Selasa, 21 Juni 2011

ETIKA DAN TANGGUNGJAWAB PROFESI

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI
 Pengertian Etika
 Etika berasal dari Bahasa Yunani
 Ethos (jamaknya ta etha) : kebiasaan
Moral berasal dari bahasa latin
Mos (jamaknya mores) : kebiasaan
K. Bertens
Etika dibagi menjadi 3 arti :
 Etika dalam arti nilai dan norma moral
 Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral
 Etika dalam arti ilmu tentang yang baik dan buruk
Frans Magnis Suseno
 Moral sebagai sesuatu menyangkut baik dan buruknya manusia sebagai manusia.
 Moralitas sebagai keseluruhan norma, nilai, dan sikap moral seseorang.
Manusia sebagai Makhluk Yang Berbudaya
 Sebagai makhluk ciptaan Tuhan
 Jiwa dan raga
 Daya rasa
Soren Kierkegaard ajaran eksistensialisme : memandang manusia secara konkrit seperti yang kita alami sehari-hari. Untuk menyempurnakan hidupnya manusia harus berkarya dalam hidupnya.
Alfin Tofler
 Manusia dewasa ini dan di masa-masa mendatang akan mengalami indeks kesementaraan
 Keanekaragaman bertemu dan berpadu dan kesementaraan dan kebaruan maka masyarakat akan meroket ke suatu krisis adaptasi yang historis. Kita akan menciptakan lingkungan yang demikian sementaranya, asing dan kompleks. Sehingga mengancam jutaan orang dengan kehancuran adaptif. Kehancuran ini adalah kejutan masa depan.
Letak Etika Profesi Hukum
 Secara umum etika merupakan bagian dari filsafat dan cabang dari filsafat.
 Filsafat sebagai ilmu
 Filsafat sebagai pandangan hidup
 Etika sebagai ilmu
 Etika sebagai sistem nilai
 Cabang filsafat pada prinsipnya ada tiga :
1. Ontologi (kebenaran metafisika)
2. Epistemologi (asal, syarat, susunan dan validitas pengetahuan
3. Aksiologi
Ontologi


Metafisika


Kebenaran

Epistemologi


asal syarat susunan metode validitas


Logika
Filsafat Ilmu
Metodologi

Aksiologi


Hakekat
Kriteria
Kedudukan


Etika dan Estetika

Jenis-jenis etika
 Secara sistematis :
 Etika umum (prinsip moral dasar)
 Etika Khusus (terapan)

Pendekatan Etika














Manusia dan Sistem Nilai
 Menilai
 Memberi pertimbangan
Hasil/kesimpulan
 Kehidupan manusia ditentukan oleh kebutuhan ekonomi, psikhis, biologis dan pekerjaan. Agar bisa bertahan hidup maka manusia harus memenuhi kebutahannya, bahkan apabila manusia dapat memenuhi seluruh kebutuhan tersebut maka manusia akan dapat merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pencapaian kebutuhan tersebut tentunya manusia harus bekerja keras seperti yang dikatakan Soren Kierkegaard termasuk dalam menjalankan profesinya. Sangat penting kiranya profesi tersebut adalah profesi hukum yang bukan dipandang sebagai etika dalam arti prinsip moral dasar. Disamping itu dari sudut keilmuan (etika) hukum, profesi hukum masih dipertanyakan tentang kekhasannya. Apakah profesi hukum itu memiliki kekhasan? Mengenai kekhasan dalam etika profesi hukum ini haruslah jelas. Ada pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang khas dalam profesi hukum. Pandangan tersebut menitik beratkan pada etika dijadikan sebagai sistem nilai yang dianut oleh manusia dalam berperilaku dan dalam berinteraksi dengan manusia lain tapi di sisi yang lain profesi hukum memiliki sesuatu yang khas karena dilihat dari segi etika normatifnya.

A. Pengertian etika
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia: etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah yng dianut suatu golongan atau masyarakat.
b. Bartens: etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu “ethos” dalam bentuk tunggal yang berarti kebiasaan, adat istiadat, akhlak yang baik. Bentuk jamak dari ethos adalah “ta etha” artinya adat kebiasaan.
c. James J. Spillane SJ: etika atau athics mempergunakan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral.
d. Surahwardi K. Lubis: dalam bahasa Latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan mos, sering diistilahkan dengan perkataan moral. Sedangkan dalam bahasa islam, istilah etika merupakan bagian dari akhlak.
e. Sumaryono: etika berasal dari istilah bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik.
f. A. Sonny Keraf: etika adalah filsafat moral, atau ilmu yang membahas dan mengkaji secara kritis persoalan benar dan salah secara moral, tentnag bagaimana harus bertindak dalam situasi konkret.
B. Pembagian etika dalam perkembangannya
a. Etika perangai: adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai manusia dalam hidup bermasyarakat di daerah tertentu, pada waktu tertentu pula. Contoh: berbusana adat, pergaulan muda-mudi, perkawinan semenda, upacara adat.
b. Etika moral: etika yang berkenaan dengan kebiasaan berperilaku baik dan benar berdasarkan kodrat manusia. Contoh: berkata dan berbuat jujur, menghormati orang tua atau guru, menghargai orang lain, membela kebenaran dan keadilan, menyantuni anak yatim piatu.


C. Etika dan etiket
Kata etika berarti moral, sedangkan kata etiket berarti sopan santun, tatakrama. Persamaan antara kedua istilah tersebut adalah keduanya mengenai perilaku manusia. Baik etika dan etiket mengatur perilaku manusia secara normative, artinya memberi norma perilaku manusia bagaimana seharusnya berbuat atau tidak berbuat.
Bartens mengemukakan 4 perbedaan etika dan etiket:
a. Etika menetapkan norma perbuatan, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak, misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin. Bagaimana cara masuknya, bukan soal. Etiket menetapkan cara melakukan perbuatan, menunjukkan cara yang tepat, baik, dan benar sesuai dengan yang diharapkan.
b. Etika berlaku tidak bergantung pada ada atau tidaknya orang lain, misalnya larangan mencuri selalu berlaku, baik ada atau tidak ada orang lain. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, jika tidak ada orang lain hadir, etiket tidak berlaku, misalnya makan tanpa baju. Jika makan sendiri, tanpa orang lain, sambil telanjang pun tidak jadi masalah.
c. Etika bersifat absolute, tidak dapat ditawar-tawar, misalnya jangan mencuri, jangan membunuh. Etiket bersifat relative, yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan dapat saja dianggap sopan oleh kebudayaan lain. Contoh: memegang kepala orang lain di Indonesia tidak sopan, sedang di Amerika biasa saja.
d. Etika memandang manusia dar segi dalam (batiniah), orang yang bersikap etis adalah orang yang benar-benar baik, sifatnya tidak munafik. Etiket memandang manusia dari segi luar (lahiriah), tampaknya dari luar sangat sopan dan halus, tetapi di dalam dirinya penuh dengan kebusukan dan kemunafikan.
D. Fungsi etika
 Darji Darmodihardjo, etika berfungsi sebagai pembimbing tingkah laku manusia agar dalam mengelola kehidupan ini tidak sampai bersifat tragis.
 Magnis Suseno, etika berfungsi untuk membantu kita mencari orientasi secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Ada 4 hal yang melatarbelakanginya, yaitu: etika dapat membantu dalam menggali rasionalitas dari moral agama, seperti mengapa Tuhan memerintahkan ini bukan itu; etika membantu dalam menginterpretasikan ajaran agama yang saling bertentangan; etika dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia; etika dapat membantu mengadakan dialog antaragama karena etika mendasarkan pada diri pada argumentasi rasional belaka, bukan pada wahyu.
 Liliana Tedjosaputro, etika dapat dikaji dari berbagai aspek yaitu pertama, aspek normatif yang sasaran praktisnya adalah memberikan evaluasi berdasarkan penalaran atas perilaku dan karakter individu, berfungsinya organisasi-organisasi dan respons-respons alternative yang tersedia untuk menyelesaikan masalah konkret. Kedua, aspek konseptual berfungsi untuk mempertajam pemahaman-pemahaman kode etik dengan tetap menekankan pada kepentingan masyarakat dan organisasi profesi itu sendiri. Ketiga, aspek deskriptif berfungsi memberikan informasi-informasi tentnag fakta-fakta yang berkembang, baik di masyarakat maupun dalam organisasi profesi itu sendiri sehingga penanganan aspek normative dan konseptual dapat segera direalisasikan.

MORAL
A. Pengertian moral
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia: kata “moral” memiliki arti (1) ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila; (2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
b. Bartens: secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaan. Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, etika berasal dari bahasa Yunani, sedangkan moral berasal dari bahasa Latin.
c. Merujuk dari kata etika yang sesuai: moral sama dengan etika yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
d. Drijakara: kunci pada moral terletak pada pengelolaan kesadaran moral. Kesadaran moral adalah kesadaran manusia tentang diri sendiri, di dalam mana kita melihat diri kita sendiri dalam berhadapan dengan baik-buruk.
B. Pengertian moralitas
Moralitas berasal dari bahasa Latin moralis pada dasarnya mempunyai arti sama dengan moral, tapi lebih bersifat abstrak. moralitas suatu perbuatan artinya segi moral atau baik buruknya suatu perbuatan. Moralitas adalah keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Dengan kata lain, moralitas merupakan kualitas perbuatan manusiawi, dalam arti perbuatan itu baik atau buruk, benar atau salah. Misalnya moralitas kolusi para hakim dengan pihak berperkara adalah buruk, sedangkan moralitas putusan hakim yang sesuai dengan rasa keadilan adalah baik.
C. Faktor penentu moralitas
a. Liliana Tedjosaputro: (1) moralitas dapat bersifat intrinsik yang terdapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri; (2) moralitas bersifat ekstrinsik yaitu realitas bahwa manusia terikat pada nilai dan norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama.
b. Immanuel Kant: (1) moralitas heteronom, sikap dimana kewajiban ditaati bukan karena kewajiban itu sendiri tapi karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak pelaku; (2) moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaantinya sebagai suatu kehendak sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik.
c. Sumaryono: (1) motivasi yaitu hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai sasaran yang hendak dituju; (2) tujuan akhir: diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas; (3) lingkungan perbuatan: segala sesuatu yang secara aksidental mengelilingi atau mewarnai perbuatan termasuk manusia yang terlibat, kualitas dan kuantitas perbuatan, cara, waktu, tempat dilakukannya perbuatan, frekuendi perbuatan.
D. Moralitas sebagai norma
Moralitas adalah kualitas perbuatan manusiawi, sehingga perbuatan itu dinyatakan baik atau buruk, benar atau salah. penentuan baik atau buruk, benar atau salah tentunya berdasarkan norma sebagai ukuran.
Soemaryono mengklasifikasikan moralitas menjadi 2 golongan yaitu moralitas objektif dan moralitas subjektif.
 Moralitas objektif adalah moralitas yang melihat perbuatan sebagaimana adanya terlepas dari segala bentuk modifikasi kehendak bebas pelakunya. Pada situasi khusus, mencuri atau membunuh adalah perbuatan yang dapat dibenarkan jika untuk memeprtahankan hidup atau membela diri. Jadi, moralitasnya terletak pada upaya untuk mempertahankan atau membela diri (hak untuk hidup adalah hak asasi).
 Moralitas subjektif adalah moralitas yang melihat perbuatan sebagai dipengaruhi oleh pengetahuan dan perhatian pelakunya, latarbelakang stabilitas emosional, dan perlakuan personal lainnya. Moralitas subjektif sebagai norma berhubungan dengan semua perbuatan yang diwarnai oleh niat pelakunya baik atau jahat. Missal dalam musibah kebakaran, banyak yang membantu menyelamatkan harta korban, ini baik. Tetapi pada akhirnya mencuri harta benda tersebut, ini adalah jahat. Jadi moralitasnya terletak pada niat pelakunya.
Moralitas dapat juga intrisik dan ekstrinsik.
 Moralitas intrinsik menentukan perbuatan itu benar atau salah berdasarkan hakikatnya terlepas dari hukum positif. Walaupun undang-undang tidak mengatur, perbuatan-perbuatan tersebut secara intrinsik menurut hakikatnya adalah baik dan benar.
 Moralitas ekstrinsik menentukan perbuatan itu benar atau salah sesuai dengan sifatnya sebagai perintah atau larangan hukum positif. Perbuatan-perbuatan ini diatur oleh undang-undang (KUHP). Jika ada yang menggugurkan kandungan atau tidak melapor kepada yang berwajib adanya permufakatan jahat, maka perbuatan tersebut salah.

PROFESI DAN KODE ETIK
Apa itu Profesi ?
Profesi → setiap kegiatan tetap tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi dengan menerima bayaran yang tinggi. Keahlian tersebut diperoleh melalui pengalaman , belajar pada lembaga pendidikan tinggi tertentu, latihan secara intensif atau kombinasi dari semuanya itu. (Pandangan Arief Sidharta)
Unsur-unsurnya, yaitu :
1. Suatu kegiatan/pekerjaan yang bersifat tetap;
2. Orientasinya untuk mendapat bayaran (uang);
3. Dilaksanakan sesuai dengan keahliannya, dan menghasilkan karya yang dapat dinilai.
4. Diperoleh dari binaan suatu lembaga pendidikan tinggi atau lembaga pendidikan khusus dibidang tertentu, yang diikuti pelatihannya secara intensif.
Bilamana suatu pekerjaan disebut profesi?
Bilamana memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan, baik oleh lembaga formal maupun tidak, yang berwenang untuk mengesahkannya.
 CIRI-CIRI UMUM PROFESI
1. Pelatihan ekstensif sebelum masuk sebuah profesi;
2. Pelatihan mengikuti Komponen Intelektual yang signifikan;
3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat;
4. Adanya proses lisensi atau sertifikat;
5. Adanya Organisasi;
6. Otonomi dalam pekerjaannya; (Sulistyo-Basuki)
 MACAM PROFESI
Menurut Frans Magnis Suseno, profesi harus dibedakan
dalam 2 jenis, yaitu :
1. Profesi pada umumnya; ada 2 prinsip yg wajib ditegakkan, yaitu : prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab dan hormat terhadap hak-hak orang lain. Contoh: pengacara, dokter, dll
2. Profesi luhur. Motivasi utama bukan untuk memperoleh nafkah. Ada 2 prinsip penting :
Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu dan mengabdi pada tuntutan profesi. Contoh: rohaniawan.
 Pembidangan Profesi
Ada 2 Pembidangan Profesi, yaitu :
1. Consulting profession;
2. Scholarly profession.
CP → profesi yang dalam menjalankan praktik profesinya didasarkan pada fee for service dan hubungannya dengan klien/pasien bersifat personal.
Contoh : dokter, pengacara, dll
SP→ profesi yang lebih banyak bekerja atas dasar gaji tetap. Sehingga finansialnya tidak ditentukan jumlah klien/pasien yang dilayani.
Contoh : guru atau dosen
Di masyarakat mulai ada kerancuan penggunaan istilah Profesi, Contoh : untuk kegiatan yang menyimpang secara moral keagamaan . Bagaimana pendapat saudara?
Pemakaian istilah ‘Profesi’ seharusnya tidak boleh keluar dari kaidah-kaidah moral yang
berlaku, sebab aplikasi dari profesi sangat terkait dengan kepentingan masyarakat, yang menuntut terciptanya kontruksi secara ideal dalam suatu komunitas, serta pertanggujawaban-pertanggungjawaban.
 Nilai Moral Profesi
Moral→ pertimbangan mengenai perbuatan manusia benar-salah, sah-tidak sah.
3 faktor penentu moralitas perbuatan manusia :
Motivasi, tujuan akhir, lingkungan perbuatan.
Terkait dengan Profesi sebagai salah satu bentuk perbuatan manusia, maka nilai moral profesi dikatakan baik jika 3 faktor penentu tersebut juga baik, demikian sebaliknya.
Nilai Moral dikristalisasi kedalam kode etik profesi.
 Profesi Hukum
Profesi Hukum→ pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh segolongan orang-orang yang memiliki keahlian hukum untuk mencari makan atau untuk menunjang hidupnya. Keahlian –keahlian yang diperlukan untuk profesi hukum diajarkan di perguruan-perguruan tinggi. Dunia profesi hukum tergantung pada mutu dan prestasi dunia pengajaran hukum (Soemitro)
Bidang-bidang apa saja yang termasuk profesi hukum?
 Kode Etik Profesi
Kode Etik Profesi→ norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat.
Mengapa Kode Etik Profesi Perlu dirumuskan
secara tertulis?
Alasannya (menurut sumaryono) mengingat
Fungsi Kode Etik :
- Sebagai sarana kontrol sosial;
- Sebagai pencegah campur tangan pihak lain;
- Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.
 Hubungan Kode Etik dengan Hukum Positif
 Keberlakuan Kode Etik profesi semata-mata berdasarkan kesadaran moral anggota profesi, berbeda dengan hukum positif seperti UU yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi yang keras.
 Kode Etik Disfungsi = kode etik profesi kurang berfungsi. Contoh : Hubungan antara Hakim dengan Terdakwa.
Hakim memutus perkara perkosaan dengan hukuman percobaan. Padahal saksi penderita dengan tegas dan gamblang menerangkan dibawah sumpah perbuatan terdakwa Menyetubuhinya bertentangan dengan Kehendaknya. Disini tampak tidak sebanding antara kehormatan yang ternoda dengan hukuman tanpa dijalani. Hal ini menimbulkan dugaan , ada suap terdakwa kepada hakim. Ini berarti kode etik profesi hakim kurang berfungsi sebagaimana mestinya.
 Ada 2 cara penguatan berlakunya kode etik profesi , yaitu :
- memasukkan klausula penundukan pada hukum positif UU di dalam rumusan kode etik profesi.
- legalisasi kode etik profesi melalui Pengadilan Negeri setempat.

ETIKA PROFESI DARI HAKIM, JAKSA DAN POLISI
ETIKA PROFESI DARI HAKIM
Dasar hukum dari kekuasaan Kehakiman
 UUD 1945, dalam ketentuan Pasal 24 diatur yaitu:
1. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh subuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
3. Badan-badan lain yagn fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang.
 Ketentuan Pasal 24 A UUD 1945 tentang Mahkamah Agung.
 Ketentuan Pasal 24 B UUD 1945 tentang Komisi Yudisial.
 Ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 tentang Mahkamah Konstitusi.
 Ketentuan Pasal 25 UUD 1945 disebutkan bahwa syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan Undang-undang. UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
 UU No.22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
 UU No.24 Tahun 2008 tentang Mahkamah Konstitusi.
 UU No.3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
 Hakim dituntut memiliki moralitas dan tanggungjawab yang tinggi, yang dituangkan dalam etika profesi.
SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIMILIKI OLEH HAKIM, YAITU:
- Mendengarkan dengan cermat;
- Menjawab secara bijaksana;
- Mempertimbangkan dengan teliti;
- Mengambil keputusan tanpa memihak. (Socrates)
 Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU, hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, professional dan berpengalaman di bidang hukum. (Pasal 31 dan 32 UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
 Lembaga Negara yang berwenang dalam dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, kelluhuran martabat, serta perilaku hakim yaitu Komisi Yudisial. (Pasal 13 UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial).
 Komisi Yudisial bertugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim (Pasal 20 UUKY).
 Dalam melaksanakan kewenangannya menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau MK. (Pasal 21 UUKY).
 Sumpah Jabatan Hakim merupakan jenis etika profesi hukum dari hakim. (Pasal 30 UU NO 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman).
 Kode kehormatan hakim, juga merupakan jenis etika profesi hukum dari hakim, yagn ditetapkan oleh Rapat Kerja para Ketua Pengadilan Tinggi dan PN di bawah pimpinan MA pada tahun 1986. Kemudian dikukuhkan dan dimantapkan oleh musyawarah nasional ikatan hakim Indonesia (IKAHI) pada tanggal 23 Maret 1988.
 Kode Kehormatan Hakim merupakan wujud idealism dalam menunjukkan sifat-sifat dan sikap Hakim yang mempunyai tugas yagn luhur untuk menegakkan hukum dan keadilan atas dasar kebenaran dan kejujuran dengan bertanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan Negara dan diri sendiri.
 Sifat-sifat sebagai wujud idealism hakim terpancar dari lambing Korps Hakim, yaitu:
1. Bintang, berarti Ketuhanan Yang Maha Esa;
2. Tirta yaitu air, artinya harus membersihkan kotoran dunia;
3. Cakra, adalah senjata yang bermakna membasmi segala kejahatan dan kedholiman untuk menegakkan keadilan;
4. Candra, yaitu bulan purnama raya yang menerangi segala kegelapan. Jadi hakim harus berwibawa dan bijaksana;
5. Sari, yaitu bunga melati yagn semerbak wangi mengharumi dunia, berarti hakim itu harus berbudi luhur.
Pengawasan terhadap pelaksanaan Kode Kehormatan Hakim dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim yang bertindak secara preventif dan secara represif.
ETIKA PROFESI HUKUM DARI JAKSA
 Dasar hukumnya, yakni UURI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
 Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang (pasal 1 ayat 1).
 Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang (Pasal 2 ayat 1).
 Susunan Kejaksaan terdiri dari Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri (Pasal 5).
 Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah. (Pasal 8 ayat 3).
 Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya. (Pasal 8 ayat 4).
 Sebelum memangku jabatan, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya dihadapan Jaksa Agung (Pasal 10)
 Jaksa dilarang merangkap menjadi: pengusaha, pengurus atau karyawan BUMN/BUMD), atau badan usaha swasta, dan Advokat. (Pasal 11).
 Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusna pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya;
c. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud Pasal 11;
d. Melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, atau
e. Melakukan perbuatan tercela (Pasal 13 ayat 1)
 Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat tersebut dilakukan setelah jaksa yang bersangkutan iberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan Majellis Kehormatan Jaksa (Pasal 13 ayat 2).
 Kode Etik Jaksa (Tri Krama Adhyaksa), adalah landasan jiwa dari setiap warga Adhyaksa dalam meraih cita-cita luhurnya, yagn meliputi 3 krama, yaitu:
- Satya, adalah kesetiaan yagn bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesame manusia.
- Adhy, adalah kesempurnaan dalam bertugas yagn berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.
- Wicaksana, berarti bijaksana dalam tutur kata dan perilaku, khususnya dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan.
ETIKA PROFESI HUKUM DARI POLISI
• Dasar hukumnya, yaitu:
• UU. RI. No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
• PP.No.1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Indonesia.
• PP.No.2 Tahun 2003 tentang Disiplin Polri.
• PP No.3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Tehnis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri.
o Kepolisian adalah segala hal-ihwal yagn berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 ayat 1).
o Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (Pasal 2)
o Sebelum diangkat sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, seorang calon anggota yagn telah lulus pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 22)
o Pembinaan Profesi dalam UU Kepolisian diatur dalam Pasal 31-36.
o Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus memiliki kemampuan profesi (Pasal 31).
o Pembinaan kemampuan profesi tersebut diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis kepolisian melalui pendidikan, pelatihan, dan penugasan secara berjenjang dan berlanjut. (Pasal 32)
o Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara RI. Terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI. (Pasal 34 ayat 1).
o Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI oleh pejabat Kepolisian Negara RI. Diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. (Pasal 35 ayat 1).
o Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara RI. Diatur dengan keputusan Kapolri. (Pasal 35 ayat 2).
o Di dalam pedoman pengalaman “Bakti Dharma Waspada”, pedoman pengalaman seorang Polisi adalah Rastra Sewakotama Negara Janatama-Casanadharma, yaitu:
I. Setiap Anggota Kepolisian RI adalah Insan Rastra Sewakotama:
- mengabdi kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Berbakti demi keagungan nusa dan bangsa yagn bersendikan Pancasila dan UUD 1945, sebagai kehormatan yang tertinggi;
- Membela tanah air, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dengan tekad juang pantang menyerah;
II. Setiap Anggota Kepolisian RI adalah Insan Janotama:
- Berdharma untuk menjamin ketentraman umum bersama-sama warga masyarakat membina ketertiban dan keamanan demi terwujudnya kegairahan kerja dan kesejahteraan lahir batin;
- Menampilkan dirinya sebagai warga Negara yang berwibawa dan dicintai oleh sesama warga Negara;
- Bersikap disiplin, percaya diri, tanggungjawab, penuh keikhlasan dalam tugas kesanggupan, serta selalu menyadari bahwa dirinya adalah warga masyarakat.
III. Setiap Anggota Kepolisian RI adalah Insan Casanadharma:
- selalu waspada, siap sedia dan sanggup menghadapi setiap kemungkinan dalam tugas;
- mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan;
- tidak mengenal berhenti dalam memberantas kejahatan dan mendahulukan cara-cara pencegahan daripada penindakan secara hukum.
- Kode Etik ini bertujuan meningkatkan kualitas dalam arti kemampuan professional pada anggotanya dan usaha untuk meningkatkan mental anggotanya karena kode etik Polisi memberikan suatu sikap dan pola hidup serta gaya hidup yang wajib dilakukan oleh polisi.
TUGAS
I. Problem Task
Seorang Notaris PPAT diminta oleh seorang klien yang sudah sering menggunakan jasanya untuk membuat akte jual beli tanah di kantor klien. Atas permintaan itu dipenuhi oleh Notaris/PPAT. Setiba di kantor klien Notaris/PPAT sudah ditunggu oleh klien sebagai pembeli tanah dan pihak lain sebagai penjual tanah. Atas kesepakatan kedua belah pihak Notaris/PPAT membuat akta jual beli setelah dibacakan kedua belah pihak membubuhkan tanda tangan. Saat itu karena istri penjual tidak hadir Notaris/PPAT mendatangi rumah penjual untuk meminta istri penjual ikut serta menandatangani akta jual beli. Atas akta jual beli tersebut pembeli mendaftarkan tanah tersebut ke BPN untuk balik nama, keluarlah sertifikat atas nama pembeli. Selang lima tahun kemudian penjual melaporkan Notaris/PPAT bersangkutan ke Majelis Pengawas Notaris, meminta akan dibatalkan dengan alasan pelapor meragukan kebenaran baik secara prosedural maupun materiil akan keabsahan akta jual beli tersebut, pelapor tidak pernah menandatangani akta jual beli tanah, pelapor tidak pernah kenal dengan Notaris/PPAT yang bersangkutan. Hubungan hukum yang dilakukan diantara pihak-pihak adalah hubungan pinjam meminjam uang dengan tanah sebagai jaminannya.

II. Menentukan kata-kata susah
a. Akte jual beli : Surat keterangan (pengakuan dsb) tentang jual beli yang disaksikan atau disahkan oleh salah suatu badan pemerintahan, misalnya Notaris.
b. Notaris/PPAT : Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya (PPAT: menyangkut tentang pembuatan akta atas tanah). Pada pasal 1 Kode Etik Notaris, Notaris diartikan sebagai pejabat umum dalam melaksanakan tugasnya dijiwai Pancasila, sadar dan taat kepada hukum Peraturan Jabatan Notaris, sumpah jabatan, kode etik Notaris dan berbahasa Indonesia yang baik.
c. Balik nama : Penukaran surat hak milik (tanah dsb) pada ketika dilakukan jual beli.
d. Majelis Pengawas Notaris : Majelis yang mengawasi dan menjaga kode etik notaris dengan maksud dan tujuan agar masyarakat terlindung dari hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh pelanggaran-pelanggaran kode etik notaris.
e. Jaminan : Tanggungan, sebagai pengganti orang yang membuat perjanjian apabila ia tidak menepati janjinya.

III. Learning Goal
a. Apakah perbuatan Notaris/PPAT itu sesuai atau tidak dengan kode etik Notaris?
b. Apakah akta jual beli tersebut sah menurut hukum?

IV. Menjawab Learning Goal
a. Perbuatan Notaris/PPAT itu tidak sesuai dengan kode etik Notaris karena notaris tersebut dikatakan telah memihak dan terlalu percaya pada klien yang sering menggunakan jasanya. Notaris tidak menanyakan kejelasan dari dibuatnya akte jual beli tersebut. Sehingga pihak pemilik tyang menggunakan tanah tersebut sebagai jaminan menuntut kebenaran akta tersebut karena pembuatan akte tanpa persetujuannya. Selain itu Notaris tersebut dikatakan melanggar karena seharusnya dalam menjalankan tugas jabatannya menggunakan satu kantornya yang telah ditetapkannya sesuai dengan Undang-undang, tapi dalam kasus di atas Notaris melaksanakan tugas jabatannya di kantor kliennya.
b. Akta autentik yang dibuat Notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapapun, kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya. Dalam artian bahwa akta yang dibuat oleh Notaris tersebut mengalami kebohongan atau cacat, sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum. Kebohongan disini dilakukan oleh pihak klien yang secara sepihak membuat akta jual beli tersebut tanpa izin dari si peminjam yang mempunyai utang dengan tanah sebagai jaminannya. Jadi pembuatan akta jual beli ini melanggar pasal 39 UU No.30 Tahun 2004. Jika pihak klien tidak terbuka disini maka pembuatan akta tersebut tidak sah atau cacat hukum.

Referensi:
Kansil, CST dan Christine ST Kansil, 2006, Pokok-pokok Etika Profesi Hukum. PT. Pradnya Paramita, Jakarta, h. 85-101.
Lubis, Surahwadi K, 2008. Etika Profesi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta. h. 85-95.
Supriadi, 2006, Etika dan Tanggungjawab Profesi Hukum di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta. h.39.
W.J.S. Poerwadarminta, 1984, Kamus Besar Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka, Jakarta, h.26,81,399.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar