Selasa, 21 Juni 2011

HUKUM KEPAILITAN

HUKUM KEPAILITAN
Kepailitan merupakan hukum positif karena sudah memiliki UU, yaitu UU No.37 Tahun 2004. Sebelumnya kepailitan memakai KUHD. Awalnya peraturan kepailitan dari zaman Belanda. Tahun 1997 negara RI mengalami krisis ekonomi, tahun 1998 nkeluar Perpu No.1 tahun 1998 tentang perubahan peraturan kepailitan mengenai peraturan kepailitan lama yang ada dalam KUHD. Perpu singkatan dari Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
Secara energies bagaimana kedudukan peraturan perundnag-undangan?
Perpu di bawah UU dan diatas PP (hierarkhi).
Bilamana/kapan/alasan pemerintah mengeluarkan Perpu No.1 Tahun 1998?
Karena pemerintah dalam keadaan terdesak dalam keadaan yang darurat, dan satu hal yang dapat dilakukan adalah mengeluarkan Perpu yang hanya menyatakan merubah beberapa peraturan kepailitan sebelumnya untuk peran serta hukum dalam mengatasi krisis ekonomi.
Kenapa dikatakan darurat?
Keadaan ekonomi krisis akibat turunnya pemerintahan orde baru.
Bagamana status Perpu? Menurut ketentuan, bagaimana nasib kelanjutan Perpu?
Dalam sidang berikutnya harus disetujui DPR, maka jadilah Perpu sebagai UU. UU NO.4 Tahun 1998 disebut UU Kepailitan yang mempunyai bebebrapa kelemahan/belum lengkap, maka dari itu kemudian direvisi, jadilah UU No.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sampai saat ini dipergunakan.
Hukum kepailitanhukum yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kepailitan.
Hukum kepailitan walaupun merupakan bagian dari hukum dagang, tapi tak diatur dalam KUHPerdata/KUHD, karena diatur dalam UU KEpailitan itu sendiri.
Pasal 163 Is eropa (berdagang menggunakna lembaga hukum eropa yang membawa aturan sendiri yaitu KUHD/KUHPerdata Eropa), timur asing, Bumi putera.
Golongan timur asing dan Bumi putera boleh berdagang menggunakan lembaga hukum perdata eropa dengan cara:
Menggunakan lembaga penundukan diri baik terhadap perbuatan-perbuatan hukum tertentu maupun secara sukarela. Penundukan diri terhadap seluruh hukum perdata eropa. Konglomerat pengsaha besar.
HANDOUT PERKULIAHAN
Arti kepailitan
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh curator bawah pengawasan hakim pengawas (Pasal 1 UU No. 37 Tahun 2004).
Sita umum dilawankan dengan sita individu.
Sita umumsita atas semua kekayaan debitur untuk kepentingan para krediturnya/seluruh krediturnya. Atau mengajukan permohonan sita untuk kepentingan umum/semua kreditur.
Sita individu kepentingan pemohon.
Sita jaminan untuk menjamin agar hutangnya bisa dilunasi/konservator beslaag. Permohonan sita jaminan bisa dikabulkan akan menjadi sita eksekutor. Eksekusi pelaksanaan putusan.
Siapa yang akan bertindak sebagai eksekutor dalam pengadilan?
Juru sita bukan polisi, polisi hanya mengamati.
Apakah yang dimaksud dengan hakim pengawas secara yuridis?
Secara yuridis diartikan apa pailit itu???
Karena UU tidak memberikan batasan tentang pailit, jadi pailit dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana debitur tidak mampu membayar utang-utangnya, harus dinyatakan dalam bentuk pengadilan (harus dinyatakan dengan putusan pengadilan).
Jika belum ada putusan pengadilan, debitur belum bisa menyatakan bahwa dirinya bangkrut.
Secara harfiah:
• Kepailitan merupakan lembaga hukum perdata eropa sebagai realisasi dan pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata
• Pasal 1131
Segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tidka bergerak baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari menjadi tanggungan segala perikatannya perseorangan. Artinya menjadi jaminan seluruh perikatannya.
Jika melihat pasal 1131, bagaimana nasib debitur yan gtidak punya harta kekayaan?
Debitur bertanggungjawab atas kekayaannya secara otomatis. Jadi jaminan jika tak mampu membayar hutang, jadi jaminan umum secara otomatis.
Maka nasib debitur yang tidak punya harta kekayaan yaitu dia tidak bisa dimnintai peratanggungjawaban terhadap hutangnya, tetapi ketika dia suatu saat nanti punya uang, dia harus bertanggungjawab.
Apa yang dimaksud dengan barang yang aka nada di kemudian hari?
Baran gitu baru akan jadi jaminan (warisan) apabila sudah menjadi milik debitur.
Untuk melaksanakan pasal 1131, UU merumuskan ketentuan pasal 1132.
Pasal 1132:
- Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama (tidak ada normor urut kreditur, kedudukannya sama) bagi semua orang yang mengutangkan padanya. (pembagiannya secara proporsional)
- Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing.
- Kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan alasan yang sah untuk didahulukan.
Pihak-pihak yang patutu didahulukan:
- Pemegang hak istimewa
- Pemegang hak kebendaan (pemegang tanggungan, hipotik, fidusia, gadai).
makna pasal 1131 tersebut di atas mengandung makna bahwa walaupun tidak diperjanjikan secara tegas-tegas, si debitur itu bertanggungjawab terhadap segala utang-utangnya dengan barang-barang yang dimilikinya baik yang berupa barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada di kemudian hari.
Makna pasal 1132:
- Bahwa semua kreditur mempunyuai hak yang sama
- Tidak ada nomor urut kreditur yang didasarkan atas timbulnya piutan gmereka
- Ada perkecualian, yaitu apabila diantara para berpiutan gtersebut ada alasan-alasan yan gash untuk didahulukan,
Untuk melaksanakan asas yang terkandung dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata itulah maka dibuat peraturan kepailitan, yang dituangkan dalam Stb 1905: 217 jo Stb. 1906: 348.
Bagaimana caranya agar debitur bisa membayar?
jika debitur tidak membayar, kreditur akan menggugat disertai sita jaminan karena harus memperoleh putusan pengadilan, konsekuensinya:
- Penggugat pertama  lunas
- Penggugat kedua  lunas ½
- Penggugat ketiga  tidak lunas
Maka muncullah lembaga kepailitan untuk mengatur tata pelunasan piutang secara adil.
Mengapa muncul lembaga kepailitan???
Karena pasal 1131 KUHPerdata dianggap tidak adil untuk pelunasan utangnya. Lembaga kepailitan merupakan pranata hukum yang kana mengatur mekanisme/tata cara pembayaran utang secara adil, maka diaturlah lemabag kepailitan Stb 1905 dan 1906.
Pasal 1131 dan pasal 1132 KUHPerdata mengandung 3 asas pokok:
1. Asas bahwa apabila seorag debitur tidak mau membayar utangnya secara sukarela walaupun sudah ada putusan pengadilan. Yang mengharuskan untuk membayar maka seluruh harta kekayaan debitur akan disita dan selanjutnya dijual secara lelang, hasil penjualan barang-barang tersebut dibagi-bagikan kepada seluruh krediturnya secara seimbang (secara proporsional).
2. Asas bahwa semua kreditur kedudukannya sama (sama-sama berhak atas kekayaan debitur)
3. Tidak ada nomor urut kreditur yang didasarkan atas timbulnya piutang.
KUHPerdata sebenarnya sudah mengatur mengenai prinsip-prinsip pembayaran utang, sedangkan hukum kepailitan juga mengatur mekanisme pembayaran utang, jika debitur dinyatakan pailit. Pembayaran utang jika tidak pailit melalui ketentuan KUHPerdata. Disini berlakulah asas lex specialis derogate legi generalis (hukum khusus meniadakan hukum umum).
PENGATURAN KEPAILITAN
1. Failissementsverordening (Peraturan Kepailitan) Stb.1905:217 jo(diperbaharui) Stb 1906:348.
2. Perpu No.1 Tahun 1998…UU No.4 Tahun 1998 (PErubahan terhadap peraturan kepailitan yang tertuang dalam Stb. 1905, 1906).
3. UU No.37 Tahun 2004
Dasar berlakunya Failissementsverordening berdasarkan asas konkordansi dan pasal 2 aturan peralihan.
Sebelum keluarnya Perpu tetap menggunakan Failissementsverordening karena Perpu dirasa kurang, maka aturan tersebut perlu diamandemen, pranata hukum kepailitan perlu diperbaharui.
Perputidak diganti (hanya dirubah beberapa pasal)
Untuk mempercepat pranata hukum, dikeluarkanlah Perpu, yang membutuhkan persetujuan DPR, jika tidak disetujui maka Perpu dicabut, namun Perpu No.1 Tahun 1998 ini kemudian disetujui maka menjadi UU No.4 Tahun 1998. UU ini merupakan penetapan Perpu menjadi UU. UU ini pada pokoknya hanya diambil dari Failissementsverordening yang masih banyak terdapat kekurangan maka dianggap perlu untuk disempurnakan, maka DPR telah mengajukan inisiatif mengenai rancangan UU maka lahirlah UU NO.37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.
Hukum pailit sebenarnya bagian dari hukum dagang tapi tidak diatur dalam KUHD, karena hukum pailit sudah diatur secara khusus di Failissementsverordening. Peraturan Failissementsverordening di Belanda, ada 2 buku yaitu :
- WvK (Wetboek van Konvagen)KUHD ada 3 buku, buku ketiga mengatur tentang kepailitan bagi pedagang/ketidakmampuan pedagang. Buku ketiga titel 7: keadaan nyata-nyata tidak mampu (perturan kepailitan yang diperuntukkan bagi mereka yang tidak termasuk pedagang), Buku ketiga: bagi pedagang. Pedagang: mereka yang menjalankan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan perniagaan: perbuatan membeli barang untuk dijual lagi.
- Rvrecht Vordening (hukum acara perdata untuk golongan eropa).
Di Indonesia KUHD dibagi menjadi 2 buku, yaitu:
1. buku I tentang dagang pada umumnya
2. buku II mengatur tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam perdagangan.
CATATAN
Sebenarnya sebelum berlakunya Failissements verordening di Belanda ada 2 peraturan kepailitan yaitu:
1. peraturan kepailitan yang terdapat dalam buku ketiga KUHD dengan judul ketidakmampuan pedagang (bagi pedagang)
2. Peraturan kepailitan yang terdapat dalam buku ketiga Rv yang berjudul keadaan nyata-nyata tidak mampu.
Dalam pelaksanaannya kedua peraturan tersebut menimbulkan kesulitan antara lain:
a. karena terlalu banyak formalitas
b. memerlukan relative banyak biaya
c. memerlukan waktu yang relative lama
d. peran serta kreditur sangat sedikit/kurang.
Karena kesulitan-kesulitan inilah kemudian diatur Failissements Verordening.
Latar belakang munculnya peraturan kepailitan di Indonesia adalah bertolak pada pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata.
Asas-asas yang mendasari UUK dan PKPU
1. asas keseimbangan, keseimbangan terhadap perlindungan debitur dan kreditur
2. asas kelangsungan usaha. Melalui asas ini diberikan kesempatan kepada perusahaan debitur yang prospektif untuk kemungkinan dapat melanjutkan usahanya.
3. asas keadilan: UU ini diharapkan dapat memenuhih rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitur dengan tidak mempedulikan kreditur lainnya. Supaya aman membuat perjanjain utang serta membuat perjanjian tambahan yang sifatnya accesoir tentnag jaminan sehingga orang bisa menunjukkan diri sebagai kreditur berdasarkan asas keadilan.
4. asas integrasi: bahwa sistem hukum formil dan materialnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan sistem hukum acara eprdata nasional.
Hukum materiilKUHP
Hukum formil Hukum acara perdata (hukum yang memuat ketentuan-ketentuan untuk menegakkan hukum materiil)
Mencari norma-norma hukum acara perdata pada:
Nbg (jawa dan Madura) dan Rv (Recht Verordening).
UU No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan PKPU memuat hukum formil dan materiil tentang kepailitan, itulah sebabnya debitur tidak bisa menyatakan dirinya pailit maka dari itu ada keterlibatan pemerintah.
TUJUAN KEPAILITAN
Pernyataan pailit bertujuan untuk:
1. Mendapatkan penyitaan umum atas kekayaan si berutang, yaitu segala harta benda si debitur disita untuk kepentingan semua krediturnya.
2. Untuk menghindarkan kreditur pada waktu bersamaan meminta pembayaran kembali piutangnya dari si debitur
3. Menghindari adanya kreditur yang ingin mendapatkan hak istimewa dengan cara menjual sendir barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan kreditur lainnya
4. Menghindarkan kecurangan-kecurangan yang dilakukan oelh debitur, misalnya debitur menghilangkan semua harta kekayaannya dengan maksud melepaskan tanggungjawabnya terhadap para kreditur.
Sita umum: sita terhadap seluruh kekayaan debitur untuk para/seluruh krediturnya.
SYARAT-SYARAT UNTUK MEMPAILITKAN DEBITUR
1. debitur mempunyai dua atau lebih kreditur
2. debitur sekurang-kurangnya tidak membayar 1 hutang yang sudah jatuh waktu
3. ada permohonan baik dari debitur itu sendiri maupun salah seoran gkrediturnya. Bentuk permohonan bukan gugatan. Jika permohonan dikabulkan maka debitur akan diutus. Permohonan akan menghasilkan keputusan. Gugatan dibuat manakala ada sengketa. Gugatan akan menghasilkan penetapan. Karena itu debitur akan dijatuhih putusan kepailitan.
Padahal dalam hukum acara pidana:
Permohonanlah yang mengahsilkan penetapan, gugatan menghasilkan keputusan.
Kenapa hukum tidak menetapkan permohonan?
Karena UU nya memang menentukan seperti itu.
Apa yang dimaksud dengan utang yang sudah jatuh waktu?
Hutang yang sudah saatnya untuk dibayar.
Apa parameternya bahwa utan gtersebut sudah saatnya dibayar?
Adalah waktu/tanggal yang ditetapkan dalam perjanjian utang piutang.
Malah akan timbul jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan kapan utang itu harus dibayar.
Lalu apa jalan keluar bila dalam suatu perjanjian tidak ditentukan waktu pembayarannya?
Apa yang dimaksud dengan utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih?
Kewajiban untuk membayar utang yang sudah jatuh waktu baik karena diperjanjikan, percepatan penagihan sesuai yang telah disepakati, pengenaan sanksi ataupun denda oleh instansi yang berwenang atau karena putusan hakim, arbiter/arbitrase. Utang yang dapat ditagih artinya adalah utang yang timbul karena perikatan sempurna ada schuld (utang) dan havtum (harta kekayaan hutang yang dapat ditagih).
Bagaimana jika keempat ukuran itu tidak ada, apa yang akan dipakai ukuran???
Utang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, utang dapat ditagih melalui pengadilan bila tidak dibayar. Jika tidak dibayar bisa dituntut melalui pengadilan.
Utang yang tidak bisa ditagih adalah utang dari hasil perjudian. Hanya ada schuld saja atau havtum saja (perikatan tidak sempurna/alamiah).
PASAL 1 ANGKA 6
Hutang adalah kewajiban yagn dinyatakan/dapat dinyatakan(tidak membayar deviden, dll) baik dalam mata uang Indonesia/asing secara langsung/tidak langsung yang timbul sekarang atau confident akan datang yang timbul karena perjanjian/UU yang wajib dipenuhi oleh debitur apabila tidak dipenuhi oleh debitur, maka memberikan hak kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan dari harta debitur.
UU merumuskan utang seperti ini berarti rumusannya luas atau sempit???
LUAS. Karena utang bukan dalam arti perjanjian pinjam meinjam saja, namun juga timbul dari perjanjian dan UU.
Jika kita mempelajari hukum perikatan maka akan menemui verbintenis yang artinya:
- Perikatan
- Perutangan
- Perjanjian
Overechkonst diterjemhkan sebagai:
- Perjanjian pasal 1313 KUHPerdata
- Persetujuan
Pasal 1313, perjanjian
Suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri pada 1 orang atua lebih. Pada dasarnya perjanjian berisi “perikatan”. Tapi pada KUHPerdata tidak memberi penjelasan lebih lanjut mengenai perikatan.
Perikatan adalah hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban. Dalam terminology yuridis, tidak melaksanakan kewajiban dinamakan wanprestasi. Kewajiban disebut prestasi. Tidak melaksanakan kewajiban disebut wanprestasi. Dalam substansi wanprestasi ada kewajiban yang tidak dilaksanakan, ada HUTANG.
Hutang dalam konteks hukum kepailitan LUAS. Meliputi segala kewajiban yang timbul karena perjanjian dan UU.
Jadi hutang disini tidak hanya diartikan dalam pinjam meminjam uang karena juga termasuk perjanjian yang dapat dinyatakan dengan uang. (termasuk kewajiban dalam UU).
Mungkinkah kita wajib membayar utang meskipun tidak berjanji? Mungkin karena UU telah menentukan demikian atau perjanjian itu timbul dari UU.
UU memperbolehkan kresitur memposisikan diri dengan membuat perjanjian tambahan mengenai hak tanggungan.
Mengapa begitu banyak perjanjian dalam hukum perdata? Karena ada asas kebebasan berkontrak.
Ada 3 macam kreditur dalam KUHPerdata yaitu:
a. kreditur konkurenmenjadi jaminan bersama
- diatur dalam pasal 1132 KUHPerdata
- mempunyai kedudukan yang sama
- hak pari pasu dan pro rata (sama)
Apa rasionya jika debitur hanya punya 1 orang kreditur untuk perlunasan utangnya maka kreditur tidka bisa menggunakan lembaga kepailitan???
Karena tidak aka nada terjadi perebutan harta kekayaan debitur untuk pelunasan utangnya/tidak ada pembagian asset secara seimbang karena semua akan diberikan pada 1 orang kreditur.
Kreditur konkuren tidak memgang jaminan harta kebendaan, untuk memperoleh pelunasan utangnya mereka harus bersaing dengan kreditur-kreditur lainnya.
b. kreditur preferen (yang diistimewakan)
yaitu: kreditur pemegang hak istimewa.
- Hak istimewa (pasal 1134 KUHPerdata) suatu hak yang oleh UU diberikan kepada seorang berpiutang, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya semata-mata berdasarkan sifatnya piutang.
- Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh UU ditentukan sebaliknya.
Jika ada kreditur pemegang hak gadai dan kreditur pemegang hak istimewa, yang mana yang lebih didahulukan???
Berdasarkan pasal 1134, pemegang hak gadai lebih tinggi daripada kreditur pemegang hak istimewa kecuali ditentukan sebaliknya.
- Piutang-piutang yang diistimewakan tersebut diatur dalam pasal 1139 dan pasal 1149 KUHPerdata.
- Pasal 1139 mengenai piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu, antara lain yaitu: anggunan  jaminan tambahan
c. kreditur separatis
yaitu kreditur pemegang hak jaminan kebendaan (yang dalam KUHPerdata disebut dnegan gadai dan hipotek). Sedangkan yang lain adalah Fidusia (UU No 42 th 1999) dan Hak Tanggungan (UU No 4 th 1996).
Untuk memgang jaminan hak kebendaan caranya:
Dengan membuat perjanjian tambahan disamping perjanjitan utang piutang sebagai perjanjian pokok. Perjanjian tambahan mengenai anggunan yang dimintai oleh kreditur. Perjanjian tambahan sifatnya accesoir karena isiny amengikuti perjanjian pokok.
Fidusia bergerak + tidak bergerak
Gadai  bergerak
Hipotek tidak bergerak (rumah dan bangunan di atas tanah), (kapal yang isinya minimal 20 m kubik, dari segi sifatnya dari benda bergerak jadi benda tidak bergerak, maka UU menyatakan kapal sebagai benda tidka bergerak).
Kredit  hutang piutang
Apa perbedaan yang sangat mendasar mengenai 3 jenis kreditur dalma konsep hukum kepailitan??? Manakah yang kedudukannya paling aman?
Kedudukan yang paling aman adalah kreditur separatis karena dia memegang jaminan tambahan khusus.
Kreditur yang dimaksud dalam UU No.37 Tahun 2004 adalah meliputi:
- Kreditur konkuren
- Kreditur preferen
- Kreditur separatis.
Jadi ketiga jenis kreditur tersebut mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pailit debiturnya jika memenuhi syarat UU KEpailitan.
Debitur dapat dinyatakan pailit apabila permohonan pailit dari debitur maupun salah satu atau lebih krediturnya (kreditur separatis) melalui putusan pengadilan.
Kreditur separatis berada di luar kepailitan karena tidak usah mengajukan permohonan pailit.
Apakah anda bisa memohonkan pailit debitur yang tidak membayar sedikitnya 1 hutang? Anda sebagai pemegang jaminan kebendaan. Apakah anda berada di luar kepailitan?
Tidak berada di luar kepailitan karena pengadilan memberikan kuasa untuk menjual bukan diberikan benda jaminan.
Debitur tidak membayar lunas sedikitpun 1 hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih(mempunyai potensi untuk disalahgunakan oleh debitur yang tidak beritikad baik).
• Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur (Pasal 1 angka 6 UUKPKPU).
• Jadi tidak disyaratkan oleh UU, bahwa debitur tidak membayar kepada semua krediturnya, tetapi syaratnya cukup apabila debitur memiliki lebih dari satu kreditur dan debitur tidak membayar lunas sedikitpun satu orang kreditur, yang piutangnya telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PAILIT
1. DEBITUR ITU SENDIRI
Menurut pasal 2 ayat 1 yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah debitur sendiri. bagaimana caranya debitur yang tidak beritikad baik bisa mengajukan permohonan pailit terhadap dirinya sendiri? mengajukan diri ke pengadilan akibat dia tidak mau membayar utang (menyalahgunakan pasal 2 ayat 1), kemudian pengadilan memutuskan pailit karena debitur sudah dapat membuktikan dia sudah tidak mau memnbayar utang/punya harta tapi tidak mau membayar. Akibatnya kreditur rugi.
Pailit dalam keadaan berhenti membayar karena pasal 2 ayat 1 tidak membayar lunas sedikitpun satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Pailit failissementsverordening: sudah berhenti membayar karena tidak mampu lagi memmbayar/tidak punya harta. Debitur yang dalam keadaan berhenti membayar dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Berhenti membayar disini dalam konteks tidak ada asset. Namun UU sekarang tidak mempersalahkan debitur tidak punya asset/tidak mau membayar, “tidak mau membayar” inilah yang sering disalahgunakan.
Dalam UU pailit sekarang, dalam persidangan, debitur dinyatakan pailit jika debitur tidak membayar lunas karena memnuhi syarat untuk mengajukan permohonan karena sudah berhenti membayar maka tidak mempermasalahkan tidak punya asset ataukah tidak mau membayar.
Ketentuan pasal 2 ayat 1 mempunyai potensi untuk disalahgunakan debitur untuk mengajukan permohonan pailit untuk dirinya.
Apakah debitur yang tidak punya asset dapat dimintai pertanggungjawaban?
Tidak. Tapi ketika dia sudah punya asset, dia dapat dimintai peranggujawaban (argument yuridis pasal 1131 KUHPerdata).
Debitur orang perseorangan/badan hukum/badan usaha yang bisa dimohonkan pailit.
Firma
badan usaha orang perseorangan dan beberapa orang secara bersama-sama/persekutuan. Firma diatur dalam KUHD, maka ketentuan KUHPerdata bisa dikesampingkan karena KUHD tidak mengatur perjanjian, maka dipakai pasal 1320 BW.
Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan yang memakai nama bersama.
Mengapa dikatakan persekutuan perdata khusus?
1. firma dapat menjalankan perusahaan
2. memakai nama bersama
3. tanggungjawab anggotanya dengan cara tanggungjawab tanggung renteng.
Badan usaha persekutuan
Perusahaan yang tidak berbadan hukum.
Hukum persekutuanbagaimana cara menjalankan perusahaan dengan bersama-sama/bersekutu.
Persekutuan perdata diatur dalam BW, sedangkan KUHD mengatur Firma dan CV.
Persekutuan perdata adalah suatu persetujuan yang mengikatkan orang satu dengan orang yang lain untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan tujuan untuk membagi manfaat dari kerjasama tadi.
Asas konsensual: suatu perjnajian telah lahir apabila sejak terjadinya kata sepakat, tidak perlu akta.
Persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan tapi tidak menggunakan nama bersama (pasal 1618 KUHPerdata) mazthab.
CV
Tiap-tiap persekutuan firma/firma yang mempunyai 1 orang atau lebih sekutu komanditer.
• Jadi punya 1 jenis sekutu aktif (sekutu komplementer) = pengurus  sekutu yang mengurus jalannya perusahaan.
• Sekutu komanditer/sekutu pasif (diam di belakang layar) adalah sekutu anggota persekutuan yang hanya memasukkan modal saja ke dalam perusahaan tapi tidak ikut menjalankan perusahaan.
Tapi di dalam firma semua bisa mengurus.
Perbedaan prinsip antara firma dan CV
terletak pada tanggungjawabnya, dalam firma semua anggota boleh bertanggungjawab, tapi dalam CV anggota pasif hanya sebatas modalnya saja.
PT (perseroan terbatas)
Dinyatakan UU sebagai badan hukum. Pengertian PT terdapat pada pasal 1 ayat 1 UU No 40 tahun 2007. PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal…dst.
Perbedaan prinsip antara subyek hukum orang dengan badan hukum:
Orang bertindak langsung
Badan hukumtidak bisa langsung, harus diwakili oleh organnya yaitu direksi, komisaris, rapat pengesahan umum. Oleh karena itu direksi sering disebut pengurus untuk melakukan perbuatan hukum. PT mengadakan perjanjian jual beli dengan cara melalui direksi/pengurus.
Permasalahan timbul karena tidak semua perusahaan berbadan hukum, apakah bisa dipailitkan karena tidak berbadan hukum???
Yang bertanggungjawab adalah sekutu-sekutunya secara tanggung renteng, semua perusahaannya harus ikut pailit.
2. SEORANG KREDITUR ATAU LEBIH
Memohonkan pailit dilakukan oleh satu kreditur tapi juga dapat diajukan oleh lebih dari satu kreditur.
Pasal 2 ayat 1 hanya mengakui 1 jenis kreditur tidak dibeda-bedakan (konkuren, preferen, separatis). Apakah kreditur preferen dan separatis dapat mengajukan permohonan pailit? Jelas dapat.
Pasal 2 ayat 1 berbeda dengan penjelasannya karena jenis kreditur hanya 1 tapi di penjelasan ada 3 jenis kreditur yaitu konkuren, preferen dan separatis. Pasal 1178 parate eksekusi.
3. KEJAKSAAN
Bisa mengajukan permohonan pailit debitur untuk kepentingan umum. Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara atau kepentingan masyarakat luas misalnya:
- Debitur melarikan diri
- Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan
- Debitur memppunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat
- Debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas
- Debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu atau
- Dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
4. BANK INDONESIA
Ketentuan pasal 9 (3) UU No.10 tahun 1998 (perbankan). Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan bank tersebut tidak termasuk budel pailit dan wajib dikembalikan kepada penitipnya.
UU perbankan itu mengakui kemungkinan bank bisa pailit dan ditentukan bahwa harta harus dikembalikan pada penitipnya dan tidak diatur pada pasal lain, tapi tidak mengatur lebih lanjut mengenai mekanisme bank, mak akepailitan bank tunduk pada UU kepailitan.
UU NO 37 tahun 2004 tentang kepailitan sebagai UU kepailitan bisa diberlakukan terhadap bank.
Bagaimana hubungan UU NO 37 th 2004 dengan UU No 10 th 1998 khususnya pasal 9 ayat 3 tersebut?
UU bersifat khusus (UU No.37 th 2004) mengesampingkan UU bersifat umum (Pasal 9 ayat 3 UU No.10 th 1998). Pasal 9 ayat 3 UU No.10 tahun 1998 dianggap bias karena diartikan bisa merampas hak kreditur dan debitur.
Secara implicit, UU perbankan mengakui kemungkinan bank pailit tapi sayangnya UU ini tidak memngatur lebih lanjut bagaimana mekanisme terhadap bank, maka digunakan UU No.37 tahun 2004 sebagai lex specialisnya.
Problema yuridis
Si A : debitur, si B : kreditur, permasalahan : perkara perdata.
Dengan adanya ketentuan, debitur (Bank) itu maka permohonan kepailitan hanya bisa diajjukan oleh bank Indonesia. Hal ini merampas hak debitur dan kreditur. Bagaimana caranya menghilangkan permasalahan merampas tersebut?
Apabila bank sebagai debitur, maka permohonan pailit bisa diajukan kreditur dan debitur tapi permohonannya melalui Bank Indonesia.
Kenyataannya BI tak mungkin mengajukan permohonan pailit Bank, BI biasanya menempuh jalan lain yaitu tidak memperbolehkan bank itu beroperasi/agar bank itu tidak beroperasi lagi maka dilakukan pencabutan izin usaja disertai dengan likuidasi. Untuk melindungi kepentingan umum, Bank tidak bisa dimohonkan pailit oleh pihak ketiga.
Likuidasi dalam pencabutan usaha direksi, Bank Indonesia, pemegang saham, pemerintah dll.
Likuidasi melalui kepailitan maka likuidasi akan dilakukan oleh curator (pelaksanaan putusan pengadilan). Manakah yang lebih obyektif?
Dalam kasus sindikasi Bank: Bank umumnya sebagai kreditu, bukan sebagai debitur.
Pasal 2 ayat 3, permohonan pailit suatu bank, menurut ketentuan UU hanya dapat diajukan oleh BI. Pasal ini menyebabkan kreditur  IFI dan debitur  Bank Danamon dirampas hak haknya. Maka dari itu permohonan pailit tidak diajukan oleh BI, namun oleh krediturnya melalui BI.
Pasal 6 ayat 3,4,5 memperkuat posisi pengadilan niagamemerintah panitera menolak pengajuan permohonan kepailitan karena diajukan oleh instansi yang tidak berwenang karena yang berwenang hanya BI.
5. Bapepam
6. MENTERI KEUANGAN
dalam perusahaan asuransi permohonan pailit tidak diajukan oleh menteri keuangan, tapi diajukan oleh kreditur/nasabah ke pengadilan niaga, maka panitera akan menolak karena sudah memasuki ranah yusdisial.
Tugas panitera:
Menangani administrasi pengadilan dan administrasi umum bukan bertugas melaksanakan fungsi peradilan. Jika menolak untuk pendaftaran sehingga tidak bisa disidangkan itu merupakan tugas hakim yang merupakan fungsi peradilan.
Pasal 6 ayat 3,4,5 diajukan oleh MK menghasilkan yudisial review yang menyatakan tidak mengikat secara hukum seandainya ada pihak bank diajukan pailit oleh pihak ketiga selain bank Indonesia, panitera kemudian:
• Menerima pendaftaran secara administrasi dan meneruskan pada ketua pengadilan, ketua pengadilan membentuk majelis hakim, majelis hakim yang akan menolak pengajuan permohonan pailit karena dianggap diajukan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang selain BI sesuai pasal 2 ayat 3.
Karena panitera admministrasi
Penolakan permohonan pailitpengadilan/hakim
Pasal 6 ayat 3 bertentangan dengan asas mengenai fungsi peradilan karena panitera tidak berwenang mengenai fungsi peradilan, tapi dia berwenang dalam wilayah administrasi.
PROBLEMA DITIMBULKAN OLEH 3 NORMA YAITU BI, BAPEPAM, MENTERI KEUANGAN. Karena diperlakukan khusus sehingga menimbulkan problema yuridis tadi.

KEPUTUSAN KEPAILITAN
Pasal 8 ayat 4:
Hakim harus menjatuhkan keputusan kepailitan apabila dalam persidangan terdapat fakta/keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan ketentuan pasal 2 ayat 1 terpenuhi”. pembuktian sumir (sederhana).
Persyaratan pasal 2 ayat 1:
- Debitur punya lebih dari seorang kreditur
- Debitur sekurang kurangnya tidak membayar lunas 1 hutang yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, artinya kewajiban membayar utang yang sudah jatuh waktu, baik karena perjanjian, percepatan penagihan, pengenaan sanksi/denda, putusan pengadilan/arbiter.
fakta empiris
fakta menunjukkan karena dia punya asset, tidak mau membayar, asetnya banyak. Apakah anda mau mengabulkan permohonan pailit tersebut?
Pasal 8 ayat 4 ini bersifat “serta merta” (uitfoordaardicfoorad  putusan serta merta) maksudnya putusan tersebut sudah dapat dilaksanakan lebih dahulu walaupun berlum mempunyai putusan yang tetap (Nickracht).
Apa filosofinya putusan serta merta itu bisa dikobarkan?
Apabila dikabulkan/ tidak permohonan pailit, hutangnya harus tetap dibayar namun pembayarannya menunggu hasil penjualan asset.
Pembuktian sumir adalah pembuktian yang sederhana.
Jika menjadi hakim, apakah anda akan mengabulkan/menolak permohonan pailit tersebut???
Permohonan pailit tersebut harus dikabullkan oleh hakim. Dasar hukumnya ialah pasal 8 ayat 4 tadi karena:
- UU tidak mempermasalahkan apakah debitur tadi tidak membayar karena tidak mau atau tidak punya asset/tidak mampu. Ini tidak jadi pertimbangan hakimd alam memutus perkara.
Utangkewajiban yang harus dipenuhi, utang yang timbul karena UU misalnya kewajiban membayar pajak.
2. 1 Pihak-pihak yang Dapat Mengajukan Permohonan Kepailitan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 UU Kepailitan, pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah sebagai berikut.
a. Debitur Sendiri (Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan)
Undang-undang memungkinkan seorang debitur untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit atas dirinya sendiri. Jika debitur masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istri yang menjadi pasangannya (Pasal 4 ayat (1) UU Kepailitan).
Dalam hal ini debitur yang tidak beritikad baik sering menyalahgunakan pasal 2 ayat 1 dengan mengajukan permohonan pailit terhadap dirinya sendiri. Debitur dapat mengajukan diri ke pengadilan akibat dia tidak membayar hutang dalam arti dia punya harta/aset tapi tidak mau membayar hutang. Namun pengadilan bisa memutuskan pailit karena debitur sudah dapat membuktikan bahwa dia tidak membayar lunas (tidak mau membayar) memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan pailit karena sudah dianggap berhenti membayar sebab UU Pailit yang sekarang tidak mempermasalahkan tidak punya aset ataupun tidak mau membayar.. Berbeda dengan peraturan failissementverordening yang menyatakan debitur dalam keadaan berhenti membayar dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Berhenti membayar dalam peraturan ini diartikan bahwa debitur tidak lagi mempunyai aset. Sedangkan pasal 2 ayat 1 UU Kepailitan sekarang, tidak mempermasalahkan baik debitur tidak punya aset maupun tidak mau membayar. ”tidak mau membayar” inilah yang sering disalahgunakan oleh debitur.

b. Seorang Kreditur atau Lebih (Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan).
Sesuai dengan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan, kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit terhadap debiturnya adalah kreditur konkuren, kreditur preferen, ataupun kreditur separatis. Kreditur konkuren ialah kreditur yang tidak memgang jaminan harta kebendaan, maka untuk memperoleh pelunasan hutangnya mereka harus bersaing dengan kreditur-kreditur lainnya. Kreditur preferen ialah kreditur pemegang hak istimewa. Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutangnya. Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Kreditur separatis yaitu kreditur pemegang hak jaminan kebendaan (yang dalam KUHPerdata disebut dengan gadai dan hipotik). Sedangkan yang lainnya adalah Fidusia (UU No.42 Tahun 1999) dan Hak Tanggungan (UU No.4 Tahun 1996). Kreditur separatis mempunyai kedudukan yang paling aman sebab dia memegang jaminan tambahan khusus. Caranya yaitu dengan membuat perjanjian tambahan disamping perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok. Perjanjian tambahan mengenai anggunan yang diminta oleh kreditur. Perjanjian tambahan bersifat accesorries karena isinya mengikuti perjanjian pokok.
c. Kejaksaan (Pasal 2 Ayat (2) UU Kepailitan)
Permohonan pailit terhadap debitur juga dapat diajukan oleh kejaksaan demi kepentingan umum (Pasal 2 Ayat (2) UU Kepailitan). Pengertian kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
1) debitur melarikan diri;
2) debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
3) debitur mempunyai utang kepada BUMN atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
4) debitur mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
5) debitur tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masaalh utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
6) dalam hal lainnya yang menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
Dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2000 tentang Permohonan Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum, secara tegas dinyatakan bahwa wewenang Kejaksaan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit adalah untuk dan atas nama kepentingan umum. Kemudian Pasal 2 ayat (2) PP No.17 Tahun 2000 tersebut menyatakan bahwa Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan kepentingan umum, apabila:
a. debitur mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dan
b. tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pernyataan pailit.
d. Bank Indonesia (Pasal 2 Ayat (3) UU Kepailitan
Permohonan pailit terhadap bank hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia berdasarkan penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan. UU No.10 Tahun 1998 memberikan definisi bank sebagai berikut: ”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Pasal 1 butir 2)”. Bank Indonesia diatur dalam UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 (selanjutnya disebut UU BI). Tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dengan cara melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian (Pasal 7 ayat (1) UU BI). Untuk mencapai tujuan tersebut, BI mempunyai tugas (Pasal 8 UU BI) antara lain: menetapkan dan melaksanakn kenijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; mengatur dan mengawasi Bank. Kewenangan Bank Indonesia dalam kaitannya di bidang perizinan, antara lain (Pasal 26 UU BI): memberikan dan mencabut izin usaha Bank; memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor Bank; memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan Bank; memberikan izin kepada Bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
Jika dikaitkan antara kepailitan dan likuidasi, dapat diketahui bahwa BI mempunyai 2 (dua) kewenangan, antara lain:
a. mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan RUPS guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi;
b. mempunyai kewenangan eksklusif untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit kepada bank.
Dengan demikian tidaklah mungkin suatu bank yang sedang dalam proses likuidasi kemudian dalam waktu bersamaan diajukan permohonan pernyataan pailit, karena kewenangan mengenai likuidasi dan permohonan pernyataan pailit hanya terletak di tangan Bank Indonesia. Dalam arti tidak mungkin bagi Bank Indonesia melakukan dua tindakan hukum yang berbeda terhadap subjek yang sama (bank).
e. Badan Pengawas Pasar Modal atau Bapepam (Pasal 2 Ayat (4) UU Kepailitan)
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, hanya dapat diajukan oleh Bapepam. Sehubungan dengan pemberian wewenang oleh Pasal 2 ayat (4) UU Kepailitan kepada Bapepam untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap bursa efek, perusahaan, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian diuraikan mengenai kewenangan Bapepam lainnya yang diatur dalam UUPM. Pasal 3 ayat (1) UUPM menyatakan bahwa pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang disebut Bapepam. Kewenangan Bapepam diatur dalam Pasal 5 UUPM.
f. Menteri Keuangan (Pasal 2 Ayat (5) UU Kepailitan
Permohonan pernyataan pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan, dengan maksud untuk membangun itngkat kepercayaan masyarakat terhadap usaha-usaha tersbeut. Kewenangan ini hanya diberikan kepada menteri keuangan, didasarkan pengalaman sebelumnya, yaitu banyak perusahaan asuransi yang dimintakan pailit oleh kreditur secara pribadi, seperti perusahaan asuransi manulife, perusahaan asuransi prudential, dan lain-lain.

2.2 Tata Cara Pengajuan Permohonan Kepailitan
Dalam peraturan kepailitan (Pasal 5) ditentukan bahwa permohonan kepailitan dan permohonan lain yang berhubungan dengan kepailitan harus diajukan oleh pengacara. Ketentuan bahwa pernyataan pailit dapat diputuskan setelah suatu pemeriksaan yang sumir menunjukkan bahwa tidak diperlukan proses pembuktian yang rumit sehingga pada hematnya bantuan seorang pengacara seharusnya tidak mutlak diperlukan. Ketentuan pasal 5 Ayat 1 Peraturan Kepailitan menentukan: Surat-surat permohonan termaksud dalam Pasal yang lalu dan dalam Pasal 8, 9, 10, 11, 66, 151, 161, 197 dan 205 harus dimasukkan oleh seorang pengacara. Kemudian dengan Peraturan Darurat Kepaiilitan Tahun 1947 Stb. 1947 No. 214 yang mulai berlaku tanggal 19 Desember 1947, melalui Pasal 13 Peraturan Kepailitan Tahun 1947 ditentukan tidak berlaku lagi atau dihapuskannya Pasal 5 Peraturan Kepailitan Stb.1905 N. 217.
Jadi undang-undang tidak mengharuskan bahwa permohonan kepailitan dilakukan dengan perantara seorang pengacara, demikian pula dalam praktek, juga undang-undang tidak mengharuskan bahwa permohonan harus secara tertulis. Jika permohonan tersebut tertulis, maka permohonan itu harus disampaikan kepada panitera pengadilan negeri di wilayah hukum tempat tinggal debitur. Apabila debitur bertempat tinggal di luar wilayah hukum pengadilan negeri yang memeriksa permohonan kepailitan itu, maka pengadilan negeri tersebut dapat mendelegasikan pendengarannya kepada pengadilan negeri di tempat kediaman debitur, dengan mewajibkan pengadilan yang terakhir ini untuk membuat berita acaranya dan kemudian menyampaikannya kepada pengadilan negeri yang memeriksa permohonan kepailitan tersebut. Apabila di tempat kediaman debitur tidak ada Pengadilan Negeri, maka pendengaran itu didelegasikan kepada kepala pemerintahan setempat dengan kewajiban seperti yang dibebankan kepada Pengadilan Negeri, yaitu membuat berita acara dan kemudian menyampaikan kepada pengadilan negeri yang berwenang memeriksanya.
Selanjutnya bilamana permohonan itu dilakukan secara lisan, maka dari permohonan itu akan dibuat akte yang ditandatangani oelh pemohon dan panitera.
1. Kewenangan Mengadili
Mengenai pengadilan mana yang berwenang memeriksa mengadili dan memutus perkaranya tergantung pada siapa yang dimohonkan kepailitan. Untuk itu kewenangan mengadili diuraikan sebagai berikut:
a. Menurut Pasal 3 Peraturan Kepailitan Pengadilan yang berwenang menjatuhkan kepailitan adalah Raad Van Justitie di tempat kediaman debitur. Tetapi sejak Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang pada tahun 1942, Raad Van Justitie dihapuskan dan tugasnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri. Sedangkan menurut Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947 bahwa hakim sehari-hari di tempat kedudukan Balai Harta Peninggalan yang di dalam wilayah hukumnya terletak tempat kediaman debitur.
b. Untuk debitur yang pergi keluar Indonesia, maka pengadilan negeri yang berwenang menurut Pasal 2 Ayat 2 Peraturan Kepailitan jo, Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947 adalah hakim pengadilan negeri di tempat kedudukan Balai Harta Peninggalan yang di dalam wilayah hukumnya tempat kediaman terakhir dari si debitur.
c. Untuk debitur yang tidak mempunyai tempat kediaman di Indonesia, pengadilan yang berwenang menurut Pasal 2 Ayat 4 Peraturan Kepailitan jo. Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947 adalah pengadilan negeri di tempat kedudukan Balai Harta Peninggalan yang di dalam wilayah hukumnya terletak tempat kantornya.
d. Untuk perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum berlaku ketentuan dalam Pasal 2 Ayat 7 Peraturan Kepailitan jo. Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947.
e. Untuk perkumpulan-perkumpulan yang tidak berbadan hukum pengadilan yang berwenang adalah pengadilan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Ayat 3 Peraturan Kepailitan jo. Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947.
f. Untuk wanita yang bersuami yang menjalankan pekerjaan perusahaan maka berlakulah ketentuan dalam Pasal 3 Peraturan Kepailitan jo Pasal 11 Ayat 1 Peraturan Darurat Kepailitan 1947 yaitu pengadilan negeri di tempat ia menjalankan usahanya atau dimana ia berkediaman.
2. Pemeriksaan Kepailitan
Sesudah permohonan diterima oleh pengadilan negeri yang berwenang, maka hakim akan menetapkan hari, tanggal, jam dan temapt sidang. Pemeriksaan permohonan kepailitan dilakukan secara cepat dalam rapat permusyawaratan itu dengan majelis hakim.
Selanjutnya pembicaraan permohonan kepailitan dilakukan dalam sidang tertutup, sedangkan putusannya diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pernyataan kepaitlitan baru dijatuhkan bilamana secara sumir terbukti bahwa keadaan berhenti membayar itu ada hakim dapat memerintahkan debitur untuk menghadap secara pribadi atau dengan kuasanya untuk didengar, pemanggilan dilakukan oleh panitera atau pejabat yang didelegasikan dengan surat tercatat.
Hakim pengadilan negeri sesudah setelah mendengarkan keterangan para pihak dapat berusaha mendamaikan pihak yang bersengketa, apabila para pihak tidak menerima perdamaian, maka jalan terakhir bagi hakim menjatuhkan putusan kepailitan, selain itu ditetapkan juga seorang hakim komisaris bertugas mengawasi dan memimpin pelaksanaan kepailitan. Kemudian panitera pada pengadilan yang memutus kepailitan tersebut harus selekas-lekasnya memberitahukan tentang putusan pernyataan pailit itu kepada:
a. Balai Harta Peninggalan yang berkedudukan dalam daerah hukum pengadilan negeri yang memutus kepailitan.
b. Perum Pos dan Giro serta Perum Telekomunikasi, baik dalam daerah hukum Pengadilan Negeri yang memutus maupun yang ada di tempat kediaman si pailit agar surat-surat yang dialamatkan kepada si pailit ditahan dan diteruskan ke Balai Harta Peninggalan.
c. Satu atau berapa buah surat kabar yang ditunjuk.
Dengan adanya putusan kepailitan, maka kekuasaan dan pengurusan harta kekayaan debitur beralih pada Balai Harta Peninggalan, dan putusan kepailitan bersifat konstitutif yaitu putusan yang meniadakan atau menciptakan suatu badan hukum yang baru, perubahan hubungan atau keadaan hukum itu sekaligus terjadi pada saat putusan itu diucapkan tanpa memerlukan paksaan.
3. Putusan Kepailitan
Di samping memuat hal-hal yang lazim terdapat putusan pengadilan seperti identitas penggugat, tergugat, pertimbangan, diktum, juga pengangkatan seorang hakim pengadilan negeri sebagai hakim komisaris dan pengangkatan panitia sementara para kreditur kalau kepentingan budel menghendakinya.
Hakim pengawas tersebut memperhatikan semua kepentingan-kepentingan para kreditur dan si pailit. Hakimm pengawas juga memimpin rapat verifikasi, menyetujuinya dan menolak daftar tagihan, dan menyerahkan tagiha-tagihan yang tidak dapat diselesaikan dalam rapat verifikasi kepada hakim pengadilan negeri yang memutuskan kepailitan.
Adapun tugas dan kewenangan hakim komisaris:
a. Mengawasi Balai Harta Peninggalan apakah balali ini melaksanakan tugasnya sebagaimana seharusnya, hakim komisaris tidak boleh ikut serta dalam penguasaan dan pengurusan budel, tetapi tugas pengawasan itu meliputi juga memberi nasihat dan peringatan kepada Balai Harta Peninggalan.
b. Memberi keterangan kepada penagdilan negeri dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan penyelesaian kepailitan.
e. Mendengarkan sanksi-sanksi dan para ahli untuk memperoleh penjelasan dari keadaan-keadaan yang berhubungan dnegan kepailitan. Misalnya data tentang alasan-alasan kepailitan, kelakuan si pailit sebelum dinyatakan pailit, keadaan budell dan sebagainya.
Tugas dan kedudukan Balai Harta Peninggalan dirumuskan sangat sederhana dalam Pasal 67 Ayat 1 Peraturan Kepailitan dimana disebutkan bahwa Balai Harta Peninggalan dibebani dengan pemeliharaan dan pemberesan budel. Juga Balai Harta Peninggalan berkewajiban memberi keterangan yang diminta panitia para kreditur dan dalam beberapa hal diwajibkan minta saran. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai kurator Balai Harta Peninggalan harus ada kuasa, pembenaran dan perintah hakim komisaris.
4. Panitia Para Kreditur
Adanya panitia para kreditur bersifat fakultatif sebab panitia ini hanya dibentuk bilamana keadaan atau kepentingan budel menghendakinya.
Dalam peraturan kepailitan dibedakan antara panitia sementara dan panitia tetap para kreditur. Panitia sementara diangkat oleh hakim pengadilan negeri pada saat putusan kepailitan diucapkan atau kemudian dengan penetapan lain. Panitia sementara ini diambil dari para kreditur dalam jumlah satu sampai tiga orang. Panitia sementara berkewajiban untuk memberikan nasihat/saran kepada kuratris selama belum diangkat panitia tetap.
Sedangkan panitia tetap para kreditur diangkat oelh hakim komisaris, yang dipilih oleh para kreditur pada akhir rapat verifikasi, kemudian panitia tetap yang telah disetujui oleh para kreditur lalu diangkat oleh hakim komisaris.
Adapun tugas dan wewenang panitia para kreditur:
a. Panitia berwenang untuk setiap waktu melihat buku-buku dan surat-surat yang berhubungan dengan kepailitan serta meminta keterangan kepada si pailit.
b. Panitia bertugas memberi nasehat atau saran kepada BHP di samping dapat bertindak sendiri untuk kepentingan budel.
c. Dapat mengajukan keberatan kepada hakim komisaris terhadap perbuatan BHP atau dapat memerintahkan BHP melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu.
d. Minta diadakannya rapat para kreditur.
e. Menghadiri pencatatan budel.
f. Minta kedatangan si pailit untuk dimintai keterangan.
g. Dapat memberikan bahkan wajib memberikan saran tertulis pada rapat verifikasi terhadap akur tertulis pada rapat verifikasi terhadap akor yang ditawarkan.
5. Rapat Para Kreditur
Setelah panitia para kreditur terbentuk, kemudian diadakanlah rapat-rapat antara lain:
a. Rapat verifikasi
Menurut memori penjelasan atas Peraturan Kepailitan verifiaksi diartikan sebagai prosedur untuk menetapkan hak menagih.
Yang harus hadir dalam rapat itu adalah hakim komisaris, BHP atau wakilnya atas persetujuan hakim komisaris dan si pailit secara pribadi. Kehadiran si pailit sangat diperlukan, sebab ia adalah orang yang dapat memberikan penjelasan mengenai sebab-sebab kepailitan dan keadaan budel. Rapat tetap dapat dilangsungkan atau tanpa hadirnya si pailit.
Tujuan/maksud rapat verifikasi:
1. Menetapkan siapa yang dianggap kreditur yang sah.
2. Membuka kemungkinan bagi para kreditur untuk memasukkan penagihan, paling lambat dua hari sebelum rapat verifikasi.
3. Membuka kemungkinan diadakannya perukunan.
Kewenangan rapat para kreditur:
1. Mengambil keputusan mengenai akor yang ditawarkan (Pasal 41 PK).
2. Memutuskan tentang verifikasi tagihan-tagihan dengan syarat mempertangguhkan untuk nilai/harganya pada saat diucapkan kepailitan (pasal 126).
3. Memberi suara tentang diperlukan tidaknya pengangkatan panitia tetap para kreditur (pasal 72).
4. Menunda pembicaraan akor samapi rapat yang akan diadakan setelah rapat verifikasi.
b. Rapat untuk membicarakan akur bila ini diajukan oleh si pailit dan belum sempat dibicarakan dalam rapat verifikasi.
Menurut pasal 134 Peraturan Kepailitan, si pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua krediturnya bersama-sama. Dan rencana perdamaian harus diajukan delapan hari sebelum diadakan rapat pencocokan kepada BHP.
c. Rapat-rapat luar biasa, bila dikehendaki oleh hakim komisaris atau atas permohonan para kreditur.
d. Rapat untuk melanjutkan perusahaan si pailit bila tidak ditawarkan akor atau akor ditolak.

Tata cara pengajuan permohonan kepailitan dalam Pengadilan Niaga.
Salah satu perubahan penting dari Peraturan Kepailitan (Faillissement Verordening) sebagaimana yang diubah dalam Undang-Undang Kepailitan Tahun 1998 adalah adanya pembentukan Pengadilan Niaga. Pembentukan Pengadilan Niaga dalam lingkup pengadilan negeri pada waktu itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undnag Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Kelengkapan yang harus dipenuhi dalam pengajuan kepailitan sesuai dengan formulir yang disediakan oleh Pengadilan Niaga antara lain:
• Surat permohonan bermaterai dari advokat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga setempat;
• Izin/kartu advokat yang dilegalisir pada kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat;
• Surat kuasa khusus;
• Surat tanda bukti diri/KTP suami/istri yang masih berlaku (bagi debitur perorangan), akta pendirian dan tanda daftar perusahaan/TDP yang dilegalisir (bagi debitur perseroan terbatas), akta pendaftaran yayasan/asosiasi yang dilegalisir (bagi debitur yayasan/partner), surat pendaftaran perusahaan/bank/perusahaan efek yang dilegalisir (bagi pemohon kejaksaan/BI/Bapepam);
• Surat persetujuan suami/istri (bagi debitur perorangan), Berita Acara RUPS tentnag permohonan pailit (bagi debitur perseroan terbatas), putusan dewan pengurus (bagi yayasan/partner);
• Daftar aset dan kewajiban (bagi debitur perorangan), neraca keuangan terakhir (bagi perseroan terbatas/yayasan/partner);
• Nama serta alamat kreditur dan debitur.
Jika yang mengajukan kreditur, maka ditambah dengan beberapa kelengkapan, antara lain surat perjanjian utang dan perincian utang yang tidak dibayar.
Setelah permohonan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Niaga, maka pada tanggal hari itu juga panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan tersebut dan dalam waktu paling lambat 1x24 jam terhitung sejak tanggal pendaftaran, panitera harus menyampaikan permohonan itu kepada ketua Pengadilan Niaga. Selanjutnya dalam waktu paling lambat 3x24 jam sejak tanggal pendaftaran, Pengadilan Niaga harus menetapkan hari sidang yang penyelenggaraannya paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan dan hanya atas permohonan debitur berdasarkan alasan yang cukup saja Pengadilan Niaga dapat menunda penyelenggaraan sidang paling lama 25 hari terhitung sejak tanggal permohonan pendaftaran.
Dalam Undang-Undang Kepailitan 2004 ada ketentuan yang cukup krusial mengenai proses permohonan kepailitan di tingkat kepaniteraan Pengadilan Niaga, yakni ketentuan yang menyatakan bahwa panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (3), (4), dan (5) UUK. Ketentuan ini mempunyai filosofi yang cukup baik, mengingat dalam praktiknya advokat tetap saja mengajukan permohonan pailit walaupun itu berkaitan dengan lembaga-lembaga tersebut.
Kasus:
Pernah terjadi lembaga bank dimohonkan pailit oleh pihak ketiga, yaitu dalam kasus Bank International Finance Indonesia (IFI) yang mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Danamon. Pada mulanya Bank IFI mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Danamon melalui Bank Indonesia (BI), akan tetapi BI menolak untuk mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Danamon di Pengadilan Niaga. Kemudian Bank IFI sendiri yang mengajukan permohonan pailit terhadap Bank Danamon di Pengadilan Niaga. Dalam putusannya, Pengadilan Niaga menolak permohonan pailit tersebut dengan dasar bahwa sesuai dengan Pasal 1 Ayat (3) UUK 1998 dikatakan bahwa jika debiturnya adalah bank, maka yang berwenang mengajukan pailit adalah Bank Indonesia.
Dari pengalaman tersebut, kendatipun sudah jelas ketentuannya bahwa lembaga-lembaga tertentu hanya boleh diajukan pailit oleh lembaga tertentu pula, akan tetapi tetap saja ada yang mencoba-coba untuk mengajukan permohonan pailit seperti kasus Bank IFI melawan Bank Danamon tersebut di atas. Maka dari itu, UUK yang baru dalam pasal 6 Ayat (3) UUK menegaskan seperti tersbeut di atas. Ketentuan ini memang sangat positif untuk mengantisipasi kejadian-kejadian dalam praktik seperti tersebut di atas, namun ketentuan dalam UUK ini mengandung kelemahan dimana tidak diatur lebih jelas mekanisme penolakannya tersebut apakah dibuatkan berita acara tersendiri ataukah dengan proses lain karena hal tersebut berkaitan dnegan akuntabilitas penolakan panitera dan jangan sampai kewenangan panitera ini akan disalahgunakan olehnya. Ketentuan yang bersifat powerful ini serta masuk dalam grey area zone sangat rawan terjadinya permainan uang.
Namun dalam perkembangannya, Pasal 6 Ayat (3) UUK tersebut dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dalam perkara Nomor: 071/PUU-II/2004 dan Nomor: 001-002/PUU-III/2005 yang diucapkan pada tanggal 17 Mei 2005. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi adalah bahwa panitera walaupun merupakan jabatan di pengadilan, tetapi kepala jabatan tersebut seharusnya hanya diberikan tugas teknis administrasi yustisial dalam rangka memberikan dukungan terhadap fungsi yustisial yang merupakan kewenangan hakim. Sehubungan dengan itu, Pasal 35 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyatakan, ”Panitera, panitera pengganti, dan juru sita adalah pejabat peradilan yang pengangkatan dan pemberhentiannya seta tugas pokoknya diatu dalam undang-undang”. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004, ditentukan bahwa tugas pokok panitera adalah ”menangani administrasi perkara dan hal-hal administrasi lain yang bersifat teknis peradilan” dan tidak berkaitan dengan fungsi peradilan (rechtsprekende functie), yang merupakan kewenangan hakim. Menolak pendaftaran suatu permohonan pada hakikatnya termasuk ranah (domein) yustisial. Menurut Pasal 6 Ayat (1), permohonan harus ditujukan kepada ketua pengadilan. Apabila panitera diberi tugas, wewenang dan tanggungjawab melaksanakan fungsi yustisial, maka hal tersebut bertentangan dengan hakikat dari kekuasaan kehakiman yang merdeka, serta penegakan hukum dan keadilan sebagaimana terkandung dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
Dalam acara peradilan tata usaha negara, ada prosedur yang dinamakan dismissal proses. Proses dismissal dalam peraturan merupakan proses awal dari penelitian terhadap gugatan apakah termasuk dalam wewenang peraturan sebelum dibawa pada persidangan utama. Hanya saja proses dismissal ini ditangani oleh hakim dan bukannya oleh panitera serta dituangkan secara resmi dalam putusan dismissal. Proses dismissal ini cukup baik sehingga mungkin bisa diadopsi dalam ketentuan kepailitan dengan modifikasi beberapa hal mengingat ada ciri khusus masing-masing antara sifat hukum tata usaha negara dengan sifat hukum perdata dalam hal ini hukum kepailitan.
Setelah proses pendaftaran selesai, selanjutnya pengadilan memanggil debitur untuk menghadiri sidang. Pengadilan wajib memanggil debitur, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan. Ratio legis dari ketentuan yang mewajibkan untuk memanggil debitur adalah untuk melakukan konfrontir terhadap apa yang didalilkan oleh pihak kreditur mengenai hubungan hukumnya dan mengenai jumlah utang piutangnya. Selanjutnya pengadilan dapat memanggil kreditur dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur serta terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi.
Pemanggilan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. Adapun putusan Pengadilan Niaga selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Pembatasan waktu ketentuan acara dalam Pengadilan Niaga adalah sangat positif karena dengan pembatasan ini tidak akan terjadi penumpukan perkara sebagaimana di pengadilan negeri.

2.3 Proses Permohonan Pailit terhadap Harta Peninggalan
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa permohonan pailit tidak hanya dapat dilakukaan atas debitur pailit, tetapi juga terhadap harta peninggalan, yakni terhadap harta orang yang telah meninggal dunia, dimana orang yang telah meninggal dunia tersebut berada dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, ataupun pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalan tidak cukup untuk membayar hutang-hutangnya.
Harta kekayaan orang yang meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila dua atau lebih kreditur mengajukan permohonan untuk itu dan secara singkat dapat membuktikan bahwa:
a. utang orang yang meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas, atau
b. pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup untuk membayar utangnya.
Prosedur permohonan pailit atas harta peninggalan tersebut adalah seperti yang terlihat dalam diagram berikut ini:


Diagram tentang Permohonan Pailit
Atas Harta Peninggalan



(90 hari)
Saat meninggal Permohonan pailit

Diagram tersebut sesuai dengan pasal 210 Undang-Undang Kepailitan yang menyatakan: ”Permohonan pernyataan pailit harus diajukan kepada Pengadilan paling lambat 90 hari (sembilan puluh) hari setelah Debitur meninggal”.


HUKUM KEPAILITAN
UU.NO.37 TAHUN 2004
1.Pengertian
 Kepailitan : sita umum semua kekayaan Debetur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas (Psl 1 angka 1 UU.NO.37/2004)
2.Kreditor
3. Debetor
4. Debetor pailit
5. Kurator
6. Utang
7 pengadilan
8. Hakim Pengawas
Syarat untuk dapat dinyatakan pailit
 Debetor mempunyai 2 atau lebih kreditor
 Tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih
 Dinyatakan pailit dgn Putusan Pengadilan
Pihak-pihak yg dapat mengajukan permohonan pailit
 Debetor
 Kreditor/Para kreditor
 Jaksa
 BI
 Bapepam
 Mentri Keuangan
Permohonan pernyataan pailit Psl 6
1.Permohonan diajukan ke Pengadilan Niaga
2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pd tgl prmohonan pernyataan dan pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangan oleh pejabat yang berwenang
Permohonan pailit
 Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kpdketua pengadilan paling lambat 2 hari stl tgl permohonan didaftarkan
 Dalam jangka waktu 3 hr stlh pendaftaran hakim menetapkan hr sidang
 Sidang dilaksanakan paling lambat 20 hr setelah permohonan diajukan
 Selama permohonan pernyataan pailit belum diputus,maka pemohon dapat mengajukan permohonan untuk ke Pengadilan utk meletakan sita jaminan terhadap sbgian atau seluruhnya dr harta kekayaan debetor
 Menunjuk kurator sementara utk mengwasi budel.( Psl.10)
Akibat hukum dari kepailitan
 Kehilangan hak secara perdata untuk mengelola harta kekayaan debetor termasuk yang didapat setelah dinyatakan pailit( sudah dimasukan kedalam budel) Psl 21.
 Kecuali benda termasuk hewan yang dibutuhkan oleh debetor
 Gaji,uang pensiun,tunjangan yang ditentukan oleh hakim
 Termsuk harta suami atau istri yang menikah dalam persatuan harta.(pasal 23)
 Perikatan yang terbit stlh putusan pailit tdk dapat dibayarkan dengan harta pailit
 Tuntutan terhadap harta pailit stlh debitor pailit harus diajukan kpd kurator.
 Putusan pernyataan pailit berakibat ,segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan Debetor yang telah dimulai sebelum kepailitan ,harus dihentikan seketika dan sejak itu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk menyandera debetor.
 Jika debetor dalam masa penahanan ,maka setelah pernyataan pailit diputus,debetor pailit harus dilepaskan (pasal 31UUK)
 Jika terjadi perjanjian jual beli pd saat debetor belum dinyatakan pailit,maka tehadap barang yang bergerak maupun barang yang tidak bergerak ,atas seijin hakim pengawas kurator dapat melanjutkan perjanjian tersebut.
 Jika suatu perjanjian juali beli sudah terjadi,namun barang belum diserahkan dari debetor pailit kpd pembeli,maka perjanjian tsb.dapat dibatalkan dan pem bayaran yang sudah terjadi , pihak pembeli bisa menagih uangnya melalui menjadi kreditor konkuren.
 Jika terjdi perjanjian sewa menyewa sebelum dinyatakan pailit, maka terus dapat dilakukan sepanjang menguntungkan pihak kreditor,yang dikelola oleh kurator.
 Warisan ,bagi debetor yang sudah dinyatakan pailit,kurator tidak berhak untuk mengambilnya ,kecuali atas persetujuan hakim pengawas.
 Hibah ,jika terjadi hibah pada saat deb.dinyatakan pailit dapat dibatalkan .
Panitya kreditor
 Jika diperlukan Pengadilan dapat membentuk panitya kreditur( kreditor sementara)
 Panitya kreditor paling sedikit terdiri dari 3 orang
 Setelah terjadi pencocokan hutang piutang maka dapat dibentuk panitya kreditor tetap.
 Rapat kreditor dipimpin oleh hakim pengawas.
 Pengambilqan keputusan dalam rapat panitya sementara harus memenuhi 50 persen
 Jika ada panitya kreditor tidak hadir dalam rapat,maka suaranya dianggap tidak setuju.
Tindakan terhadap Debetor
 Atas permohonan panitya kreditor,maka hakim pengawas dapat menahan debetor ,baik di penjara ataupun di rumahnya sendiri ,namun atas pengawasan hakim pengawas.
 Penahanan tidak lebih dari 30 hari dan dapat diperpanjang lagi.
 Penahan ini dilakukan jika debetor diketahui memiliki itikad tidak baik dan dapat merugikan para kreditor.
Pencocokan hutang piutang
 Semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya masing-masing kpd kurator disertai perhitungan atau keterangan secara tertulis dan menunjukan sifat dan jumlah piutang.
 Kurator ber kewajiban untuk mencocokan nya dengan catatan yang telah dibuat sebelumnya dngan debetor.
 Kurator wajib mencatat kedalam daftar piutang yang diakui
 Piutang yang dibantah dicatat tersendiri.
 Kurator wajib menyediakan di kepanitera-an Pengadilan salinan dari masing-masing daftar piutang kreditor selama 7 hr.sblm hari pencocokan piutang .
 Kurator wajib memberitahukan ttg hal diatas kpd setiap kreditor dan sekaligus
 Pemanggilan para kreditor utk menghadiri rapat pencocokan piutang dgn menyebutkan rencana perdamaian jika telah diserahkan oleh debetor pailit.
 Deb.pailit wajib datang sendiri dalam rapat pencocokan piutang , untuk memberikan keterangan yng lengkap jika diminta oleh hakim pengawas.
 Kreditor dapat meminta keterangan dari det.pailit ttg hal-hal yg tlh dikemukakan kpd hakim pengawas.
 Segala apa yang dijelaskan baik oleh kreditor maupun deb.pailit wajib dicatat dalam berita acara.
 Jika yang pailit Badan Hukun,maka semua kewajiban menjadi tanggung jawab pengurus Badan Hukum tsb.
 Jika dalam pencocokan hutang piutang tidak ada bantahan dari masing-masing pihak ,maka piutang tersebut dimasukan kedalam daftar piutang yang diakui,yang dimasukan dalam acara rapat dan ditanda tangani oleh hakim pengawas dan panitera
 Pencatatan piutang mempunyai kekutan hukum yang tetap dan tdk boleh diganti atau diubah lagi oleh kurator,kecuali ada
 Unsur penipuan yang dapat dibuktikan selanjutnya.
 Jika dalam pencocokan hutang piutang tidak menghasilkan suatu kesepakatan antara det.pailit dgn.kreditor,maka kurator akan mengajukan pada hakim pengawas .
 Hakim pengawas demi hukum akan menangguhkan dengan disahkan perdamaian dalam kepailitan.
 Jika catatan-catatan yang sudah dibuat oleh kurator dan diserahkan pada hakim pengawas utk diputuskan dgn ketentuan-ketentuan bahwa:
 - dalam piutang diterima ,mk piutang diakui dalm kepailitan
 - biaya perkara menjadi tanggungan deb.pailit.
Perdamaian
 Pihak deb.berhak mengajukan perdamaian kepada semua kreditor.
 Permohonan perdamaian dapat dilakukan 8 hari sebelum hasil dari pencocokan hutang piutang diajukan Kepaniteraan pengadilan.
 Kurator dan panitya kreditor sementara wajib memberikan pendapat tertulis ttg rencana perdamaian ini.
 Rencana perdamaian ini akan ditunda sampai rapat berikut yang sudah ditentukan oleh hakim pengawas.
 Usaha perdamaian akan dilaksanakan paling lambat 21 hari permohonan perdamaian.
 Dalam perdamaian dapat diaangkat panitya kreditor tetap bukan dari panitya kreditor sementara.
 Paling lambat 7 hr setelah pengajuan stlah tanggal rapat terakhir wajib adanya pemberitahuan kpd para kreditor yang diakui scr tertulis.
 Kpd para kreditor yg prefernt, tdk berhak mengajukan suara dalam perdamain.kcuali mrk melepaskan haknya sbg kreditor prefernt, dan mrk menjadi ktreditor kokuren.
 Rencana perdamaian akan diterima jika ½ dr kreditor kokuren menyetujuinya dr kreditor yang hadir atau 2/3 dari seluruh jmlah piutang yn diakui.
 8 hr stlh rapat pertama diadakan rapat perdaian kedua,yg tujuanya hanya melakukan pemungutan suara dalam rapat pertama.
 Dalam berita acara perdamaian :
a.isi perdamaian
b.nama kreditor yg hadir dan berhak mengeluarkan suara
c.suara yg dikeluarkan
d.hasil pemungutan suara
e.segala yang terjadi dalam rapat.
Berita acara ini ditanda tangani oleh hakim pengaw as dan penitera
 dalam 8 hari rencana perdamaian dapat ditolak jk hakim pengawas menganggap
 Adanya kekeliruan dalam pencatatan.
 Hari sidang ditentukan oleh hakim pengawas paling lambat 8-14 hari stlah diterimanya rencana perdamaian.
 Para kreditor berhak mngajukan alasan-alasan penolakan rencana perdamaian.
 Pihak deb.jg berhakan mengajukan
 Pendapatnya guna memebela kepen -
 tinganya.
 Dalam jangka waktu 7 hr hakim pengawas wajib memberikan keputusannya disertai alasannya.
 dalam keputusan tersebut hakim menolak atau menerima rencana perdaian tsb.
 Dalamhal hakim menolak dgn alasan:
a.Harta debt.pailit jauh lebih besar dari jumlah yang disetujui dalam rencana perdamaian
b.pelaksanaan perdaian tidak cukup menjamin
c. Perdamaian dicapai krn ada unsur penipuan,persekongkolan dgn satu atau lebih kreditor.
 Jika perdamaian ditolak maka baik kreditor atau debt.dapat melakukan upaya Kasai.
 jika perdamaian diterima,maka kurator wajib mengembalikan semua harta kekayaan debt.
 Jika kewajiban debt. Belum terpenuhi sebelum perdamaian ,maka kurator berhak menahan harta kekayaan debt,untuk membayar kewjiban debt.
 Pembatalan perdamaian dapat terjadi jika debt. Tdk memenuhi kewajibannya selama perdamaian ditetapkan
 Pembatalan perdamaian dapat dilakukan melalui keputusan hakim pengawas dalam jangka waktu,30 hari memenuhi kewajiban 30 hari diberikan waktu kelonggaran dalam hal memenuhi kewajiban.
 Jika dalam jangka waktu yang sudah ditentukan debt. Tidak dapat memenuhi kewajibannya,maka perdaian akan dibatalkan
 Akibat hukum dari pembatalan perdamaian oleh hakim pengawas adalah pihak debt.pailit kembali menjadi pailit,artinya proses kepailitan dibuka kembali,dan tdk ada upaya perdamaian lagi.
Pemberesan Harta Pailit pasal.178 UUKP.
 Pemberesan harta pailit,adalah harta pailit dalam keadaan insolvensi.
 Pemberesan harta pailit dilakukan ,stlh adanya pencocokan hutang piutang
 Pemberesan harta pailit dilakukan jika perdamaian tdk diterima,dibatalkan.
 Dalam pemberesan harta pailit setelah perdamaian ditolak atau dibatalkan,pihak kurator dapat melakukan pencocokan piutang kembali pada piutang yang belum masuk.
 Dalam pemberesan,dapat diusulkan untuk menjalankan perusahaan pailit jika dianggap dapat menguntungkan kreditor atas permohonan kurator atau kreditor.
 Menjalankan perusahaan pailit harus mendapatkan persetujuan ½ dari jumlah piutang kreditor.yg tidak termasuk hak preferent.
Dalam hal permohonan kelanjutan perusahaan ditolak,maka perusahaan tdk dapat dijalankan oleh kreditor,kurator,debetor pailit.
 Kurator mulai melaksanakan pemberesan dan menjual semua barang tanpa perlu mendapatkan persetujuan lagi dari debetor .
 Semua benda/harus dijual dimuka umum sesuai dengan tata cara yang sudah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
 Jika penjualan dimuka umum tdk dapat
 Dicapai maka atas persetujuan hakim pengawas ,kurator dapat menjualnya secara dibawah tangan
 Jika barang yang sama sekali tidak dapat dibereskan,maka atas seizin hakim pengawas, korator dapat mengambil tindakan sesuai dengan kebijaksanaannya.
kreditor yang memegang hak suatu benda ,shg.benda tersebut dapat dimasukan kedalam harta pailit (budel)
 Kurator dapat meminta jasa debt.pailit untuk membantu nya,dgn memberikan upah yg ditentukan oleh hakim pengawas.
 Apabila hakim pengawas menganggap terdapat cukup uang tunai,kurator dapat menbagikan kpd kretditor yang piutangnya tlh dicocokan.
 Kurator berkewajiban utk menyusun suatu daftar pembagian yang disetujui oleh hakim pengawas.
 Daftar yang dibuat memuat ttg perincian,upah kurator,nama kreditor,jumlah yang dicocokan dari tiap piutang kreditor.
 Kraditor konkuren dibayarkan atas persetujuan hakim pengawas.
 Kreditor preferent dibayarkan berdasarkan dari hasil penjualan jaminan yang ada ditangannya, dan jika masih kurang kreditor preferent berkedudukan sbg kreditor kokuren.
Kepailitan harta peninggalan
 Harta kekayaan orang yang sdh meninggal dapat ditetapkan pailit apabila:
 Ada 2 atau lebih kreditor mengajukan permohonan kepailitan ke pengadilan.
 Orang yg meninggal semasa hidupnya tdk.membayar lunas atas utang-utangnya
 Pada saat meninggal orang tsb.tdk cukup harta peninggalannya ytk membayar utang-utangnya.

Kepailitan harta debet.yg sdh meninggal
 Para ahli waris dipanggil utk didengar keterangannya
 Demi hukum harta ahli waris dengan harta warisan harus dipisahkan
 Permohonan pilit dapat diajukan stlh 90 hr debt.meninggal.
 Perdamaian tdk dapat dilakukan pada proses kepailitan dr debt.yg sdh meninggal.
rehabilitasi
 Stlh berakhirnya kepailitan ,maka debt dan ahli warisnya berhak mengajukan permohonan rehabilitasi ke pengadilan
 Permohonan rehabilitasi dikabulkan ,apabila pihah debt.sdh dapat membuktikan dengan surat,bahwa utang-utang debt.sdh terbayarkan dengan lunas
 Permohonan rehabilitasi diumumkan paling sedikit pd 2 media yg ditunjuk pengadilan.
PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
- Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari satu kreditur.
- PKPU juga dapat diajukan oleh kreditur untuk mengajukan upaya perdamaian, meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang debitur kepada kreditur (Pasal 222 UUK).
- PKPU diajukan ke Pengadilan Niaga dengan ditandatangani oleh pemohon dan advokatnya.
- Jika yang mengajukan PKPU debitur, maka dalam waktu 3 hari.
- Jika kreditur yang mengajukan permohonan maka tenggang waktu 20 hari dari sejak pendaftaran, hakim harus mengabulkan PKPU debitur.
- Sidang diselenggarakan paling lama pada hari ke 45 setelah putusan PKPU sementara diucapkan *kreditur preferen tidak mungkin mengajukan PKPU*
- Jika debitur tidak hadir dalam sidang PKPU, maka debitur denyatakan pailit pada saat itu.
- PKPU tetap ditentukan jika para kreditur belum memberikan suaranya atas permohonan PKPU dalam hal PKPU diterima atau ditolak.
- Persetujuan PKPU dapat dilakukan jika ½ lebih dari jumlah kreditur konkuren setuju.
- ½ lebih dari kreditur preferen menyetujui yagn mewakili 2/3 dari jumlah piutang kreditur.
- Putusan PKPU wajib diumumkan pada masyarakat melalui paling sedikit pada dua media.
- Pengadilan harus mengangkat panitya kreditur untuk menangani utang yang bersifat rumit atau banyak kreditur.
- Hakim pengawas dapat membentuk pengurus untuk mengelola harta debitur.
- Pengurus harus independen
- Pengurus bertanggungjawab atas kesalahan yang dilakukan
- PKPU tidak memberikan debitur mengelola harrta kekayaannya sendiri tanpa mendapat persetujuan dari pengurus.
*perbuatan yang dilakukan pengurus adalah perbuatan melanggar hukum*
Dalam PKPU walaupun proses kepailitan belum ada PKPU sudah diterima pengadilan maka harta kekayaan debitur, walaupun pihak debitur masih menguasai, tapi haknya untuk mengelola tidak ada, karena sudah dikelola dan diurus oleh PENGURUS.
*persamaan curator dan pengurus*
Sama-sama mengawasi harta kekayaan harta debitur pailit.
*perbedaan curator dan pengurus*
- curator berhak menguasai dan mengelola harta kekayaan debitur pailit
- pengurus memberikan izin dan mengawasi harta kekayaan debitur pailit.
Berakhirnya PKPU
1. berakhirnya PKPU dapat terjadi karena:
a. debitur melakukan pengurusan hartanya dengan itikad tidak baik
b. debitur telah merugikan atau mencoba merugikan kreditur
c. debitur melakukan pelanggaran
d. debitur lali melakukan kewajiban
e. selama PKPU keadaan harta pailit tetap tidak memungkinkan untuk membayar utang.
2. dalam keadaan debitur tidak dapat memenuh kewajiban PKPU, maka pengurus mengajukan permohonan untuk mengakhiri PKPU debitur.
*PKPU diajukan sebelum diproses, berakhirnya PKPU bisa diajukan ke pengadilan. PKPU diajukan setelah kepailitan diajukan ke pengadilan, mak berakhirnya kepailitan kembali diproses di persidangan*.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar