam menelaah efek anti monopoli dari suatu merger, akuisisi dan konsolidasi akan dilihat factor-faktor:
a.harga yagn ebrkolusi
b.skala ekonomi yang tereksploitasi
c.kekuasaan untuk monopoli (monopoly power)
d.interdependensi yang oligopolistic
merger mengenal beberapa bentuk yaitu:
a.merger horizontal
b.merger vertical
c.merger konglomerat
- merger horizontal
Perusahaan yang merger tersebut menjual produk yang sama. Sehingga apabila merger melakukan persaingan dapat ditiadakan dan pangsa pasar yagn dikuasai akan menjadi lebih besar.
Dampak (efek positif) dari merger ini yakni terbentuknyua suatu sinergi antara perusahaan yagn melakukan merger. Akan tercipta penghasilan produk yagn lebih efisien sehingga harga dapat dijual lebih murah. Apakah dnegan merger horizontal dianggap melanggar prinsip antimonopoly, maka hukum harus mempertimbangkan factor-faktor:
a. post merger concentration yaiut akan dilihat bagaimana konsentrasi pasar setelah di lakukannya merger tersebut.
b. peningkatan konsentrasi pasar karena merger
- merger vertical
Merger vertiakl (dari hulu ke hilir/ ini ada yagn upstream atau down stream.
Merger vertical tidak membawa pengaruh secara langsung kepada pasangan persaingan pasar. Merger ini membawa akibat tidak baik karena merger vertical dapat menyebabkan:
a.perusahaan menguasai produksi dari hulu ke hilir
b.halangan bagi pendatang baru dalam bisnis yang bersangkutan (entpy bappier)
c.menimbulkan kolusi dan sebagainya.
Factor positif merger vertical ini adalah peningkatan efisiensi, baik dalam hal penggunaan teknologi dan perindustrian produk.
Agar dapat devisi tidak terjadi bappier. Harus terdapat factor-faktor:
a. derajat integrasi vertical diantara 2 pasar tersebut, haruslah sedemikian ekstensif. Sehingga dengan memasuki ke dalam satu pasar (primary market), berarti harus memasuki pasar yang lainnya (secondary market)
b. memasuki primary market jauh lebih sulit dari memasuki secondary market
c. struktur dan sifat lain dari primary market haruslah singkat kondusif kepaa terjadinya hal-hal yang noncompetitive.
Dengan demikian, memang ada kemungkinan bahwa merger vertical akan menguarangi kompetisi pasar secara substansial atau kecenderungan menimbulkan monopoli di pasar.
- Merger konglomerat
Ini dapat terjadi dimana masing-masing perusahaan yagn merger tersebut, sebelumnya tidak mempunyai hubungan bisnis, jadi bukan supplier atau konsumen.
Contoh merger konglomerat yagn dapat menimbulkan masalah terhadap persaingan pasar adalah merger untuk memperkirakan pasar atau perluasan geografis pasar.
Pengarah negative merger ini menghambat atau menyulitkan para pelaku pasar pendatang baru atau justru merger dilakukan dnegan pihak pelaku usaha pendatang baru tersebut.
Efek positif merger konglomerat:
a. merger konglomerat dapat mengakibatkan efisiensi melalui penciptaan:
- skala ekonomi
- kontrak kerjasama operasi
- perluasan cakupan ekonomi dan financial
b. memperkenankan pergerakan asset dari yang penggunaan secara rendah ke yang lebih optimal
c. dapat menggantikan atau mendisiplinkan manajemen tidak efektif
d. dapat menyediakan akses yang lebih baik terhadap servis dan sumber daya.
Kelemahan merger konglomerat antara lain:
a. dapat meningkatkan konsentrasi pasar
b. memaksakan perusahaan untuk tujuan jangka pendek
c. dapat menyebabkan mis alokasi sumber financial dari lembaga pemberi jaminan
d. dapat merusak moral dari manajemen dan staf.
BAB V
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN
1. tugas KPPU
Pelaksanaan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, diawasi oelh suatu komisi yang dibentuk untuk itu dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Komisi ini dibentuk dan merupakan suatu lembaga independen yagn terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah dan pihak lain dan bertanggungjawab kepada Presiden. Dmeikianlah ditetapkan dalam pasal 30 ayat (1), (2), dan (3).
Komisi ini terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota seorang Wakil ketua merangkap anggota dan sekurang kurangnya 7 oran ganggota sebagai lembaga independen, anggota komisi diangkat oleh presiden atas persetujuan DPR untuk masa jabatan 5 (lima) tahund an dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.
Pengangkatan anggota komisi dilakukan dengan penyaringan berdasarkan persyaratan-persyaratan yagn ditentukan dapam pasal 32 berjumlah 9 (Sembilan) syarat.
Keanggotaan komisi berhenti karena beberapa hal seperti ditentukan dalam pasal 33 yaitu:
a.meninggal dunia
b.mengundurkan diri atau permintaan sendiri
c.bertempat tinggal di luar wilayah RI
d.sakit jasmani atau rohai secara terus menerus
e.berakhir masa jabatan keanggotaan, atau
f.diberhentikan
tugas komisi
ruang lingkup komisi ditentukan sesuai dnegan bidang-bidang yang dilarang oleh undang-undang tersebut yaitu tugas menilai perjanjian yang dilarang dan kegiatan yagn dilarang yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat (pasal 4 sampai dengan pasal 24), melakukan penilaian atas penyalahgunaan posisi dominan (pasal 25 sampai dengan pasal 28). Komisi juga bertugas mengambil tindakan yagn sesuai dengan wewenang komisi (pasal 36), memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah mengenai praktek monopoli dan persaingan sehat. Demikian ketentuan pasal 35. Lebih lanjut komisi juga diberikan tugas menyusun pedoman dan atau publikasi yagn berkaitan dengan undang-undang no.5 tahun 1999. Tugas ini rupa-rupanya dipandang penting untuk mensosialisasikan mengenai praktek monopoli dan persaingant idak sehat dalam dunia bisnis kepada masyarakat. Tugas komisi seluruhnya diatur dalam pasal 35 butir a,b,c,e,f,g.
menurut pasal 35 butir g komisi diberi juga tugas membuat laporan berkala atas hasil kerjanya untuk diserahkan kepada Presiden dan DPR.
2. Wewenang KPPU
Disamping tugas,, komisi juga diberi wewenang. Hal ini adalah lumrah karena melaksanakan tugas erat sekali kaitannya dnegan wewenang. Oleh karena itu pembentuk undang-undang mengatur wewenang komisi dalam pasal berikut dari pasal yagn mengatur tugas komisi yaitu pasal 36. Pasal 36 menyebutkan wewenang komisi meliputi, lalu menunjuk butir a sampai dengan: dari bunyi demikian, dapat disimpulkan bahwa sifat ketentuan itu (pasal 35/6) adalah limitative. Diluar wewenang yagn ditunjuk pada butir a sampai dengan 1 tidak ada lagi wewenang diberikan kepada komisi oleh undang-undang no 5 tahun 1999.
Wewenang komisi itu pada pokoknya berkaitan dnegan tugas-tugas yagn harus dilakukannya yang dirinci dalam pasal 35. Beberapa diantara wewenang tersebut adalah:
1.wewenangh menerima laporan dari masyarakat tentang dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat serta meneliti dugaan tersebut dan menyelidikinya (a sampai dengan c)
2. menyimpulkan hasil penyelidikan dan satu pemeriksaan, memanggil pelaku usaha yagn berkaitan, mengahdirkan saksi, saksi ahli dan setiap orang yang dianggp mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang no.5 tahun 1999. Selanjutnya komisi berwenang meminta bentuan penyidik untuk mengahdirkan pelaku usaha, saksi ahli, setiap orang yang berkaitan yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi . menurut penjelasan resmi atas pasal 36 butir g, yagn dimaksud dengan penyidik adalah penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang no 8 tahun 1981. Penjelasan tersebut tidak menyebutkan undang-undang ini tentang materi apa.
3. disamping itu komisi berwengn meminta keterangan dari pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usha yagn melanggar ketentuan undnag-undang no 25 tahun 1999.
4. komisi juga diberi wewenang untuk mendapatkan, meneliti, menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan atau pemeriksaan serta memutuskan dan menetapkan apakah ada atau tidak ada kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
Pada akhirnya komisi diberi wewenang memberitahukan putusan komisi serta menjatuhkan sanksi administrative kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta.
3. tentang penegakan hukum
Penegakan hukum dimulai dnegan bagaimana cara penanganan perkara jika terjadi pelanggaran atas undang-undang no 5 tahun 1999 sedangkan bab VIII memuat ketentuan mengenai sanksi. Tata cara penyampaian laporan pelanggaran lebih lanjut diatur oelh komisi sendiri (pasal 38 ayat (4). Dengan demmikian ketentuan beracara disamping sudah diatur secara umum dalam Bab VII undang-undang no 5 tahun 1999 secara khusus tentang penyampaian laporan diserahkan diatur oleh komisi sendiri.
Pelaporan pelanggaran menurut pasal 38 dapat dilakukan oleh:
1. setiap orang yagn mengetahui atau menduga ada pelanggaran (pasal 38 ayat (1))
2.pihak yang dirugikan sebagai akibat pelanggaran (Pasal 38 ayat (2))
3.komisi tanpa laporan dapat mengadakan pemeriksaan pelaku usaha kalau ada dugaan pelanggaran undang-undang no 5 tahun 1999 (Pasal 10 ayat (1))
Kalau dilihat ketentuan pasal 39 maka pemeriksaan dilakukan oleh komisi dalam 2 tahap yaitu:
1. pemeriksaan pendahuluan
2. pemeriksaan lanjutan
Kewajiban pelaku usaha dan pihak lain
Dalam pemeriksaan yagn dilakukan oleh komisi ada beberapa kewajiban yang dibebankan undang-undang atas pelaku usaha dan pihak lain yagn bersangkutan dengan pemeriksaan yaitu:
1. wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan pemeriksaan.
2. wajib tidak menolak diperiksa
3. wajib memberikan informasi yang diperlukan
4. wajib tidak menghambat penyelidikan dan pemeriksaan.
Apabila kewajiban yang disebutkan pada butir 2 dan butir 3 tidak ditaati, maka pelanggaran itu diserahkan pada penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Yang diserahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan tidak hanya perbuatan atau tindak pidana tetapi jugat ermasuk pokok perkara yagn sedang diselidiki dan diperiksa ileh komisi (lihat penjelasan resmi atas pasal 41).
Alat bukti
Komisi memeriksa berdasarkan alat-alat bukti seperti yagn ditentukan dalam pasal 42 yaitu:
a.keterangan saksi
b.ketarangan ahli
c.surat dan atau dokumen
d.petunjuk
e.keterangan pelaku usaha
jika dibandingkan dengan alat bukti yagn ditentukan dalam H.I.R dan RBg untuk acara perdata maka alat bukti yagn disebut di atas adalah berbeda karena tidak menyebutkan alat bukti persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Pemeriksaan lanjutan wajib diselesaikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dilakukan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaanlanjutan ini dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari setelah komisi menerima laporan.
Jangka waktu pemeriksaan lanjutan, dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam akhir pemeriksaan lanjutan dengan atau tidak dengan perpanjangan komisi wajib mwngambil keputusan selambat lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak selesainya pemeriksaan lanjutan. Putusan komisi harus memnuhi persyaratan:
1. harus mengenai apakah telah tidak pelanggaran terhadap undang-undang no 5 tahun 1999.
2. putusan harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Pengambilan putusan komisi dialkukan dalam suatu majelis beranggotakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota komsii.
3. diberitahukan kepada pelaku usaha.
Sikap pelaku usaha setelah putusan komisi
1.wajib melaksanakan putusan
2.menyampaikan laporan pelaksanaan putusan
3.mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri, selambat-lambatnya 14 (empat belas)
Apabila sikap yagn disebut pada butir 1 dan 2 tidak dijalankan maka komisi menyerahkan putusan itu kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai peraturan perundang-undangan. Keberatan yagn diajukan pelaku usaha ke pengadilan negeri menyebabkan pengadilan negeri harus memeriksa keberatan itu.
Proses pada pengadilan negeri diatur dalam pasal 45 sebagai berikut:
(pasal 45 ayat (1) dan (2)
1. memeriksa keberatan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan
2. memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dimulainya pemeriksaan keberatan.
Kasasi kepada mahkamah agung
Kemungkinan bahwa keputusan pengadilan negeri atas keberatan yagn diajukan pelaku usaha ditolak oleh pelaku usaha juga di. Hal tampung dalam undang-undang no 5 tahun 1999. Hal itu dapat dilihat dalam pasal 45 ayat (2) sebagai berikut:
Pihak yagn keberatan atas putusan pengadilan negeri dalam waktu 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi kepada mahkamah agung RI. Kalau hal tiu terjadi maka mahkamah agung harus memberikan putusan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
Pemeriksaan pelanggaran terhadap Undang-undang no 5 athun 1999 yang dilakukan oelh komisi yang diakhiri dengan pemberian putusan dan tidak ada keberatan diajukan oleh pelaku usaha atas putusan komisi tersebut menurut pasal 46 ayat (1) merupakan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan dimntakan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri.
Sanksi:
Komisi diberi wewenang menjatuhkan sanksi terhadap pelaku usaha yang melanggar undang-undang no 5 tahun 1999. Sanksi tersebut dapat berupa:
1.tindakan administrasi (pasal 47)
2.pidan apokok (pasal 47)
3.pidana tambahan (pasal 49)
1. tindakan administrasi
Komisi dapat mengambil tindakan berupa:
Pembatalan perjanjian yang dimaksu dalam pasal 4 sampai dnegan pasal 13, pasal 15 dan pasal 16. Pasal 14 tidak ikut ditunjuk dapat dintindak pembatalan padahahl perjanjian yagn disebut dalam pasal 14 itu termasuk perjanjian yang dilarang.
Pasal 4 samapai dengan pasal 14, 15 dan 16 menagtur tentang jenis perjanjian yagn dilarang oleh undang-undang no.5 tahun 1999. Tetapi pasal 14 tidak termasuk yagn ditunjuk dalam pasal 47 ayat (2)a. Pasal 14 yang tidak ditunjuuk oleh pasal 47 ayat (2) a tersebut adalah mengenai perjanjian tentang integrasi vertical yagn termasuk perjanjian yang dilarang. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa perjanjian tentang intervensi vertical itu tidak termasuk dapat dijatuhi putusan pembatalan oleh komisi?
Mengenai hal itu ada penjelasan dalam penjelasan resmi. Sebagaimana kita mengetahui bahwa perjanjian integrasi vertical itu adalah mengenai produksi sejumlah produk yagn termasuk dalam mata rantai yagn satu produk merupakan hasil proses lanjutan dari proses sebelumnya oleh beberapa perusahaan sehingga mungkin dipandang oleh pembentuk undang-undang. Komisis sulit dengan segera memmbatalkan perjanjian yagn dibuat diantara beberapa perusahaan.
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk mengehentikan integrasi vertical. Menurut penjelasan resmi atas pasal 47 ayat (2) b, hal itu dapat dilakukan dnegan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain atau perusahaan bentuk rangkaian produksinya. Menurut penjelasan resmi, yang dihentikan adalah kegiatan tertentu bukan kegiatan usaha pelaku usaha seluruhnya. Jadi hal ini dapat memberi penjelasan pada pertanyaan tentang pasal 14 pada butir a di atas. Artinya melalui perintah kepada pelaku usaha memnghentikan integrasi vertical komisi dapta melaksanakan pembatalan.
c. Memerintahkan pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menetapkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat dan atau
d. Memerintahkan pelaku usaha menghentikan penyalahgunaan posisi dominan
e. Menetapkan pembatalan atau penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham dan atau
f. Menetapkan pembayaran gantirugi dan atau
g. Mengenakan denda serendah rendahnya Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah)
2. pidana pokok
Pelanggaran atas beberapa ketentuan ditindak dnegan menjatuhkan 1) pidana denda 2) pidana kurungan pengganti denda.
Ada 3 (tiga) kelompok pelanggaran yagn berkaitan dengan kedua sanksi tersebut yaitu:
1. pelanggaran atas pasal 4, pasal 9 sampai dnegan pasal 14, pasal 16 sampai dengan pasal 19, pasal 25, pasal 27 dan pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) milyar rupiah. Setinggi-tingginya 120 (seratus dua puluh) milyar rupiah atau pidan akurungan pengganti denda selama lamanya 5 (lima) bulan.
2. Pelanggaran atas pasal 5 sampai dengan pasal 8, pasal 15, pasal 20 sampai dnegan pasal 24, pasal 26, diancam pidan addenda serendah rendahnya 5 (lima) milyar rupiah. Setinggi tingginya 25 (dua puluh lima) milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda selama lamanya 5 (lima) bulan.
3. pelanggaran terhadap pasal 41, diancam pidana serendah-rendahnya 1 (satu) milyar rupiah, setinggi-tingginya 5 (lima) milyar rupiah atau pidana kurungan pengganti denda dalam lamanya 3 (tiga) bulan.
3. pidana tambahan
Bentuk pidana tambahan adalah:
a. pencabutan izin usaha;atau
b.larangan kepada pelaku usaha menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Demikian diatur dalam pasal 49. Ketentuan pasal 49 menunjuk pada kitab undag-undang hukum pidana pasal 10 dan dengan demikian ditentukan bahwa terhadap sanksi pidana sebagaimana diatur dalam pasal 48 (tentang pidana pokok) dapat dijatuhkan pidana tambahan seperti yang disebutkan di atas.

CATATAN
Posisi dominan contoh: carefour mengenai pimpinannya orang luar.
Rule of law dan rule of reason: berdasarkan inilah KPPU mengadakan penyelidikan.
Posisi dominan diatu dalam pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1999 tentang antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Posisi dominan: adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yagn bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai.
Pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitannya dengan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang tertentu. Yang dominan disini adalah keangannya.
Dalam pasal 25 ayat (1) bagian c UU No.5 tahun 1999 terdapat larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan posisi domiann baik secara langsung/tidak langsung.
Dalam pasal 25 ayat (2) disebutkan sekelompok pelaku usaha dianggap melakukan posisi dominan apabila satu pelaku usaha/satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar.
Justru yagn dilarang oleh UU Antimonopoli: bentuk-bentuk penyalahgunaan dari posisi dominan yagn dilakukan ole hkelompok usaha yang cenderung berbentuk gabungan (holding company).
Pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 pasal ini melarang adanya hubungan kepengurusan. Seseorang menduduki jabatan rangkap dari suatu perusahaan.
Pasal 26 jabatan yagn dilarang adalah jabatan rangkap secara vertikal misalnya apabila ada seseoran gyang menduduki jabatan direksi atau komisaris dari dua perusahaan yang menghasilkan produk barang tertentu sekaligus juga di perusahaan supplier produk barang tersebut.
Namun ada juga jabatan secara horizontal artinya jika ada seseoran gyang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris di dua perusahaan yang bergerak dalam bidang yagn sama (selevel).
Untuk mengetahui adanya monopoli sebaiknya dalam menilai adanya jabatan rangkap itu digunakan pendekatan perse illegal dan the rule of reason.
Per-se illegal harus diselidiki
The rule of reasonharus diselidiki apakah benar-benar ada monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Bunyi pasal 1 angka 4:
Kita bisa melihat ada 3 hal yagn harus dimiliki agar pelaku usaha dapat dikatakan sebagai posisi dominan:
1. mempunyai pangsa-pangsa pasar yang cukup besar atau posisi tertinggi
2. memiliki kemampuan keuangan yang kuat
3. mempunyai kemampuan akses pada pasokan/penjualan
Pangsa-pangsa pasar bisa dilihat dalam perdagangan misalnya penjualan semen (perdagangan produk semensemen gresik.
Dengan 3 hal ini pelaku usaha dapat dikatakan sebagai posisi dominan dan menguasai pasar/disebut ”market power” (kekuatan pasar).
Sebenarnya pelaku usaha tidak dilarang memiliki 3 hal di atas namun apabila hal-hal tersbeut digunakan untuk melakukan penguasaan atas pasar barang atau jasa tertentu maka pelakku usaha tersebut dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran UU.
Pihak yagn berwenang yan gbertugas mengawasi masalah monopoli harus benar-benar mengawasi apakah ketiga hal itiu digunakan atau tidak sebab penguasaan pasar itu bisa mengarah pada praktek monopoli.
Bagaimana pelaku usaha dapat dikatakan menguasai pasar?
Postner dan Landess mengatakan pelaku usaha dapat dikatakan menguasai pasar / market power bila seorang penjuak dapat menaikkan harga diatas level persaingan tanpa mengalami penurunan penjualan yang berarti/signifikan dalam waktu yang singkat.
Sedangkan kenaikan tersebut tidak menghasilkan keuntungan dan tidak seharusnya dilaksanakan. Maka pelaku usaha tersebut dikatakan memiliki market power sehingga ia bisa dikatakan memiliki atau disebut posisi dominan.
Yagn menjadi masalah dalam menilai posisi dominan :
Dalam praktek penentuan pangsa pasar tidak sederhan, masalah yang kana timbul dalam mengukur pangsa tersebut dalam produk adalah penentuan jenis produk dalam pasar. Contoh: produk susu.
Ada 3 jenis pendekatan yagn dapat dilakukan untuk menentukan ada atau tidaknya posisi dominan:
1. pendekatan dengan mengukur kinerja perusahan
dengan pendekatan ini diukur berapa jauh defiasi harga penjualan barang/jasa yagn diproduksi perusahaan tersebut melenceng dari biaya marjinalnya atau berapa selisih laba perusahaan tersebut dnegan laba rata-rata perusahaan sejenis. Pengujian dengan pengukuran kinerja ini tidak sepenuhnya memuaskan namun di negara-negara maju pendekatan ini cukup sering digunakan dalam memeriksa kasus-kasus monopoli.

2. pendekatan dengan persaingan
Dengan cara mneguji perilaku perusahaan dalam persaingan. Tes ini dilakukan dengan mempelajri snsitivitas penjualan perusahaan tersebut terhadap perubahan harga dan jumlah penjualan yang dilakukan oleh pesaingnya. Kelemahannya: bagaimana mengukur sensitivitas penjualan seandainya dia menaikkan harga? Contoh: keluar mobil jazz, kemudian keluar jazz RZ. Produk mana yagn harganya lebih tinggi???kelemahannya dalam menghitung harga, dibutuhkan pengukuran yang akurat.
3. pendekatan dengan struktur perusahaan
Tes dengan struktur dengan menghitung jumlah perusahaan yang bergerak di suatu pasar tertentu kemudian membandingkan volume penjualan atau pangsa pasar yang dikuasai masing masing perusahaan. Kemudian pangsa-pangsa pasar /volume pasar ini selanjutnya digunakan untuk mengetahui posisi masing-masing perusahan. Kemudian perusahaan dengan pangsa/volume pasar terbesar dianggap memiliki posisi paling dominan dan memiliki kekuatan monopoli. Pendekatan yang ketiga ini adalah pendekatan yagn banyak digunakan. Salah satu faktor terkecil misalnya struktur pasar itu misalnya bagaimana struktur pasar dari indomobil atau astra?
Ranah ekonomi yang tak bisa dipahami dengan ranah hukum.
*ukuran market power ini tidaklah bersifat exact karena sering disalah tafsir. Yagn perlu dipertimbangkan dalam praktek harus memperhatikan hal-hal yagn sesuai dengan kondisi pasar, geografis,dll*
Merger, peleburan dan aguisisi itu dibolehkan asal tidak melanggar UU walaupun dikhawatirkan dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
Tujuan merger, peleburan, aguisisi:
1.memperbesar /mengembangkan perusahaan
2.meningkatkan efisiensi
3.menghilangkan/mengurangi resiko persaingan
4.menjamin tersedianya pasokan/penjualan dan distribusi
5.penyaluran modal yang tidak digunakan dll.
Akibat dari penggabungan:
1.peralihan kepemmilikan aset dan saham
2.peralihan tanggungjawab atas hutang dan hak atas piutang
3.peralihan hak dan tanggungjawab atas kontrak/perjanjian-perjanjian yang berjalan
4.perubahan bentuk organisasi perusahaan.
5.perubahan menajemen perusahaan.
Praktek merger, konsolidasi dan peleburan tidak dilarang jika bertujuan untuk memberikan keuntungan
1.aspek negatif yang dirasakan oleh konsumen akibat diterapkannya merger, aguisisi dan konsolidasi yagn berpengaruh pada tingkat persaingan yang tidak sehat dan sempurna.
2. efek negatif yang dirasakan masyarakat konsumen:
a. bertambahnya konsentrasi pasar yagn dapat menyebabkan semakin tingginya harga produk barang/jasa, hal ini bisa berakibat pada semakin berkurangnya jumlah barang serta jasa yagn beredar di pasar.
b. kekuatan pasar semakin besar yagn dapat mengancam kelangsungan hidup pelaku usaha dalam skala kecil /menengah.
UU Monopoli melihat 2 aspek negatif itu ada 2 faktor yang mempengaruhinya
- Kolusi harga
- Kekuasaan monopoli oleh supermarket
Penggabungan, peleburan, aguisisi
Dalam praktek penggabungan, usaha dalam bentuk merger (penggabungan) dapat terjadi bila dua perusahaan melakukan penggabungan dimana satu perusahaan menyerap perusahaan lainnya. Perusahaan yagn menyerap tersebut tetap ada/eksis sedangkan perusahaan yagn diserap menjadi hilang dan kondisi yang demikian di Indonesia disebut dnegan penggabungan /merger. Contoh merger: perusahaan A merger dengan perusahaan B namanya perusahaan A.
Ada juga tindakan penggabungan usaha dalam bentuk consolidation (peleburan) dimana ada 2 perusahaan yagn meleburkan diri menjadi satu dan kemudian membentuk satu perusahaan baru sehingga kondisi yang demikian itu di dalam sistim hukum indonesia disebut peleburan (konsolidasi). Contoh peleburan: perusahaan A melebur dengan perusahaan B namanya perusahaan C.
Dalam hal merger, konsolidasi dan aguisisi:
UU No 5 tahun 1999 tidak bisa berdiri sendiri, ia harus bersinergi dengan UU lain misalnya UU PT, UU Pasar Modal. Dalam penggabungan dengan perusahaan luar negeri ia harus memperhatkan sekuritas luar negeri.
Dalam upaya penegakan hukum diperlukan organ organnya yaitu KPPU.
Suatu aturan hukum tidak dapat berjalan dnegan baik bila organnya tidak baik. Organ tersebut punya karakter yang unik, ini bisa dikatakan sebagai ”superbody”. Karakter yang unik dapat dikemukakan sebagai sebuah produk mobil, semua komponen berdiri sendiri. Keunikan yagn lain tidak hanya ditujukan untuk kepentingan masyarakat tapi juga untuk esendi ekonomi. Dengan cara penciptaan persaingan usaha yagn kondusif sehingga semua orang untung.
Tugas atau kewajiban KPPU:
Organ-organ yang lain BPSK
Di KanadaCompetition Bearou
Di Perancis
Di Jerman
Monopoli commission kerjasama
Di Amerika de federal right condition dan antitrust.
Ada beberapa pendekatan
1) pendekatan administratif
Adalah pendekatan yagn paling umum. Pendekatan administratif dalam persainagn bisnis dimaksudkan adalah penggunaan sarana-sarana administratif untuk mengarahkan supaya tindakan pelaku usaha sejalan dengan ketentuan-ketentuan persaingan usaha.
2) pendekatan perdata
Pendekatan ini memungkinkan seorang pelaku usaha yang melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan persaingan untuk membayar kepada pihak-pihak yagn secara faktual menderita kerugian akibat pelanggaran tersebut.
3) pendekatan hukum pidana
Melalui pendekatan pendekatan ini, negara-negara mengatur bahwa pelanggaran atas ketetnuan persaingan usaha tertentu adalah tindakan pidana yagn terhadap pelakunya bisa dikenakan sanksi pidana. Pendekatan yagn paling referensif. Oleh karena itu negara bersikap sangat hati-hati dalam melakukan pendekatan pidana. Pendekatan ini dilakukan secara ”ultimum remidium”/obat terakhir/sebagai sarana terakhir menegakkan hukum. Dalam hukum pidana delik formal dianggap terjadi bial ada unsur-unsur perbautan pidana telah terpenuhi tanpa melihat akibat hukumnya.
Disamping ada 3 pendekatan itu ada 2 lagi yakni:
1. per-se illegal: kemiripannya ada dalam delik formal hukum pidana.
2. rule of reason: yagn tidak bisa secara mudah dilihat. Penerapannya dilakukan terhadap tindakan-tindakan secara menakar hukum. Secara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat tindakan tersebut terhadap kondisi persaingan usaha.
pendekatan market illegal ekonomi market. Pendekatan market ekonomi pasar.
3. pendekatan preventif: untuk menjaga supaya para pelaku usaha tidak terlanjur mengambil langkah-langkah yagn melanggar ketentuan-ketentuan persaingan usaha. Dengan demikian memancing konsekuensi hukum yang bersifat represif. Misalnya: melakukan konsultasi kredit, memberikan rekomendasi, memberikan izin kebebasan, pemberitahuan.

PENANGANAN PERKARA PERSAINGAN USAHA
A. Pendahuluan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur tata cara penanganan perkara penegakkan hukum Persaingan Usaha pada pasal 38 sampai dengan pasal 46. dalam menangani perkara penegakkan hukum persaingan usaha, Komisi Pengawas Pesaingan Usaha dapat melakukan secara proaktif atau dapat
menerima pengaduan atau laporan dari masyarakat. Pasal 40 Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan
terjadi pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 ini, walaupun
tidak ada laporan, yang pemeriksaannya dilaksanakan sesuai tata cara
sebagaimana diatur dalam Pasal 39. sebelumnya dalam pasal 38
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap orang yang
mengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi
pelanggaran terhadap Undang-undang nomor 5 Tahun 1999 ini dapat
melaporkannya secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha
dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran,
dengan menyertakan identitas pelapor. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa bahwa bahan penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian
terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha bisa
berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak yang dirugikan atau
pelaku usaha , bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang mengetahui
bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan kepada
Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau berasal dari prakarsa Komisi
Pengawas Persaingan Usaha.
Pemeriksaan Pendahuluan dan Lanjutan
Pasal 39 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk melakukan pemeriksaan pendahuluan berdasarkan laporan masyarakat, pihak yang pendahuluan berdasarkan laporan masyarakat, pihak yang dirugikan, atau pelaku usaha. Berdasarkan pemeriksaan pendahuluan ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam waktu selambat-selambatnya 30 hari setelah menerima laporan tersebut, akan menetapkan perlu-tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. Apabila menurut pertimbangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha perlu dikakukan pemeriksaan lanjutan, dengan sendirinya Komisi Pengawas Persaingan
Usaha akan melakukan pemeriksaan lanjutan.
Menurut Pasal 41 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. selama penyelidikan atau
pemeriksaan lanjutan berlangsung, pelaku usaha dan/atau pihak lain yang diperiksa mempunyai kewajiban menyerahkan alat bukti yang diperlukan dan dilarang menolak untuk diperiksa, dilarang menolak memberikan informasi yang diperlukan, dan dilarang menghambat proses penyelidikan, dan atau pemeriksa yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Oleh karena itu, bila pelaku usaha menolak diperiksa atau memberi informasi yang diperlukan oleh Komisi, ia akan diserahkan
kepada penyidik untuk disidik sesuai ketentuan berlaku.
Kalau kasusnya sudah sampai penyidik, yang menangani tidak lagi hanya pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha, tetapi juga pihak kepolisian. Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyerahkan kasus tersebut kepada penyidik untuk disidik.
Jangka Waktu Pemeriksaan Lanjutan
Pasal 43 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menguraikan tentang jangka waktu
pembacaan lanjutan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Pemeriksaan
lanjutan yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha tersebut
wajib diselesaikan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari sejak
dilakukan pemeriksaan lanjutan. Selama jangka waktu tersebut, Komisi
Pengawas Persaingan Usaha telah selesai melakukan pemeriksaan dan
penilaian trhadap alat-alat bukti, yang bisa berupa keterangan saksi,
keterangan ahli, surat dan atau dokumen, petunjuk, dan keterangan
pelaku usaha. Namun jika diperlukan atau jika Komisi Pengawasan
Persaingan Usaha belum selesai melakukan pemeriksaan oleh alat-alat
bukti, jangka waktu pemeriksaan lanjutan tersebut dapat diperpanjang,
paling lama 30 hari terhitung sejak pemeriksaan lanjutan tersebut
selesai, Komisi Pengawas Persaingan Usaha wajib memutuskan apkah telah
terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap hukum persaingan uasaha.
Pengajuan Keberatan oleh Pelaku Usaha
Pelaku usaha mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum berupa “keberatan”
atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha kepada Pengadilan Negeri
dalam jangka waktu paling lambat 14 hari setelah menerima pemberitahuan
keputusan. Akan tetapi, apabila dalam tenggang waktu yang ditentukan
tersebut pelaku usaha tidak mengajukan keberatan, menurut Pasal 44 ayat
(3) dan Pasal 46 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, pelaku usaha
tersebut dianggap menerima putusan Komisi Pengawas persaingan usaha,
sehingga keputusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Agar mempunyai kekuatan eksekutorial, putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap tersebut harus dimintakan penetapan eksekusi
pada pengadilan negeri. Dengan diterimanya putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha oleh pelaku usaha, dengan sendirinya pelaku usaha
wajib melaksanakan putusan yang diterimanya dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dan melaporkan pelaksanaanya kepada Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dalam tenggang waktu 30 hari sejak menerima
pemberitahuan ketikan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Selanjutnya, menurut Pasal 45 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, terhadap keberatan yang diajukan kepada Pengadilan Negeri, Pengadilan Negeri harus
memeriksa keberatan pelaku usaha tersebut dalam jangka waktu 14 hari
sejak diterimanya keberatan tersebut oleh pengadilan negeri. Putusan
pengadilan negeri mengenai keberatan pelaku usaha tadi harus diberikan
dalam waktu 30 hari sejak pemeriksaan keberatan tersebut dimulai.
B. Pembahasan: Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan Usaha
1. Pemeriksaan Perkara
Penanganan perkara oleh komisi pengawas dimulai dari dilakukannya pemeriksaan pendahuluan untuk kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dilakukan apabila:
a. adanya laporan dari pihak ketiga yang mengetahui terjadinya pelanggaran;
b. laporan dari pihak yang dirugikan; atau
c. atas inisiatif sendiri dari komisi pengawas tanpa adanya laporan (Pasal 40).
Hal mana akan diuraikan tersebut dalam Pasal 38 Undang-Undang No.5 Tahun 1999:
Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada komisi dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini dapat melaporkan secara tertulis kepada komisi dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor.
Identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dirahasiakan oleh komisi.
Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh komisi.
Sebagaimana tersebut dalam Pasal 38 ayat (1), pembuat undang-undang mengharapkan agar setiap orang untuk membantu komisi dalam menindak pelanggaran terhadap undang-undang ini. Tetapi ketentuan ini bukan merupakan suatu keharusan, melainkan setiap orang dapat melaporkan secara tertulis kepada komisi bahwa ia mengetahui atau menduga telah terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Yang dimaksud dengan ”setiap orang” bukan hanya warga negara Indonesia saja, melainkan pelaku usaha dan warga negara asing juga boleh menyampaikan pengaduan kepada komisi.
Dalam laporan/pengaduan tersebut, pihak pelapor/pengadu harus menyampaikan kepada komisi tentang identitasnya serta keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran terhadap undang-undang ini. Hal ini memerlukan pengethauan mengenai undang-undnag ini bagi pelapor/pengadu. Akan tetapi yang penting bagi komisi adalah bahwa pelapor/pengadu menyampaikan kepada komisi keterangan yang sekonkret mungkin. Sesudahnya menjadi tugas komisi baru dapat menilai dari segi hukum. Sedapat mungkin dianjurkan supaya laporan/pengaduan tertulis dilampiri dengan dokumen yang terdapat fakta pelanggaran yang diduga telah terjadi dan dapat digunakna oleh komisis sebagai alat bukti (Pasal 42) dalam pemeriksaan lanjutan.
Sesuai dengan Pasal 38 ayat (3), komisis wajib merahasiakan identitas pelapor/pengadu. Jaminan perlindungan yang diberikan oelh komisi tersebut akan mendorong kesediaan menyampaikan pelaporan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran undang-undang ini, karena pihak yang dmei kepentingannya tidak ingin pelaku usaha yang dilaporkan mengetahui identitasnya menjadi bersedia membuat laporan/pengaduan kepada komisi.
Dalam pasal 38 ayat (2), pembuat undang-undang menunjuk pada kelompok informan tertentu, yaitu oran gyang mengalami kerugian karena pelanggaran terhadap undang-undang ini. Menurut sifat masalahnya, kerugian yang didapat selalu berupa kerugian keuangan, atau setidak-tidaknya kerugian tersebut dapat diperhitungkan secara ekonomi. Pihak yang dirugikan dapat menginformasikan kepada komisi secara tertulis atas kerugian akibat pelanggaran terhadap undang-undang ini. Dalam hal ini dia harus menjelaskan fakta yang menyebabkan kerugian, yaitu pelanggaran terhadap undang-undang ini dan kerugian dengan keterangan tersebut diserta identitas pelapor, yang tidak harus dirahasiakan oleh komisi, karena penentuan kerugian dan penetapan kerugian dan penetapan ganti rugi (Pasal 47, Pasal 2 huruf f) mensyaratkan bahwa pihak yang dirugikan serta besarnya kerugian yang dialaminya harus diketahui.
Tata cara penyampaian laporan dan/atau pengaduan akan diatur lebih lanjut oleh komisi. Hal mana dapat dilakukan dengan keputusan komisi. Hal mana dapat dilakukan dengan keputusan komisi, sebagaimana dimaksud oleh ketentuan dalam Pasal 10 Keputusan Presiden. Terhadap suatu keputusan apakah seorang atau suatu badan hukum telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli, mak akomisi pengawas dalam proses melakukan pemeriksaan dan/atau penyelidikan, harus melakukan bentuk pembuktian informasi yang didapat dari pelapor, setidaknya perlu dibuktikan dengan dokumen-dokumen penting yang pada pokoknya dapat membuktikan terjadi atau terdapat pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli, dan apabila perlu komisi dapat mendengar keterangan sanksi ataupun pendapat ahli. Kiranya alat-alat bukti yang dapat digunakan oleh komisi untuk melakukan pemeriksaan adalah:
a. petunjuk,
b. keterangan sanksi,
c. keterangan ahli,
d. surat dan/atau dokumen, dan
e. keterangan pelaku usaha.
Sehubungan dengan laporan/pengaduan serta pemberitahuan kerugian yang ditimbulkan sesuai dengan Pasal 38 ayat (1) dan (2), komisi tidak dapat bertindak berdasarkan pertimbangan sendiri, melainkan wajib mengambil tindakan. Menurut Pasal 39 ayat (1), komisi harus melakukan pemeriksaan pendahuluan. Dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan dan/atau pengaduan, komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Apabilal dilakukan pemeriksaan lanjutan, maka komisi wajib melakukan pemeriksaan tersebut pada pelaku usaha yang dilaporkan/diadukan melakukan pelanggaran atau menimbulkan kerugian. Dengan demikian, pelaku usaha bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri di depan penegak hukum dan memberikan keterangan selengkap-lengkapnya mengenai laporan dan yang dikategorikan sebagai rahasian perusahaan, maka komisi wajib menjaga kerahasiaan informasi tersebut. Dengan demikian, informasi tersebut tidak boleh diteruskan kepada pihak yang dirugikan atau kepada pelapor/pengadu. Apabila pemeriksaan dan fakta kasus memerlukan, maka komisi dapat mendengar keterangan saksi, saksi ahli, dan pihak lain.
Dalam melakukan pemeriksaan lanjutan dan mendengar keterangan saksi, saksi ahli dan/atau pihak lain, komisi akan dilengkapi dengan surat tugas. Untuk kelancaran tugas, anggota komisi dibantu oleh sekretariat (Pasal 12 ayat (1) Keputusan Presiden). Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas dan fungsi sekretariat akan diatur lebih lanjut dengan keputusna komisi (Pasal 12 ayat (2) Keputusan Presiden).
Komisi tidak hanya melakukan tugas berdasarkan informasi dan petunjuk yang diperoleh dari pihak ketiga, melainkan juga dapat bertindak atas wewenangnya, yaitu atas dasar keputusan sendiri. Apabila berdasarkan peninjauan pasar dan kesan sendiri, patut diduga pelaku usaha tertentu melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini. Dalam hal ini, komisi sesuai dengan kewajiban menimbang perlu atau tidaknya mengambil tindakan terhadap pelaku usaha bersangkutan. Pemeriksaan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan yang termuat pada Pasal 39, yaitu pemeriksaan resmi yang dimulai dengan pemeriksaan pendahuluan dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah dimulai pemeriksaan tersebut. Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan. Apabila tidak ada penetapan tersebut, maka pemeriksaan pendahuluan dihentikan dan perkara diakhiri.
Menurut Pasal 41 ayat (2), pelaku usaha dilarang menolak diperiksa oleh komisi. Dalam hal ini alasan-alasan penolakan tersebut tidak memegang peranan. Di lain pihak pelaku usaha diperbolehkan selama pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan, menyangkal dugaan bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang yang diajukan secara resmi oleh komisi.
2. Penyelidikan dan Penyidikan
Yang dimaksud oleh Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengenai istilah penyelidikan adalah tindakan yang dipergunakan terhadap setiap kegiatan yang dilakukan oleh komisi pengawas sebelum memberikan putusannya terhadap dugaan telah terjadi suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli. Dalam penngertian ini komisi pengawas juga dapat memberikan putusan bersalah atau tidaknya pelaku usaha yang melakukan persaingan curang atau praktik monopoli. Maka untuk selanjutnya dapat dikatakan bahwa komisi pengawas dalam tugas-tugasnya dapat bertindak sekaligus sebagai penyelidik, jaksa dan hakim yang memutus. Walaupun demikian tugas dan wewenang tersebut semata-mata hanya wewenang bersifat administratif tidak serta-merta bersifat perdata atau pidana.
Pengertian penyidikan dalam arti hukum acara pidana mmerupakan kelanjutan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang pejabat penyidik (sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang KUH Acara Pidana). Dengan demikian kewenangan penyidikan tidak dimiliki oleh komisi pengawas, tetapi hanya dimiliki oelh lembaga penyidik umum (kepolisian). Kewenangan lembaga penyidik umum dapat dipergunakna dalam hal pihak yang diperiksa menghambat atau menolak memberikan keterangan atau informasi kepada komisi pengawas.
Pelaku usaha juga dilarang menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan. Pelaku usaha tidak boleh menolak memberikan informasi, yang menurut komisi diperlukan dalam penyelidikan dan/atau pemeriksaan. Selain itu pelaku usaha yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperllukan untuk pemeriksaan dan/atau penyelidikan. Menurut Pasal 42 alat bukti tersbeut juga termasuk surat dan/atua dokumen. Berdasarkan Pasal 41 ayat (1), pelaku usaha apabila diperlukan wajib menyerahkan dokumen asli data usaha kepada anggota komisi. Sebelum dilakukan pemeriksaan, anggota komisi harus menjelaskan selengkap mungkin alat bukti mana yang diperlukan sehingga wakil perusahaan bersangkutan dapat memenuhi kewajiban tersebut.
Dianjurkan supaya komisi dalam melakukan pemeriksaan secara resmi, agar dapat mengembalikan dokumen atau data usaha tersebut secepat mungkin kepada pelaku usaha bersangkutan. Komisi mencatat dalam berita acara nama surat dan/atau dokumen yang diserahkan kepadanya dan seoran gwakil perusahaan bersangkutan membenarkan berita acara tersebut dengan tanda tangannya. Apabila pelaku usaha untuk kelancara kegiatan usahanya memerlukan salah satu dokumen yang telah diserahkan kepada komisi, maka komisi akan mengizinkan dokumen bersangkutan difotokopi. Anggota komisi harus menjamin melalui tindakan yang tepat bahwa dokumen data usaha yang telah diserahkan telah ditukar atau dihancurkan. Oleh karena itu, izin khusus untuk membuat fotokopi agar didahului pencatatan surat dan/atau dokumen yang diserahkan dalam berita acara.
Apabila pelaku usaha melanggar ketentuan yang termuat dalam Pasal 2, maka komisi dapat menyerahkan masalahnya kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai dengan ketentuan Pasal 41 dan Pasal 48 ayat (1), wewenang penyelidikan komisi dalam melakukan tugas resminya secara eksplisit meliputi hak untuk mengenakan pidana denda. Dengan demikian, ditegaskan kewajiban pelaku usaha untuk bekerjasama dalam pemeriksaan dan tidak boleh menghambat proses pemeriksaan. Pelanggaran terhadap Pasal 41 diancam pidana denda serendah-rendahnya satu miliar dan setinggi-tingginya lima miliar rupiah. Denda tersebut dianggap pidana pokok.
Menurut Pasal 40, komisi dalam melakukan pemeriksaan sebagai tugas resmi tersedia alat-alat bukti yang klasik, yaitu keterangan saksi dan saksi ahli, keterangan pelaku usaha lain serta surat dan/atau dokumen. Dalam pemeriksaan tersebut komisi memusatkan perhatiannya pada dokumen usaha, yang berkat sifat objektifnya mempunyai kekuatan pembuktian yagn khusus.
Petunjuk dan saran selalu dapat memajukan penyidikan. Apakah dapat dijadikan sebagai alat bukti, harus ditentukan kasus per kasus. Apabila terdapat petunjuk tertulis, maka petunjuk tersebut sesuai dengan isinya termasuk kategori surat. Dalam melakukan pemeriksaan lanjutan sesuai dnegan Pasal 43, dan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan (2), harus diperhatikan semua pihak yang terlibat, jangan sampai menunda-nunda pengurusan laporan dan/atau pengaduan di pihak komisi. Komisi wajib menyelesaikan pemeriksaan lanjutan selambat-lambatnya enam puluh hari sejak dilakukan pengecualian dengan memperpanjang jangka waktu pemeriksaan lanjutan paling lama tiga puluh hari sehingga seluruhnya berjumlah sembilan puluh hari. Sesuai dnegan perbandingan keadaan biasa dan kekecualian, jangka waktu sembilan puluh hari tidka boleh menjadi keadaan biasa, sedangkan jangka waktu biasa enam puluh hari menjadi kekecualian.
Selambat-lambatnya tiga puluh hari terhitung sejak diselesaikannya pemeriksaan lanjutan, komisi wajib menentukan telah terjadi atau tidaknya pelanggaran terhadap undang-undang ini. Putusan komisi tersebut harus dibacakakn dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Mengingat asas keadilan, maka komisi sebaiknya berusaha dengan bantuan sarana komunikasi yang modern supaya putusan komisi tersbeut diberitahukan kepada pelaku usaha yang bersangkutan pada saat yang bersamaan dengan pemberitahuan kepada umum.
3. Putusan Komisi Pengawas
Pasal 44 ayat (1), mengatur pelaksanaan putusan komisi. Pelaku usaha yang bersangkutan wajib melaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu tiga puluh hari sejak diterimanya pemberitahuan. Pelaku usaha juga wajib menyampaikan laporan pelaksanaan putusan tersebut kepada komisi. Apabila komisi memutuskan tidak melanjutkan pemeriksaan dan mengakhiri perkara, maka pelaksanaannya tergantung pada tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 47 dan yagn telah dijatuhkan oelh komisi terhadap kasus tertentu.
Jenis tindakan administratif sebagaimana disebutkan dalam Pasal 47 ayat (2), dapat dimulai dari pembatalan perjanjian yang melanggar undang-undang ini, perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyelahgunakan posisi dominan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam keputusan komisi, sampai kepentingan denda dalam jumlah tertentu.
Di lain pihak, pelaku usaha bersangkutan juga dapat mengajukan banding dengan permohonan supaya putusan komisi tersebut diperiksa seorang hakim. Pelaku usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya empat belas hari setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan maka putusan komisi mempunyai kekuatan hukum, dan pelaku usaha bersangkutan dianggap menerima putusan tersebut, dalam hal ini pelaku usaha wajib melaksanakan putusan tersebut sebagaimana dimaksud dalam ketetntuan Pasal 44 ayat (1).
5. Jalur Pengadilan
Apabila pelaku usaha bersangkutan tidak melaksanakan putusan tersebut, maka komisi menyerahkan putusna tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. Putusan komisi tersebut merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. Pasal 45 mengatur prosedur mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri, yang harus memeriksa keberatan pelaku usaha. Dalam waktu empat belas hari sejak diterimanya keberatan tersebut, Pengadilan Negeri harus memberikan putusan dalam waktu tiga puluh hari.
Apabila pelaku usaha tidak menerima putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka dalam waktu empat belas hari dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung harus memberikan putusan dalam waktu tiga puluh hari sejak permohonan kasasi diterima. Menurut Pasal 46 ayat (1), apabila tidak terdapat keberatan, maka putusan komisi tersebut telah mempunyai kekuatan hukum. Hal tersbeut sebenarnya merupakan sesuatu yagn wajar.
Pasal 46 ayat (2), mengandung ketentuan yang sangat luas sifatnya, yaitu setiap putusan komisi yang final dan mengikat karena tidak diajukan keberatan, perllu dimintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Hal ini merupakan penambahan beban tugas bagi Pengadilan Negeri, dan apabila dilihat dari segi kegunaannya belum tentu cukup beralasan. Di lain pihak, penetapan eksekusi oleh Pengadilan Negeri berarti kekuatan hukum bagi putusan tersbeut dan pelaksanaannya di bawah pengawasan seorang hakim.
Terhadap putusan dari Pengadilan Negeri atas keberatan yang dilakukan oleh pelaku usaha, hukum tidak menyediakan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi. Satu-satunya upaya hukum yang ada hanyalah upaya hukum berupa kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Kasasi ke Mahkamah Agung ini hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari saja.
Atas berkas-berkas yang diajukan oleh pihak yang keberatan dan oelh Pengadilan Negeri yang bersangkutan, maka atas putusan Pengadilan Negeri yang berwenang tersebut, Mahkamah Agung harus memberikan putusannya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
Perlu diingatkan bahwa dalam hal ini Undang-Undang Anti Monopoli tidak menyebutkan apa-apa mengenai apakah terhadap putusan Mahkamah Agung dapat atau tidak diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Menurut penulis, karena Undang-Undang Anti Monopoli tidak menyebutkan apa-apa, maka yang berlaku adalah ketentuan hukum yagn berlaku umum, dimana boleh diajukan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung, menurut prosedur dan tenggang waktu yang ditentukan oleh perundang-undangan yang relevan.
5. Eksekusi Pengadilan Negeri
Atas putusan yang sudah berkekuatan tetap, baik putusan komisi pengawas, putusan Pengadilan Negeri ataupun putusan Mahkamah Agung, dapat diajukan penetapan eksekusi ke Pengadilan Negeri yang berwenang, yang merupakan enforcement terhadap putusan-putusan tersebut. Berdasarkan atas permintaan penetapan eksekusi tersebut, maka pihak Pengadilan Negeri segera memberikan penetapan eksekusi sesuai prosedur yang berlaku. Akan tetapi tentu saja atas penetapan eksekusi tersebut, pihak yang berkeberatan dapat pula mengajukan bantahan eksekusi sesuai dengan hukum yang berlaku. Setelah ada penetapan eksekusi oleh Pengadilan Negeri tersebut atau putusan atas bantahan eksekusi, maka putusan yang sudah berkekuatan pasti tersebut dapat segera dijalankan, bila perlu secara paksa, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Setelah proses ini selesai, maka selesailah seluruh mata rantai proses perkara dalam bidang hukum anti monopoli secara administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Anti Monopoli.
6. Penegakan Hukum Perdata
Pada pokoknya Undang-Undang Anti Monopoli tidak mengatur mengenai keberatan yang dilakukan secara perdata dari pihak yang dirugikan dari adanya aktivitas monopoli yang bertentangan atau melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999.
Di Amerika Serikat melalui Clayton Act, dimungkinkan dilakukannya tindakan ganti rugi secara perdata yang dibebankan kepada pihak yagn melakukan tindakan monopoli. Tetapi dalam praktik di Amerika sering tidak efektif, hal ini karena kritikan yang muncul, misalnya karena iming-iming adanya ganti kerugian yang berlipat-lipat, orang cenderung untuk menyelesaikan setiap kasus tersebut di pengadilan, hal ini menyebabkan menumpuknya perkara kasus antitrust, sebaliknya, di Indonesia tidak dikenal ganti kerugian berlipat-lipat dan cenderung untuk memberikan ganti kerugian sesuai dnegan kerugian yang diderita.
Walaupun melalui media pengadilan, dimungkinkan untuk menyelesaikan perkara melalui proses gugatan perdata terutama terhadap pelanggaran oleh salah satu pihak yang melakukan perjanjian yang dilarang (gugatan wanprestasi).
7. Tindakan Administratif
Salah satu tindakan yang dapat diambil oleh pihak yang berwenang (Komisi Pengawas Persaingan Usaha/KPPU) terhadap pelaku usaha yang melanggar Undang-Undang Anti Monopoli adalah berupa tindakan atau dikenal dnegan sanksi administratif, sebagaimana diatur dengan Pasal 47 Undang-Undang No.5 Tahun 1999, sebagai berikut.
Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Tindakan administratif sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dapat berupa:
a. penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimkasud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16, dan/atau
b. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dan/atau
c. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yagn terbukti menimbulkan praktik monopoli dan/atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat, dan/atau
d. perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan, dan/atau
e. penetapan pembatalan asas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dan/atau
f. penetapan pembayaran ganti rugi, dan/atau
g. pengenaan denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Sanksi-sanksi pelanggaran sebaimana dimaksud dalam Bab VII undang-undang ini, memuat tindakan administratif, pidana pokok dan pidana tambahan. Pasal 47 mengatur tindakan administratif. Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif. Pasal 47 ayat (2) menyebutkan satu demi satu bentuk tindakan administratif yagn termuat dalam undang-undang ini (huruf a sampai g).
Sebagai contoh, pelaku usaha bersangkutan dapat diperintahkan untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli. Komisi juga dapat memerintahkan kepada pelaku usaha bersangkutan untuk menghentikan penyelahgunaan posisi dominan, yang telah terbukti demikian. Selain itu, komisi dapat menetapkan bahwa pelaku usaha bersangkutan harus membayar ganti rugi. Tindakan administratif juga dapat memuat pengenaan denda serendah-rendahnya satu miliar rupiah dan setinggi-tingginya dua puluh lima miliar rupiah.
8. Sanksi Pidana
Hukum Anti Monopoli juga mempunyai ketentuan di samping sanksi administratif, yaitu sanksi pidana bagi pihka yang melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999. Kategori sanksi pidana terhadap hukum Anti Monopoli tersebut termasuk dalam kategori sanksi pidana menurut KUHP dan sanksi pidana menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1999 (Undang-Undang Anti Monopoli).
a. Pidana Pokok
Ketentuan Sanksi Pidana menurut Undang-Undang Anti Monopoli, sebagai berikut.
1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
3) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pidana pokok meliputi pidana denda serendah-rendahnya dua puluh lima miliar rupiah dan setinggi-tingginya seratus miliar rupiah. Pidana denda tersebut dapat dikenakan terhadap pelanggaran undang-undang ini berupa perjanjian wilayah, boikot atau kartel, yagn dilarang undang-undang (Pasal 9 sampai Pasal 11). Pidana denda setinggi itu dikenakan terhadap pelanggaran undang-undnag ini yang paling berat. Sebagai pidana pengganti denda dapat dikenakan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan. Hal ini tidak mengubah sifat pidana pokok, yaitu tindakan administratif.
Wewenang komisi dalam melakukan pemeriksaan sebagai tugas resmi berdasarkan Pasal 41, secara eksplisit memuat pengenaan denda yang diatur dalam Pasal 43 ayat (3). Dengan demikian, dikenakna bahwa pelaku usaha berkewajiban untuk bekerja sama dalam pemeriksaan dan tidak boleh menghambat proses pemeriksaan.
Terhadap sanksi pidana yagn terdapat dalam KUHPidana, dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan curang dalam pasar. Ketentuan yang melarang tindak pidana persaingan curang dapat kita temukan dalam Pasal 382 bis KUHPidana, tersebut sebagai berikut.
Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperlluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melalkukan perbuatan curang atau menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam karena persaingan curang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu llima ratus rupiah, bila perbuatan tersebut dapat menimbulkan kerugian-kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain.
b. Pidana Tambahan
Pasal 49 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 mengatur pidana tambahan sebagai berikut.
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undanng Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1) pencabutan izin usaha, atau
2) larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun, atau
3) penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
Selain pidana pokok sebagaimana termuat dalam Pasal 48, dapat juga dikenakan pidana tambahan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 49. Hal mana dilaksanakan dengan menunjuk Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berdasarkan Pasal 49 huruf a, pidana tambahan yang dijatuhkan dapat berupa pencabutan izin usaha. Undang-undang tersebut tidak menentukan lamanya pencabutan tersebut, komisi menentukan lamanya pencabutan tersebut berdasarkan pertimbangan terbaiknya, akan tetapi di dalam menjatuhkan putusan tersebut harus diperhatikan bahwa ini adalah pidana tambahan. Menurut huruf b, komisi dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa larangan kepada pelaku usaha untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun. Dari jangka waktu yang paling lama, yaitu lima tahun, yang ditentukan pembuat undang-undang, dapat disimpulan bahwa izin usaha juga tidak boleh dicabut untuk jangka waktu yang tidak ditentukan batasnya, karena menghilangkan keseimbangan pidana pokok dengan pidana tambahan.

C. Kesimpulan
Penanganan perkara penegakan hukum persaingan usaha harus diselesaikan terlebih
dahulu melalui dan di tingkat Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Sanksi
yang diberikannyapun juga terbatas pada penjatuhan sanksi administrasi
belaka oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Apabila sampai ke
pengadilan, sudah tentu sanksi yang akan dikenakan akan lebih besar
dibandingkan sanksi administratif yang dijatuhkan oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. Sebenarnya pembentuk Undang-undang berkeinginan untuk
mendayagunakan sanksi administratif dalam penegakan hukum persaingan
usaha di Indonesia tanpa mengabaikan kewenangan yang dimiliki
pengadilan untuk mengadili pelanggaran terhadap suatu undang-undang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar