Selasa, 21 Juni 2011

PSIKOLOGI HUKUM

PSIKOLOGI HUKUM SECARA UMUM
a. pengertian obyek dan ruang lingkup psikologi hukum
oleh karena psikologi hukum terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan hukum, maka perlu terlebih dahulu dijelaskan apa itu psikologi dan apa itu hukum. Demikian pula dalam membahas psikologi hukum tidak dapat dilepaskan dari pembahasan psikologi secara umum, karena psikologi hukum adalah bagian dari psikologi umum.
Ecara harfiah psikologi berasal dari bahasan yunani, yaitu: psyche = jiwa (roh) dan logos = ilmu. Jadi psikologi adalah ilmu tentang jiwa. Sedangkan hukum sukar untuk dirumuskan karena hukum bersegi banyak dan hamper mengatur seluruh bidang kehidupan manusia. Tetapi dalam hubungan ini cenderung untuk dibatasi hanya dalam arti kaedah. Artinya hukum merupakan suatu patokan tentang bagaimana berperilaku sebagaimana yang diharapkan dan itu terjadi berkenaan dengan adanya interaksi manusia yang menimbulkan hasil penilaian baik. Aturannya terdiri dari ketentuan-ketentuan yang membatasi tingkah laku manusia. Dilihat dari fungsinya yang bertujuan menjaga tata tertib, maka ketentuannya hanya berupa larangan dan keharusan. Tetapi apabila dilihat dari jenisnya maka dapat dibedakan adanya, yaitu: norma kesopanan, norma kesusilaan, dan norma hukum. Yan glebih sering dikenal dengan istilah “norma sosial”.
Dengan demikian psikologi hukum diartikan sebagai ilmu tentang jiwa manusia yang berkaitan dengan tingkah laku manusia, yang menimbulkan masalah berdasarkan hukum atau ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah hukum sebagai akibat dari tingkah laku seseorang.
Pengertian psikologi hukum juga diberikan oleh beberapa sarjana lainnya seperti: soerjono soekanto menyatakan bahwa yang dimkasud dengan psikologi hukum adalah ilmu pengetahuan yang menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia. Soedjono D juga mengungkapkan bahwa psikologi hukum adalah ilmu yang mendekati lembaga dan hubungan hukum dari segi perilaku manusia (behavioral sciences). Atau juga dikatakan bahwa psikologi hukum itu adalah hasil dari tuntutan dan proses pendekatan terhadap hukum dari ilmu pengetahuan sosial dan ilmu tentang tingkah laku manusia.
Sedangkan menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto bahwa psikologi hukum adalah ilmu tentang kenyataan, karena menyoroti hukum sebagai prikelakuan atau sikap tindak manusia. Dan dalam kenyataannya di masyarakat ada yang taat hukum dan ada yang tidka taat hukum.
OBYEK PSIKOLOGI HUKUM
Yang menjadi obyek dari psikologi hukum adalah prikelakuan atau sikap tindak manusia sebagai individu atau sikap tindak hukum yang merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, karena setiap prikelakuan ataupun sikap tindak manusia mempunyai landasan kejiwaan.
Oleh karena obyek dari psikologi itu adalah ilmu tentang prikelakuan (tingkah laku manusia) maka tidak cukup hanya melihat perikelakuannya yang nyata saja, tetapi perlu pula melihat perikelakuannya yan gtidak nyata. Seperti : berpikir, takut, marah, dendam, sirik, niat, sengaja dan lain sebagainya, yang dapat diketahui melalui metoda-metoda tertentu. demikian pula halnya dalam psikologi hukum bahwa prikelakuan mansuia yang berkaitan dengan hukum bisa terjadi pada perikelakuannya yang nyata dapat dilihat dari akibat perbuatannya, bisa pula terjadi pada prikelakuannya yang tidak nyata, dimana akibat dan perbuatannya itu masih tersembunyi dalam pikirannya.
Jadi yang menjadi obyek penelitian dari psikologi hukum adalah hubungan timbale balik antara factor-faktor tertentu dari hukum dengan beberapa aspek khusus dari kepribadian (tingkah laku manusia). Karen amempelajari hukum haruslah pula melihat penerapan dari hukum itu sendiri, bagaimana hukum itu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan apabilat erjadi masalah maka penyelesaiannya harus tepat, benar dan adil, dalam arti apakah seseorang itu bersalah atau tidak bersalah. Di samping itu hukum juga berhubungan erat dnegan unsure-unsur psikologis, sosiologis, politis, yuridis dan filosofis dari masyarakat diman ahukum itu diterapkan.
RUANG LINGKUP PSIKOLOGI HUKUM
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa psikologi hukum menyoroti hukum sebagai salah satu perwujudan daripada perkembangan jiwa manusia atau mempelajari sikap tindak hukum yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu dan juga landasan kejiwaan dari prikelakuan atau sikap t indak tersebut.
Oleh karena psikologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang masih sangat muda yang tumbuh karena tuntutan akan kehadiran psikologi dalam studi hukum, terutama dalam praktek penegakan hukum, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, tetapi perhatian terhadap cabang ilmu pengetahuan ini belum begitu memadai. Akibatnya belum ada kesepakatan yang mantap mengenai ruang lingkup bahasannya.
Kurangnya perhatian terhadap ilmu pengetahuan ini terbukti dari kurangnya tulisan-tulisana yang membahas tentang psikologi hukum. Seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa masalah-masalah yang ditinjau oleh psikologi hukum pada umumnya berkisar pada soal-soal:
1. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaidah hukum
2. Dasar-dasar kejiwaan, fungsi dan pola-pola penyelesaian terhadap pelanggaran kaidah hukum
3. Akibat-akibat dari pola-pola penyelesaian sengketa tertentu.
Sedangkan pada halaman berikutnya Soerjono Soekanto hanya membahas hal-hal yang mungkin berguna dalam kaitannya dengan ilmu hukum dan yang lazim ditonjolkan dalam karya-karya psikologi adalah menyangkut:
1. Kepribadian
2. Proses belajar
3. Kondisi-kondisi emosional manusia
4. Kelainan-kelainan
Soedjono D membuat ruang lingkup psikologi hukum menjadi antara lain:
a. Segi-segi psikologi tentang terbentuknya norma atau kaidah hukum
b. Kepatuhan atau ketaatan terhadap kaidah hukum
c. Prilaku menyimpang
d. Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan prilaku
e. Rangkuman
Ruang lingkup yang dicoba untuk dikembangkan di fakultas hukum unud antara lain:
1. Psikologi hukum secara umum
2. Aspek psikologis dalam pembentukan norma
3. Prilaku yang patuh (taat) pada hukum
4. Prilaku yang menyimpang/melanggar hukum
5. Pendekatan psikologis dalam praktek peradilan
6. Psikologis hukum dan hukum pidana (tim pengajar psikologi hukum : bahan ajar psikologi hukum : 2005).
b. SEJARAH LAHIRNYA PSIKOLOGI HUKUM
pembahasan sejarah lahirnya psikologi hukum tidak dapat dipisahkan dari sejarah lahirnya psikologi sebagai ilmu pengetahuan. Psikologi adalah ilmu yang sudah mulai berkembang sejak abad 17 dan 18 serta Nampak pesat kemajuannya pada abad ke 20. Pada awalnya ilmu ini adalah bagian dari filsafat sebagaimana halnya ilmu-ilmu yang lain seperti misalnya ilmu hukum tata Negara maupun ilmu ekonomi, namun kemudian memisahkan diri dan berdiri sebagai ilmu tersendiri.
Lebih lanjut dikatakan dalam buku tersebut bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber dari segala sesuatu. Dan semua hasil ciptaanNya menjadi obyek dan sasaran dari berbagai cabang ilmu pengetahuan. Yang lahir pertama kali adalah filsafat yang membahsa segala sesuatu dan kemudian dari padanya lahirnya berbagai cabang ilmu pengetahuan termasuk psikolgi maupun psikologi hukum. Ahli-ahli filsafat kuno seperti Socrates, Plato maupun Aristoteles, baik pikiran maupun penemuannya akan selalu dijumpai dalam semua ilmu-ilmu yang telah memisahkan diri dari filsafat. Hal yang sama juga akan dijumpai dalam psikologi serta cabang-cabang psikologi. Selain mendapat pengaruh dari filsafat, psikologi mapun cabang-cabangnya juga mendapat pengaruh dari ilmu alam. Dan dalam perkembangan selanjutnya psikologi melepaskan diri hingga menjadi satu ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan menjadi otonom.
Psikologi yang mempelajari “jiwa” dalam kenyataannya banyak mendapat kesulitan karena obyek penelitiannya adalah abstrak, yang tidak dapat diselidiki secara langsung seperti melihat benda misalnya meja atau daun, tetapi hanya melallui keaktifan-keaktifannya yang terlihat melalui manifestasi tingkah laku atau perbuatannya. Jiwa tidak dapat dilihat atua ditemukan bagaimana bentuk dan rupanya, darimana datangnya jiwa dan kemana kemudian jiwa itu pergi? Karena itulah banyak ahli yang mengatakan jiwa itu adalah suatu misteri (rahasia). Dan spekulasi yang terakhir menyebutkan bahwa jiwa itu adalah kekuatan listrik yang ada di “otak” manusia tetapi tetap belum menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.
Menurut Ki Hajar Dewantara bahwa menurut ilmu pengethauan positif, jiwa itu diartikan sebagai:
a. Kekuatan yang menyebabkan manusia itu hidup
b. Menyebabkan manusia itu dapat berpikir, berperasaan dan berkehendak (budi)
c. Menyebabkan orang mengerti atau insyaf akan segala gerak jiwanya.
FASE-FASE PADA TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOLOGI
Pada fase I : psikologi dipengaruhi oleh ajaran filsafat yang berlangsung sejak Zaman Yunani Kuno (400 SM -1800 M), pada zaman itu ada dua model psikologi:
1. Psikologi Platoo (427-347 SM). Ajarannya: Trichotomi: bahwa manusia itu memiliki:
a. Pikiran – di kepala
b. Kemauan – di dada
c. Keinginan – di perut
2. Psikologi Aristoteles (murid Plato) (384-322 SM). Ajarannya: DIchotomi: bahwa fungsi daripada jiwa manusia adalah:
a. Berpikir
b. Berkehendak
Berdasarkan kedua fungsi tersebut maka makhluk berjiwa di ala mini ada 3 (tiga) yaitu:
a. Tumbuh-tumbuhan – anima vegetativa
b. Binatang – anima sensitiva
c. Manusia – anima intelektiva
Dilihat dari kondisi kejiwaan yang demikian maka kemampuan dan pikiran antara tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia menjadi berbeda seperti:
- Tumbuh-tumbuhan – makan, minum, dan berkembang biak
- Binatang – makan, minum, berkembang biak dan berpindah tempat
- Manusia – makan, minum, berpindah tempat, berpikir/berperasaan, berkemauan, berbudaya, punya rasio, kecerdasan (akal, budi, budaya).
Pada fase II: psikologi dipengaruhi oelh ilmu alam yang berlangsung samapi sebelum abad ke 20, karena psikologi berangsur-angsur melepaskan diri dari filsafat. Pengaruh itu tampak baik secara langsung maupun tidak langsung, baik metoda penyelidikannya maupun materi pandangannya.
Hal itu terbukti dari munculnya beberapa cabang psikologi seperti:
a. Psikologi asosiasi
b. Psikologi unsure / element
c. Psikologi fisiologi
Pada fase III: inilah psikologi mulai berdiri sendiri terlepas dari baik filsafat maupun ilmu alam. Hal in iterjadi berkat usaha dari “WILHEM WUNDT” (1832-1920 M), yang mendirikan laboratorium psikologi tahun 1875 yang disahkan oleh Universitas Leipzig 1886 dengan ajarannya :”PSIKOLOGI EXPERIMENTAL” sehingga beliau dijuluki “BAPAK PSIKOLOGI” sejak abad ke XIX bukan hanya bersifat mengenai gejala-gejala kejiwaan tetapi jiga menelitinya secara umum dengan menggunakan metoda ilmiah yang seobyektif mungkin.
Psikologi sebagai ilmu yang telah berdiri sendiri sejak tahun 1879 yang merupakan induk dari psikologi hukum mengalami perkembangan yang sangat pesat, tidak hanya untuk perkembangan ilmu psikologi saja, tetapi juga diharapkan bermanfaat lebih intensif bagi kehidupan manusia yang akhirnya melahirkan pengkhususan-pengkhususan yang berupa cabang-cabang dari psikologi.
Setelah memasuki abad ke XIX, Wilhelm Wundt (1875) dan juga ahli-ahli psikkologi lainnya seperti Cattel, Hugo Munsterberg dan Kraeplin menegaskan bahwa jiwa manusia itu merupakan satu kesatuan jiwa raga yang berkegiatan sebagai keseluruhan. Mereka menegaskan bahwa apabila mengamati sesuatu, tidak hanya melihat dengan mata saja tetapi juga dengan seluruh minat dan perhatian yang dicurahkan kepada obyek yang diamati di samping sangat dipengaruhi oleh niat dan kebutuhan pada waktu itu serta pengalaman-pengalaman masa lalu khususnya dalam memberikan penafsiran. Jadi psikologi modern menegaskan bahwa kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari-hari merupakan kegiatan seluruh jiwa raganya dan buh=kan hanya kegiatan lat-alat tubuh saja atau kegiatan jiwa satu demi satu terlepas dari yang lainnya. Contohnya: seorang mahasiswa yang melihat pengumuman hasil ujian akan tampak dari gerak-geriknya atau tingkah lakunya yang menunjukkan kegembiraan atau kekecewaan.
Sehubungan dengan lahirnya cabang-cabang dari psikologi ini bila dilihat dari sudut tinjauannya terdapat banyak sistimatika psikologi. Ada beberapa pendapat sarjana yang kemudian akan menentukan letak dari psikologi hukum dari cabang-cabang psikologi tersebut, antara lalin:
1. Soedjono D, membagi ilmu psikologi dilihat dari luasnya obyek menjadi:
a. Psikologi umum, yaitu psikologi yang mempelajari dan menyelidiki kegiatan psikis manusia pada umumnya, mencari dalil-dalil yang bersifat umum dari kegiatan psikis yang kemudian menjadi teori-teori psikologi.
b. Psikologi khusus, yaitu psikologi yang mempelajari dan menyelidiki segi-segi kekhusussannya dari aktivitas psikis yang kemudian melahirkan:
Psikologi perkembangan
a. Psikologi sosial
b. Psikologi pendidikan
c. Psikologi kepribadian
d. Psikologi criminal
e. Psikologi perusahaan, dll
Psikologi khusus adalah psikologi yang memberi penekanan pada bidang aliran atau obyek tertentu sehingga dapat dikatakan bahwa psikologi hukum yang obyeknya hukum yang berkaitan dengan prilaku adalah merupakan cabang dari psikologi khusus.
2. Soerjono Soekanto, membagi ilmu psikologi menjadi:
a. Psikologi umum meliputi:
- psikologi antar disiplin
- psikologi perkembangan
b. psikologi terapan meliputi:
- psikologi klinis
- psikologi industry
- psikologi pendidikan
- psikologi penegakan hukum, dst.
3. Titchener membedakan psikologi sebagai ilmu dengan psikologi sebagai teknologi atau antara:
a. Psikologi murni (pure psychology)
b. Psikologi terapan (applied psychology)
Menurut Beliau, ahli psikologi yang bijaksana akan selalu berusaha menerapkan atau menggunakna psikologi terapan untuk mambahas masalah-masalah dalam bidang hukum, oleh karena hukum adalah masalah kehidupan. Jadi menurut Titchener psikologi hukum adalah termasuk bidang psikologi terapan.
4. Apabila dilihat dari sistimatika perkembangannya, secara pokok psikologi dapat pula dibagi dua yaitu:
a. Psikologi lama, karena kena pengaruh ilmu filsafat dan ilmu pengetahuan alam.
b. Psikologi baru/modern yaitu psikologi yang sudah berdiri sendiri (otonomi).
Tetapi sebenarnya belum dapat dinyatakan secara pasti sejak kapan dapat dikatakan tumbuhnya psikologi hukum karena penyelidikan untuk itu belum ada. Hanya saja dapat diperkirakan psikologi lahir apda awal abad ke 20 atau pada akhir abad ke 19, karen abuku-buku atau tulisan-tulisan tentang psikologi hukum sangat jarang ditemukan.
c. PSIKOLOGI DAN ILMU HUKUM
oleh karena hendak mengkaitkan psikologi dnegan hukum dalam arti kaedah, atau noema maka sebenarnya psikologi merupakan karakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri. ilmu mengenai jiwa dan ilmu hukum merupakan dua ilmu yang berdampingan.
Menurut Agus Broto Susilo yang dikutip dari Suasthawa I Made, bahwa hukum itu dibentuk oelh jiwa manusia. Baik itu putusan pengadilan maupun perundang-undangan merupakan hasil jiwa manusia. Suaut peraturan tertulis yang berbentuk perundang-undangan misalnya, mungkin hanya timbul kesan yang sangat abstrak, bahwa hukum itu merupakan hasil proses kejiwaan manusia, sifatnya yang pribadi hanya tampak sedikit, oleh karena tidak diketahui siapa pembentuk hukum tertulis tersebut. Disamping itu ada kemungkinan landasan mental pembentuk hukum tertulis itu tidak diketahui.
Demikian pula menurut Satjipto Rahardjo yang mengkaitkan antara psikologi dengan hukum, bahwa salah satu segi yang menonjol pada hukum terutama sekali pada hukum modern adalah penggunaan hukum secara sadar sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian sadar atau tidak, hukum telah memasuki bidang yang menggarap tingkah laku manusia. Artinya hukum telah memasuki bidang psikologi, khususnya psikologi sosial. Selanjutnya dengan mengambil pendapat dari Leon Petrazycki, Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa fenomena-fenomena hukum itu terdiri dari proses-proses psikis yang unik, yang dapat dilihat dnegan mempergunakan metoda introspeksi. Contohnya hukum pidana merupakan bidang hukum yang cukup sering berurusan dengan psikologi, yang menyatakan bahwa dengan pidana diharapakan kejahatan bisa dicegah, merupakan salah satu contoh yang jelas mengenai hubungan antara hukum dengan psikologi.
Sejalan dengan pendapat di atas yang menyatakan bahwa hukum sebagai alat atau instrument, Soedjono D menyatakan bahwa: Peranan hukum sebagai fenomena sosial akan mewujudkan ketertiban, keadilan dan menuju kea rah tujuan hidup bersama yaitu kesejahteraan adalah merupakan norma yang amat menonjol, karena penekanannya melalui ancaman dan paksaan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh masyarakat, mengandung daya psikologis di dalam kehidupna sosial. Jadi wajarlah apabila perkaitan antara psikologi dan ilmu hukum semakin intim dan melahirkan psikologi hukum. Akan tampak lebih gambling bahwa dalam kaidah kaidah hukum yan gmemiliki unsure memaksan dan mengatur tercermin tujuan yang dikehendaki oleh hukum yaitu prikelakuan manusia yang hidup bergaul bersama. Dan prikelakuan manusia tidak dapat terlepas dari kejiwaan merupakan factor psikologis di dalam hukum. Studi hukum yang mampu membaca prikelakuan manusia yang berhubungan dnegan hukum membutuhkan psokologi dan pada akhirnya adalah merupakan lingkup studi psikologi hukum.
Sedangkan menurut Suasthawa I Made, hubungan antara psikologi dnegan hukum akan terlihat nyata sebab:
1. Psikologi merupakan suatu ilmu mengenai kesadaran dan cakap tindak
2. Obyek ilmu hukum adalah pengaturan kesadaran dan sikap tindak.
Jadi dengan demikian antara sikap tindak dengan patokan berprilaku baik yang telah ditetapkan oleh penguasa maupun masyarakat serasi.
Korelasi antara psikologi dengan hukum dapat pula digambarkan dengan dasar-dasar ilmu jiwa umum. Karen adengan dasar-dasar ilmu jiwa umum dapat dipahami mengenai individu yang dihadapakan dnegan lingkungan pergaulannya (lingkungan/interaksi sosial), menampilkan prilakunya yang dipengaruhi oleh timbale balik antara lingkungan dan factor kondisionalnya (kelengkapan kemampuan danstruktur kepribadian). Atas korelasi tersebut penampilan prilaku dapat berupa bagan di bawah ini.
PENGARUH-PENGARUH ATAS PERWUJUDAN PRILAKU MANUSIA













Untuk menilai tindakan manusia yang berkenaan dnegan hukum, apakah tindakan tersebut sesuai dnegan hukum atau bertentangan dnegan hukum tau kurang lengkap kiranya kalau tidak didasarkan pada perkembangan kejiwaan dari manusia itu sendiri selama hidupnya yang ditampakkan melalui tingkah lakunya.
Atau dapat pul adikatakan bahwa antara psikologi dan hukum adalah ilmu yang saling berhubungan satu sama lain, sebab:
1. Psikologi merupakan ilmu mengenai “kesadaran” (sesuatu yang berkaitan dengan jiwa) dan “prilaku” (sebagai wujud nyata dari jiwa).
2. Sedangkan hukum adalah mengatur kesadaran dan prilaku karena kadang-kadang pula secara sadar atau tidak ditaati, kadang-kadang secara sadar atau tidak dipatuhi dan kadang-kadang pula secara sadar atau tidak hukum itu dilanggar.
d. METODA PENELITIAN DALAM PSIKOLOGI HUKUM
metoda adalah suatu hal yang penting dalam ilmu pengetahuan, karena tanpa adanya metoda yang teratura dan tertentu maka penelitian atau pembahasan akan kurang dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmu pengetahuan. Justru keilmiahan hasil suatu penelitian atau pembahasan adalah terletak pada metodanya. Sebagai cabang dari ilmu psikologi maka psikologi hukum masih tetap mempergunakan metoda-metoda penelitian yang dipakai oleh ilmu psikologi pada umumnya.
Oleh karena obyek yang menjadi sasaran psikologi sangat luas yaitu mencakup prikelakuan yang tampak dan yagn tidak tampak, sadar atau bawah sadar serta pengaruh-pengaruh terhadap prilaku, mak auntuk menelitinya ada berbagai jenis metoda yang dapat digunakan untuk memahaminya. Adapun metoda-metoda tersebut antara lain:
1. Dalam buku Soedjono D (1983;15-29), menyebutkan beberapa macam metoda, lengkap dengan kelemahannya seperti:
a. Metoda introspeksi.
Introspeksi artinya melihat ke dalam (into= ke dalam dan speksi dari spektare=melihat). Atau dapat diartikan deg=ngan mawas diir. Yaitu metoda penyelidikan dimana si penyelidik melihat peristiwa-peristiwa kejiwaan ke dalam dirinya sendiri dengan penuh kesadaran dan secaa sistematis menurut norma-norma penyelidikan ilmiah.
Kelemahannya:
Oleh karena obyek sasaran dalam metoda ii adalah dirinya sendiri, maka hasilnya akan menjadi bersifat subyektif, karena orang sering tidak jujur dalam menilai dirinya sendiri, apalagi mengenai hal-hal yang tidak baik. Sehingga sulit untuk mendapatkan hasil yang obyektif sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan. Tetapi walaupun demikian metoda introspeksi ini merupakan metoda yang khas yang hanya terdapat pada manusia. Karena hanya manusialah yang mampu melihat apa yang terjadi dalam dirinya, dan hanya manusialah yang mampu introspeksi dirinya. Demikian pula metode ini merupakan metoda yang khas yang hanya ada dalam lapangan psikologi.
Sedangkan menurut Wundt, istilah introspeksi kurang tepat dan yang lebih tepat adalah metoda retrospeksi (retro=kembali dan spektare=melihat), jadi maksudnya adalah penyelidikan dnegan cara melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang telah terjadi dalam dirinya sendiri. sebab sebenarnya yang diselidiki itu adalah apa yang telah terjadi, bukan pada apa yang sedang terjadi di dalam dirinya. Karen aorang tidak akan dapat melihat ke dalam dirinya sendiri sewaktu orang dalam masih dalam keadaan marah, sedih atau susah tetapi orang baru akan dapat melihat ke dalam dirinya setelah peristiwa itu terjadi. Walaupun metoda introspeksi ada kelemahannya, tetapi metoda ini sangat besar artinya bagi psikologi. Karen abanyak peristiwa-peristiwa kejiwaan dapat dimengerti yang mendasarkan atas keadaan dirinya sendiri dan juga banyak hal yang dapat dicapai dnegan metoda introspeksi ini, diperlukan metoda yang lain untuk mengurangi kelemahannya tersebut yaitu menggabungkan metoda introspeksi dengan metoda eksperimen yang lebih dikenal dnegan metoda intraspeksi eksperimental.
b. Metoda introspeksi eksperimental
Metoda ini adalah merupkan penggabungan antara metoda introspeksi dengan metoda eksperimen, yang tujuannya adalah untuk mengurangi subyektifitas dari hasil metoda introspeksi. Pada metode introspeksi yang murni, diselidiki hanya yang menjadi sasaran. Sedangkan pada metoda introspeksi eksperimental, sasarannya banyak yaitu orang-orang yang dieksperimentir sehingga dnegan luas atau banyaknya subyek penyelidikan maka hasilnya kana lebih bersifat obyektif. Metoda ini diciptakan oleh “Kulpe”, murid dari Wilhelm Wundt.
Contohnya: misalnya ingin mendapatkan hasil pemecahan suatu problema-problema solving dalam satu kelas. Kalau menurut metoda introspeksi murni maka yagn dipilih hanya seoran gsisiwa, tentang apa yang terjadi dalam dirinya pada waktu ia memecahkan problema tersebut dan hasil itulah yang menjadi ukuran segala-galanya. Dan kesimpulan yang diambil adalah kesimpulan yang hanya berdasarkan atas dirinya sendiri. sedangkan dalam metoda introspeksi eksperimental yang menjadi sasaran adalah semua siswa dalam kelas, dan masing-masing melaporkan apa yang terjadi dalam dirinya pada waktu masing-masing memecahkan problema tersebut dan kemudian barulah diambil kesimpulan dari semua jawaban siswa dalam kelas tersebut, sehingga hasilnya lebih obyektif.
c. Metoda extrospeksi
Extrospeksi artinya melihat keluar. Extro= ke luar, speksi dari spektare = melihat. Metoda ini juga dimaksudkan untuk mengatasi kesukaran-kesukaran atau kelemahan-kelemahan yang
MATERI PERKULIAHAN PSIKOLOGI HUKUM
 Pengertian Psikologi Hukum
 Aspek psikologi dalam pembentukan norma
 Perilaku patuh/taat hukum
 Perilaku menyimpang / abnormal
 Pendekatan psikologi dalam praktek
PENGERTIAN PSIKOLOGI HUKUM
 Ilmu hukum mencakup ilmu tentang kaedah, ilmu pengetahuan, dan ilmu tentang kenyataan.
 Psikologi hukum merupakan hukum dalam kenyataan.
 Psikologi hukum mempelajari perwujudan dari jiwa manusia yang berkaitan dengan sikap dan perilakunya.
STUDI PSIKOLOGI HUKUM
 Studi Psikologi hukum: studi mengenai aspek psikologi dari perilaku hukum, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
 Psikologi hukum mempelajari motif-motif, tanggapan-tanggapan, reaksi-reaksi dari psikis manusia, pengalaman dalam berkomunikasi dengan Yang Supernatural yang sangat mengasikkan dan sangat dirindukan.
Psikologi hukum menyelidiki sebab-sebab dan ciri psikologi sikap manusia dan fenomena yang muncul yang menyertai sikap dan pengalaman tersebut.
 NORMA/KAEDAH HUKUM
 Norma selalu ada dalam pergaulan hidup manusia bermasyarakat.
 Norma merupakan pedoman untuk bersikap dan berperilaku yang berupa perintah, anjuran, dan larangan.
 Tujuan norma untuk mewujudkan kedamaian dan ketertiban masyarakat.
MASALAH PENELITIAN PSIKOLOGI HUKUM
 Masalah yang ditinjau dalam penelitian psikologi hukum, yaitu:
1. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaedah hukum;
2. Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi dari pola-pola penyelesaian pelanggaran terhadap kaedah hukum;
3. Akibat dari pola penyelesaian sengketa tertentu.
POKOK BAHASAN PSIKOLOGI HUKUM
 Law
 The theory of law
 Deviant behavior
 The behavior of contol social
LAW
 Hukum sebagai suatu kontrol sosial
 Hukum sebagai norma kehidupan pada suatu negara dan masyarakat meliputi:
 Legislation (legislasi/pelembagaan)
 Litigation (litigasi/proses pengadilan)
 Adjudication (keputusan pengadilan)
THE THEORY OF LAW
 Teori hukum mengandung suatu preposisi yang dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku hukum.
 Teori Psikologi digunakan oleh penegak hukum polisi misalnya pada saat menahan seseorang, sebagai dasar pertimbangan untuk menjelaskan perilaku hukum.
 Teori hukum berkaitan dengan masyarakat, yang berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial dan penyeimbang.
DEVIANT BEHAVIOR
 Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang menjadi sasaran bagi kontrol sosial.
 Teori hukum mengulas perilaku menyimpang dg prinsip yang mengacu pada hukum
 Teori perilaku berupaya menjelaskan tentang motivasi dibalik perilaku menyimpang, berupa penemuan makna.
 Kedua teori itu menumbuhkan kondisi dialektikal, yang mampu menciptakan suatu sinergi yang saling melengkapi.
THE BEHAVIOR OF SOCIAL CONTROL
 Perilaku kontrol sosial merupakan salah satu aspek dari Theory Control Social.
 Perilaku kontrol sosial berkenaan dengan etika dalam berbagai jenis
STRATIFICATION
 Stratifikasi merupakan salah satu aspek vertikal dari kehidupan sosial.
 Stratifikasi merupakan ketidak samaan distribusi dari kondisi material, termasuk kekayaan.
 Aspek stratifikasi:
 Besarnya perbedaan tingkat kekayaan
 Derajat kekayaan didistribusikan ke berbagai tempat
Perbedaan dari mekanisme distribusi
 HUKUM DAN STRATIFIKASI
 Kaitan hukum dan stratifikasi:
• Stratifikasi dpt menerangkan perilaku hukum;
• Stratifikasi dpt menerangkan posisi hukum dalam ruang vertikal, apakah lebih tinggi atau lebih rendah;
• Stratifikasi dpt menerangkan arah hukum, apakah menuju ke atas atau ke bawah.
Hukum bervariasi secara langsung dg stratifikasi. Semakin kompleks stratifikasi suatu masyarakat, semakin kompleks pula hukum yang dimilikinya.
VERTICAL LOCATION
 Jika orang-orang memiliki ketidaksamaan distribusi stratifikasi (kekayaan), maka masing-masing orang/kelompok lebih tinggi atau lebih rendah dlm hubungannya dg yang lain.
 Jika orang/kelompok terstratifikasi dalam lokasi pada strata atas atau bawah, maka dapat menjelaskan posisi hukum melalui lokasi vertikalnya.
 Orang yg stratanya rendah akan memiliki akses hukum yang rendah pula. Semakin tinggi strata seseorang maka semakin banyak akses hukum yang dimilikinya.
 Total kekayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat atau komunitas akan meramalkan akses hukum yang dimilikinya.
 Orang miskin yang melakukan kejahatan, maka kurang serius dibandingkan dilakukan oleh orang kaya
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JIWA MANUSIA
 Proses pematangan
 Proses belajar
 Pembawaan
PERILAKU MANUSIA
 Sama dengan rekan-rekannya
 Mempunyai perilaku yang khas
FUNGSI PSIKOLOGI HUKUM
 Mengungkap latar belakang perilaku hukum
 Memahami
 Mengendalikan
 Prediksi perilaku hukum
PERILAKU NORMAL DAN ABNORMAL
 Perilaku normal adalah sikap yang sesuai dengan kaedah-kaedah atau nilai-nilai yang hidup dalam masyarakjat
 Perilaku normal secara yuridis adalah perilaku yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan keserasiaan melalui ketertiban dan ketenteraman
 Perilaku abnormal adalah ketidak mampuan menyesuaian diri dengan kaedah-kaedah dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
KAJIAN PSIKOLOGI HUKUM
 Meneliti faktor-faktor yang mendorong manusia taat atau patuh kepada norma hukum
 Faktor-faktor yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma hukum
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG BERPERILAKU SESUAI DENGAN
NORMA HUKUM
 Manusia mempunyai hasrat yang kuat untuk hidup teratur dan konsisten
 Sebagai makluk sosial terpengaruh oleh kelompoknya:
 Karena kelebihan pengetahuan dan kemampuan
 Karena sifat dan sikap yang dijadikan pedoman
 Karena kekuasaan resmi dan sah.
PSIKOLOGI DALAM PENEGAKAN HUKUM
 KONDISI YANG BAIK:
 Nilai-nilai yang serasi
 Kaedah-kaedah yang menjadi pedoman hidup.
 Perilaku untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian.
 KONDISI YANG TIDAK BAIK:
 Nilai-nilai yang tidak serasi
 Kaedah-kaedah simpang siur
 Perilaku tidak terarah, sehingga mengganggu kedamaiam.
KASUS PSIKOLOGI HUKUM
 Subyeknya: para pelaku
 Obyeknya: duduk masalahnya
 Upaya penyelesaiannya:
 Litigasi
 Non Litigasi

1 komentar: