Selasa, 21 Juni 2011

HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyerahan merupakancara memperoleh hak milik yang penting dan yang paling sering terjadi dalam masyarakat. Penyerahan ini merupakan lembaga hukum yang hanya dikenal khusus dalam system hukum perdata. Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan itu adalah : “penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu”. Dalam sistem hukum perdata lain tidak mengenal lembaga penyerahan ini. Menurut sistem Hukum Perdata juga, dalam perjanjian jual-beli harus diikuti dengan penyerahan, supaya terjadi perpindahan hak. Macam-macam cara penyerahan dari benda itu dibedakan sesuai dengan sifat benda itu, yaitu : benda bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak masih dibedakan atas : benda bergerak yang berwujud dan benda bergerak yang tidak berwujud.
Penyerahan dari benda bergerak yang berwujud, caranya diatur menurut ketentuan dari pasal 612 KUHPerdata : dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering) atau penyerahan dari tangan ke tangan. Akan tetapi, ada kalanya penyerahan benda bergerak yang berwujud itu dilakukan dengan cara menyerahkan kunci dari tempat/gedung dimana benda tadi disimpan, misalnya akan menyerahkan gula/beras satu gudang dengan cara menyerahkan kunci dari gudang itu, dimana barang-barang tadi disimpan. Penyerahan dari benda bergerak yang tidak berwujud ini dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Penyerahan dari surat piutang aan toonder, diatur dalam pasal 1613 ayat 3 KUHPerdata dilakukan dengan penyerahan nyata. Ini kita lakukan sehari-hari, misalnya jika kita membayar dengan uang kertas.
b. Penyerahan dari piutang op naam (atas nama) disebut dalam pasal 613 ayat 1 KUHPerdata, dilakukan dengan cessie, yaitu dengan cara membuat akta autentik ataupun onderhands. Dalam mana dinyatakan bahwa piutang itu telah dipindahkan kepada seseorang.
c. Penyerahan dari piutang aan order ini diatur dalam pasal 613 ayat 3 KUHPerdata, dilakukan dengan penyerahan surat itu dan disertai dengan endossemen. Endossemen adalah menuliskan di balik dari surat piutang itu yang menyatakan kepada siapa piutang tersebut dipindahkan, penyerahan daripada benda yang tidak bergerak.
Dalam tulisan ini, kita akan lebih fokus untuk membahas mengenai cessie.
Penyerahan hak-hak piutang atas nama, khususnya untuk benda bergerak dilakukan dengan Cessie. Cessie merupakan penggantian orang berpiutang lama (disebut: Cedent), dengan seseorang berpiutang baru (Cessionaris). Misalnya, A berpiutang pada B, tetapi A menyerahkan piutang itu kepada C, sehingga C-lah yang berhak atas piutang yang ada pada B.
Menurut pasal 613 KUH Perdata, penyerahan itu harus dilakukan dengan akta autentik atau di bawah tangan. Penyerahan secara lisan tidak sah. Ada dua persyaratan yang harus dipenuhi supaya Cessie itu mempunyai kekuatan atau daya berlaku terhadap debitur. Pemindahan piutang dengan cessie itu biasa terjadi karena adanya jual-beli. Selanjutnya, cessie ini agak mirip sifatnya dengan pand piutang atas nama, dimana kedua-duanya dilakukan dengan akte dan harus ada pemberitahuan, tetapi toh ada bedanya. Dalam hal ini cessie perbuatan hukum itu sudah selesai dengan dibuatnya akte tersebut. Pemberitahuan itu hanya diperlakukan supaya debitur itu mengetahuinya dan kemudian terikat oleh adanya cessie itu. Sedang, dalam hal gadai perbuatan hukum itu selesai setelah adanya pemberitahuan, dengan dibuatnya akte saja perbuatan hukum belum selesai. Pembedaan tersebut diatas penting artinya dalam hal ada kepailitan.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana keberadaan akta cessie sebagai pengikatan jaminan kredit?
1.2.2 Apakah saja syarat-syarat cessie?


1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui keberadaan akta cessie sebagai pengikatan jaminan kredit.
1.3.2 Untuk mengetahui syarat-syarat cessie.

1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Dapat membantu mahasiswa dalam memahami keberadaan akta cessie sebagai pengikatan jaminan kredit.
1.4.2 Dapat membantu mahasiswa dalam mengatahui apa saja syarat-syarat cessie.





BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Keberadaan Akta Cessie Sebagai Pengikatan Jaminan Kredit
Dalam praktek selama ini, terdapat beberapa cara untuk mengikat jaminan kredit. Pengikatan agunan kredit dapat dilakukan dengan hak tanggungan, gadai, hipotik, cessie dan fidusia. Pengikatan agunan tersebut dilakukan secara notariil maupun bawah tangan. Perikatan bawah tangan seperti cessie banyak digunakan oleh Bank BPD kaltim untuk mengikat kontrak kerja para debitur yang dipergunakan untuk menambah jaminan kredit, selain jaminan lainnya. Namun cessie tidak bisa diikat secara notariil, lalu amankan cessie sebagai perikatan jaminan bagi bank dipandang dari segi hukum. Pengertian akta di bawah tangan adalah sebuah akta yang dibuat antara pihak-pihak dimana pembuatanya tidak di hadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh undang-undang (notaris, PPAT dll). Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai pembuktian sempurna. Sebaliknya, akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di depan pejabat yang ditunjuk oleh Undang-Undang dan memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Untuk akta yang dilakukan di bawah tangan biasanya harus diotentikan ulang oleh para pihak jika hendak dijadikan alat bukti sah, misalnya di pengadilan.
Cessie merupakan lembaga jaminan tetapi merupakan lembaga pengalihan piutang atas nama sebagaimana diatur dalam pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPer: Cessie adalah pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang yang berpiutang (kreditur) kepada orang lain, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan, yang selanjutnya diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si berutang (debitur). Penggunaan cessie telah tergantikan dengan adanya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Cessie diambil dari bahasa perancis, sessi, yang memiliki arti penyerahan hak. Pihak yang menyerahkan dinamakan cedent atau pemberi sessi dan pihak yang menerima penyerahan dinamakan cessionaris atau penerima sessi. Sehingga, cessie memiliki pengertian “pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang yang berpiutang (kreditur) kepada orang lain, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan, yang selanjutnya diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si berutang (debitur)”. Cessie diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Akta cessie bukanlah bentuk jaminan yang diatur secara hukum melalui peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, kreditur yang memegang jaminan yang diperoleh berdasarkan akta cessie ini tidak memiliki hak untuk diutamakan (privilege) dari kreditur lain dalam hal si berhutang jatuh pailit. Dalam hal ini, hak atas stok barang akan terbagi bersama-sama kreditur lainnya dari si berhutang yang pailit tersebut. Dengan demikian, jaminan ini cukup beresiko tinggi dari sudut hukum. Sebagai catatan, akta cessie untuk tujuan pemberian jaminan tersebut tidak lagi digunakan sejak diberlakukannya Undang-undang tentang jaminan fidusia. Dengan undang-undang ini, pemberian hak atas kebendaan (dalam hal ini benda bergerak, baik bertubuh maupun tak bertubuh) menjadi dimungkinkan. Dan resikonyapun lebih rendah dari sudut hukum karena kreditur pemegang jaminan fidusia memiliki hak keutamaan (privilege) atas barang yang dijaminkan tersebut terhadap kreditur lainnya. Privilege termasuk jenis piutang yang diberikan keistimewan atau piutang yang lebih didahulukan (bevoorrechte shcedulden) dalam hal ada pelelangan (executie) dari harta kekayaan debitur dan dalam hal terjadi kepailitan. Hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang menurut ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata timbul dari hak istimewa (privilege). Fidusia ini merupakan suatu jaminan yang didasarkan pada adanya perjanjian pokok. Jadi merupakan ikutan dari suatu perjanjian pokok tertentu misalnya perjanjian kredit/hutang piutang yang jaminannya adalah barang bergerak. Selanjutnya dibuatkan suatu akta Fidusia secara notaril dan akta tersebut di daftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dimana pemilik objek benda yang di fidusiakan tersebut bertempat tinggal . Misalnya di Kantor Wilayah Pendaftaran Fidusia Jakarta Pusat apabila benda yang bersangkutan/pemilik benda tersebut berada di wilayah Jakarta Pusat. Dalam konteks perjanjian hutang piutang, baik untuk tujuan perdagangan maupun pinjaman (kredit), biasanya pengalihan hak kebendaan (tak bertubuh) tersebut dilakukan untuk tujuan pemberian jaminan atas pelunasan hutang. Dalam konteks ini, isi akta cessie yang bersangkutan sedikit berbeda dengan isi akta cessie biasa. Akta cessie yang bersifat khusus ini dibuat dengan pengaturan adanya syarat batal. Artinya, akta cessie akan berakhir dengan lunasnya hutang/pinjaman si berhutang. Sementara akta cessie biasa dibuat untuk tujuan pengalihan secara jual putus (outright) tanpa adanya syarat batal. Akta cessie yang bersifat khusus tersebut dilaksanakan dalam praktik sebagai respon dari tidak adanya bentuk hukum pemberian jaminan tertentu yang memungkinan si pemberi jaminan untuk tetap menggunakan barang jaminan yang diberikan sebagai jaminan. Sebagai contoh, apabila stok barang dagangan diberikan oleh si berhutang kepada krediturnya sebagai jaminan, maka tentu si berhutang tidak dapat menggunakan stok barang tersebut. Sementara stok barang tersebut sangat penting bagi si berhutang untuk kelangsungan usahanya, tanpanya tentu usahanya tidak dapat berjalan. Untuk itu, diciptakanlah skema pengalihan hak si berhutang atas barang dagangan tersebut kepada kreditur. Sementara itu stok barang tersebut tetap berada pada si berhutang. Perlu dicatat bahwa yang dialihkan hanyalah "hak atas barang dagangan", sementara penguasaan (hak untuk menggunakan stok barang tersebut) tetap ada pada si berhutang. Untuk menjamin bahwa nilai stok barang yang dijaminkan senantiasa dalam jumlah yang sama, dalam akta cessie disebutkan bahwa yang dijaminkan adalah hak atas stok barang yang "dari waktu ke waktu" merupakan milik si berhutang. Untuk tujuan pengawasan oleh kreditur, si berhutang wajib senantiasa menunjukkan daftar stok barang miliknya agar kreditur dapat memastikan bahwa jumlah minimal yang dijaminkan selalu sama guna meng-cover jumlah 'hak atas stok barang' tersebut yang dijaminkan kepada kreditur.

2.2 Syarat-Syarat Cessie
Dalam hukum Perdata dikenal dengan lembaga Penyerahan hak-hak piutang atas nama, dan khusus untuk benda bergerak dilakukan dengan cessie. Lembaga pengalihan piutang atas nama atau cessie sendiri merupakan suatu penggantian orang berpiutang lama (cedent), dengan seseorang yang berpiutang baru (cessionaris). Dalam Pasal 613 ayat (1) dan ayat (2) KUHPerdata disebutkan, cessie adalah pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang yang berpiutang (kreditor) kepada orang lain, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta dibawah tangan, yang selanjutnya diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si berutang (debitor). Dalam praktek perbankan sendiri, cessie terkadang dijadikan sebagai tambahan jaminan selain jaminan pokok berupa proyek dan jaminan kebendaan lainnya.
Perlu perjelas kembali bahwa cessie merupakan lembaga pengalihan piutang atas nama, dan bukan merupakan lembaga jaminan. Oleh karenanya, dengan terjadinya pengalihan piutang atas nama tersebut, maka orang yang menerima pengalihan, menjadi kreditor baru, sedangkan debitornya tetap. Untuk memanfaatkan pengalihan piutang atas nama atau cessie sebagai jaminan, maka perlu dituangkan dalam bentuk akta otentik atau akta dibawah tangan yang ditandatangani oleh kreditor baru sebagai penerima piutang dan kreditor lama sebagai penyerah piutang.
Disisi lain sebagai suatu jaminan, maka cessie bersifat accesoir, yang berarti keberadaannya tergantung dari perjanjian kredit. Jika perjanjian kredit berakhir maka cessie harus terhapus juga. Pemegang cessie tidak memiliki hak preferent atau didahulukan pelunasannya.
Adapun syarat sahnya cessie adalah sebagai berikut :
• Cessie dibuat dengan akta otentik atau akta di bawah tangan;
• Pihak yang memiliki utang harus mengetahui (melalui pemberitahuan secara tertulis dari yang berpiutang) dan menyetujui serta mengakui penyerahan piutang tersebut kepada pihak lain;
• Penyerahan piutang karena surat bawa harus dilakukan dengan surat tersebut, sedangkan penyerahan piutang karena surat tunjuk harus dilakukan dengan penyerahan surat tersebut yang disertai dengan endosemen.
Dan terhadap penjelasan tersebut diatas yang terpenting harus diperhatikan adalah, bahwa dalam pengalihan piutang atas nama atau cessie hanya memiliki kekuatan dan daya berlaku terhadap debitur apabila terdapat pemberitahuan penyerahan secara nyata dari cedent (piutang lama) kepada debitor atau apabila terdapat pengakuan dari debitor secara tertulis. Namun, bilamana pemberitahuan tersebut tidak dilakukan, debitor dapat melakukan pembayaran terhadap cedent.\








BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Cessie merupakan lembaga jaminan tetapi merupakan lembaga pengalihan piutang atas nama sebagaimana diatur dalam pasal 613 ayat (1) dan (2) KUHPer: Cessie adalah pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang yang berpiutang (kreditur) kepada orang lain, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan, yang selanjutnya diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si berutang (debitur). Penggunaan cessie telah tergantikan dengan adanya Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
3.1.2 Syarat sahnya cessie adalah sebagai berikut :
• Cessie dibuat dengan akta otentik atau akta di bawah tangan;
• Pihak yang memiliki utang harus mengetahui (melalui pemberitahuan secara tertulis dari yang berpiutang) dan menyetujui serta mengakui penyerahan piutang tersebut kepada pihak lain;
• Penyerahan piutang karena surat bawa harus dilakukan dengan surat tersebut, sedangkan penyerahan piutang karena surat tunjuk harus dilakukan dengan penyerahan surat tersebut yang disertai dengan endosemen.

3.2 Saran
3.2.1 Agar pemindahan atau pengalihan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak bertubuh lainnya, dari seorang yang berpiutang (kreditur) kepada orang lain, yang dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan, yang selanjutnya diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si berutang (debitur).
3.2.2 Agar pemindahan atau pengalihan piutang dengan cara cessie mengikuti syarat-syarat sahnya cessie yang telah ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar