Selasa, 21 Juni 2011

filsafat hukum

1. Hukum dalam kerangka filsafat
Filsafat, asal katanya:
Bahasa Yunani: Philia berarti cinta dan Sophia berarti kebajikan. Kamus bahasa Indonesia: filosof berarti ahli pikir.
Jadi dasar berpikir filsafati adalah: berpikir dengan menjadikan kebajikan sebagai dasar dari pikiran tersebut. Apabila orang menyebut dasar filosofinya, berarti dasar kebajikannya. Jika kita menyebut seorang filosof berarti kita menyebut seorang yagn dalam pikirannya selalu cinta dengan kebajikan. Sehingga dengan demikian filsafat hukum adalah hukum yang didasari oleh pemikiran yang berkebajikan.
Apa itu kebajikn? Para pemikir semasa jaman Yunani sampai abad pertengahan memberikan berbagai pandangan dan definisi kebajikan misalnya
SOREN KIERKEGAARD: kebajikan ada apabila manusia mau menerima obyek tanpa hasrat pribadi. Melihat obyek tanpa hasrat pribadi adalah melihat realitas fisik dan realitas esensi dengan jernih. Realitas fisik adalah nilai, realitas esensi adalah makna. Realitas fisik adalah empiric dan realitas konsep adalah akal.
ALBERT CAMUS: Albert menyatakan bahwa eksistensi manusia sempurna apabila orang ada dalam kesadaran bahwa Tuhan itu tidak ada. Jangan sampai tertipu melihat pada Tuhan sebagai ukuran norma, tetapi ukuran norma dibuat oleh manusia. Tuhan tidak ada terbukti dunia ini mengalir sangat mekanis dari itu ke itu saja sampai mati (absurditas).
JEAN PAUL SARTRE: jangan melihat kebajikan pada Tuhan, sebab Tuhan tidak ada. Makhluk hidup dan benda-benda tercipta tanpa alasan, mereka sekedar ada. Karena dunia dan manusia tercipta tanpa alasan dan sekedar ada, maka Sartre menyebut “yang absurd”. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kebebasannya dan membentuk hakekatny; ia mencipta dirinya sendiri. moralitas dan kebajikan ada dalam diri manusia, dan tidak ada seorangpun memiliki kekuasaan terhadap moralitas manusia kecuali dirinya sendiri. manusialah pencipta tertinggi baginya dan bukan Tuhan.
HEGEL: seni; membuat Tuhan muncul dalam impian. Agama lebih tinggi dari seni mengemukakan kebenaran tetapi hanya model mitos tanpa mengemukakan alasan. Filsafat paling tinggi; mengetahui alasan sesuatu, menjelaskan realitas, oleh karena itu filsafat dapat mengganti agama.
Iman; untuk orang kebanyakan karena tidak memerlukan pemikiran.
Filsafat: untuk orang luar biasa, karena filsafat menjelaskan realitas dan alasan-alasan sesuatu.
Para filosof diatas semuanya berpandangan bahwa kebajikan ada pada manusia, tidak perlu mencarinya pada ranah transeden. Jadi manusialah yang tahu kebajikan itu dan manusialah yang membuat filsafat.
CC. cirri adanya Tuhan ada tiga: sistem alam semesta, sistem kehidupan dan nafas kehidupan. Apabila manusia sudah dapat menjelaskan realitas tersebut maka manusia adalah “Tuhan”.
2. Benih Pemikiran Dalam FIlsafat Hukum
PLATO: (455 sm) –konsep filosof raja- Negara akan baik kalau diperintah oleh seorang filosof, karena seorang filosof adalah orang yang bijaksana dan berkebajikan. Negara yang diperintah oleh orang banyak (demokratis) akan runtuh karena manusia dalam kumpulan massa adalah bodoh.
ARISTOTELES: (384 sm) –konsep Negara kota- Negara yang baik kalau kekuasaan ada di tangan warga Negara yan gberkumpul dalam rapat umum, semua sudah mempunyai kecerdasan dan kebajikan yan gcukup, kelebihan dan kekurangan saling mengisi. CC. Tuhan ada dimana-mana, sehingga kebenaran ada dimana-mana. Bagi orang yang sombong kebenaran hanya ada pada diri, tidak ada pada setiap orang, karenanya semua dilakukan sendiri tanpa pernah bertanya kepada orang lain. Dmeokrasi mengakui kebenaran ada dimana mana.
SIGMUND FREUD: -menganut konsep filsafat universalitas. Manusia harus menjadi warga satu dunia. Manusia tidak boleh lagi tunduk kepada perasaan dan hawa nafsu. Dengan budi atau kebajikan orang harus menyatukan diri. Atas dasar itu kaum Stoa mengajar di alam terbuka.
POLYBIUS (122 sm) orang pertama memperkenalkan bentuk-bentuk Negara sbb;
Monarkhi: Negara diperintah oleh raja-raja. Raja menjadi tirani dilawan oleh bangsawan (aristocrat) maka raja jatuh dan terbentuklah Negara;
Oligarkhi: yaitu Negara diperintah oleh para bangsawan (aristocrat) tapi karena sebab yang sama yaitu sewenang-wenang, maka ia dilawan oleh rakyat, maka terbentuklah Negara;
Demokrasi, dimana rakyat yang berdaulat, hak-hak rakyat sangat diperhatikan, rakyat yang berdaulat dan hak-haknya sangat diperhatikan, melebar, meluas menjadi semua merasa berhak, saling merampas dan saling merasa berhak, maka jatuhlah Negara demokrasi menjadi Negara;
Okhlorasi yaitu; Negara dimana semua merasa berhak, saling merampas.
CICERO: (43 sm) mengikuti konsep filsafat Stoa, Negara berdasarkan kepada budi manusia, Negara hanya untuk kesejahteraaan anggota-anggotanya saja (kaum epicirus), hukum positif harus didasarkan kepada hukum kodrat.
SINECA: (121 sm) mengutamakan rohani (tinggikan rohani tinggalkan duniawi = haec caelestia simper spectator illa humana contemnito). Apabila etika dan moral sudah dilupakan, maka orang harus kembali ke batinnya.
AGUSTINUS: (354 sm) (Theosofi) Negara Tuhan/gereja (civitas Dei) lawannya adalah civitas terrena (Negara sekuler). Hanya dalam civitas dei oran gdapat bahagia.
cc. Apa itu bahagia. Orang bekerja mencapai sejahtera pada saat sejahtera bila sudah bijaksana akan bahagia. Bahagia adalah hasil sampingan dari pekerjaan.
KAUM SCHOLASTIK: percaya kebenaran Tuhan dan juga mencari kebenaran akal.
FILOSOF TIMUR. Tokoh spiritualitas Timur;
Misalnya: Paramansa Yogananda, Babaji, Swami Rama, dll. Pendapatnya: “Bahwa hidup manusia dikuasai oleh dualistis. Kebahagiaan dapat dicapai apabila manusia sudah bisa mencapai nondual atau melampaui dualitas”. Contoh dualitas:
- Kanak-kanak, dewasa berkuasa, kekanak-kanakan lagi.
- Kebahagiaan yan gdatangnya dari luar (sifatnya juga dualitas) datang dan pergi.
- Manusia diombang-ambing oleh keadaan naik turun sepanjang hidupnya.
- Gunung yang tinggi jurangnya dalam.
Semua itu harus dilampaui (beyond).
Caranya: cukupkan hidupmu dengan kebahagiaan dari luar, lahir, bekerja, kaya, bijaksana dan bahagia. Cukupkan hidupmu dengan kebahagiaan dari dalam; yoga, meditasi.
3. Mazab-mazab dalam filsafat hukum yaitu;
Ada 6 mazab dalam filsafat hukum yaitu:
1) Mazab hukum alam atau hukum kodrat
Mazab hukum kodrat dianut oleh kaum scholastic dengan pengikutnya; Thomas Aquino, John Salisbury, Dante, Pierre Dobuis, Gratianus, Johanes Huss.
Inti pemikirannya adalah hukum alam atau lex naturalis adalah hukum yang berlaku universal dan abadi.
- Kata berlaku berarti berlaku dengan sendirinya, tidak perlu dinyatakan berlaku oleh penguasa dan diikuti secara sukarela
- Kata universal berarti berlaku dimana saja, kapan saja dan kepada siapa saja.
- Kata abadi berarti hukum alam itu tidak berubah dalam perjalanan zaman.
Sumber hukum alam adalah:
- Ratio Tuhan (Irrational)
- Ratio Manusia (Rational)
Sumber Hukum Alam Dari Ratio Tuhan
Sebagaimana halnya aristoteles membagi hukum menjadi dua yaitu (a) Hukum aalam dan (b) hukum positif, maka Thomas van Aquino membagi hukum menjadi empat:
- Lex Aeterna; hukum yan gberasal dari ratio Tuhan yang mengatur segala hal dan merupakan sumber segala hukum. Ratio ini tidal daapt ditangkap oleh panca indra manusia.
- Lex Divina; bagian dari ratio manusia yang dapat ditangkaop oelh manusia berdasarkan waktu yang diterimanya.
- Lex Naturalis; inilah yang merupakan hukum alam yang merupakan penjelmaa n dari Lex Aeterna di dalam ratio manusia
- Lex Positifis: hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh manusia berhubung dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia.
Thomas Van Aquino juga membagi asas hukum alam (Lex Naturalis) menjadi dua yaitu:
- Principia Prima yaitu hak hakiki atau hak azazi yang diletakkan dalam hidup manusia sejak lahir bersifat mutlak, tak berubah kapanpun, dimanapun misalnya; hak untuk hidup, hak atas kemerdekaan dan kebebasan beragama dan dalam kodifikasi tersebut “Ten Commandement” dalam Bible.
- Principia Soundaria: penafsiran manusia terhadap principia prima berdasarkan ratio manusia. Penafsiran ini dapat menyangkut apa yang dinilai baik dan apa yang dinilai buruk.
Searah dengan pemikiran Thomas Aquino, adalah pemikiran dari:
- Rahib Italia bernama Gratianus yang menyatakan bahwa manusia dikuasai oleh dua hukum yaitu; (a) hukum alam yang termuat dalam Kitab Suci Bible (b) hukum kebiasaan.. kedua hukum tersebut dalam compendium hukum italia disebut: Decretum Gratianum.
- Pemikiran William Occam yang menyatakan bahwa hukum alam itu identik dengan kehendak Tuhan. Hierarkhi hukum alam meliputi: (a) hukum universal berasal dari ratio alam, (b) hukum yang mengikat manusia berasal dari alam (c) hukum yang bersumber dari prinsip alam.
- Pemikiran Fransisco Suarez yang menyatakan bahwa manusia itu bersusila. Kemauan dan akal mendorong manusia untuk bersusila. Kemauan dan akal itu berasal dari Tuhan, sehingga dengan kemauan dan akal manusia tahu yang adil dan yang tidak adil. Semua yang berguna untuk kesusilaan adalah hukum alam yaiut kehendak Tuhan. Yang berguna bagi pergaulan manusia adalah kehendak adat dan kebiasaan.
Sumber hukum alam dari ratio manusia
Pengikutnya adalah Gugo de Groot, Christian Thomasius, Immanuel Kant.
- Pemikiran Hogo de Groot, menyatakan bahwa ratio manusia satu-satunya sumber hukum. Ratio manusialah yang menilai tingkah laku manusia itu baik dan buruk. Penilaian ini didasarkan kepada kesusilaan alam, walaupun Groot juga mngakui hukum lain dari Tuhan seperti tercantum dalam Kitab suci. Pendapat Hugo de Groot di atas, tertuang dalam bukunya berjudul “De Jure Belli Ac Pacis” dan dalam bukunya Mare Liberum”.
- Pemikiran Christian Thomasius menyatakan bahwa dalam hidup manusia terdapat naluri-naluri. Perlu dibuat peraturan agar naluri-naluri itu tidak saling bertentnagan. Peraturan yang mengikat batin manusia disebut kesusilaan dan peraturan yang mengikat tingkah laku manusia disebut hukum.
- Pemikiran Immanuel Kant menyatakan, di lingkungan ita ada gejala-gejala. Gejala-gejala itu mempunyai sifat dan corak yang kita tentukan sendiri. itulah sebenarnya pengetahuan kita tentang segala hal. Pengetahuan dapat diperoleh karena pengalaman dan juga karena penggunaan ratio.
2) Mazab Hukum Positif
Pengikutnya adalah: Paul Laband, Jellinek, Hans KElsen, Hans Nawisstsky.
Inti pemikirannya adalah: tidak ada hukum di luar undang-undang. Hukum sama dengan undang-undang. Hukum adalah perintah yang jelas dari undang-undang dan terpisahkan dari pertimbangan etika dan moral. Kebiasaan dengan demikian tidaklah hukum.
Mazab hukum positif diawali aliran legisme di Prancis dan berkembang di Jerman, misalnya pada masa pemerintahan Freidrich Agung (1740-1790, Josef II (1765-1790).
Pada abad ke-17, aliran positifisme mendapat dukungan kuat dari teori-teori Montesquiau, Rousseau dalam teori tria politika (pemisahan kekuasaan).
Cirri-ciri positifisme:
- Bahwa hukum adalah perintah manusia (command of human being).
- Tidak ada hubungan hukum dengan moral atau tidak ada hubungan antara hukum sebagaimana berlaku dengan hukum yang seharusnya.
- Analisa konsepsi hukum mempunyai arti yang sangat penting dan harus dibedakan dengan sejarah sebab musabab, sumber hukum, sosiologis,dan penilaian yang didasarkan kepada moral, sosial dll.
- Sistem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup.
- Pertimbangan moral tidka penting
John Austin menganut positifisme hukum analitis yang menganggap: hukum sebagai sistem logis yang tetap dan bersifat tertutup (closed logical system), dan keadilan hukum tidak didasarkan kepada penilaian baik dan buruk.
John Austin membagi hukum menjadi dua yaitu:
(a) hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia
(b) hukum yang dibuat dan disusun oleh manusia yang meliputi: hukum dalam arti sebebanrnya yaitu hukum positif; hukum yang dibuat oleh penguasa atau hukum yang dibuat oleh rakyat secara individual untuk dilaksanakan dan hukum dalam arti tidak sebenarnya misalnya peraturan-peraturan perkumpulan sosial.
Jadi hukum posistif di dalamnya mengandung:
- Perintah (kewajiban)
- Sanksi (kedaulatan)
Pokok-pokok ajaran positifisme hukum yang analitis adalah:
- Penilaian baik buruk ada di luar hukum’moral dipisahkan dengan hukum
- Kedaulatan ada di luar hukum yaiut ada pada dunia politik dan sosiologi.
Berkaitan dengan ajaran John Austin, kita kenal juga ajaran Hans Kelsen yaitu ajaran hukum murni yang intinya:
- Bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang non yuridis yaitu etis, sosiologis dan politis. Artinya hhukum harus dihindarkan dari penilaian baik dan buruk (etis), hukum harus dilepaskan dari kekuasaan (politis), harus dilepaskan dari kebiasaan dan kenyataan sosial (sosiologis)”.
3) Mazab Utilitarianisme atau mazab manfaat hukum.
Pengikutnya adalah: Jeremmy Bentham, John Stuart Mill, Rudolf Von Jhering.
Inti pemikirannya asalah: hukum harus memberi manfaat bagi kebahagiaan manusia. Hukum yang tidak memberikan kebag=hagiaan bagi manusia adalah bukan hukum. Hukum dibuat untuk melayani kebutuhan hidup manusia. Kalau hukum ternyata tidak dapat melayani kebutuhan hidup manusia, maka hukum seperti itu harus ditinggalkan.
4) Mazab sejarah
Pengikutnya adalah: Von Savigny, Pucha.
Intinya adalah: undang-undang yang baik adalah undang-undang yang dibuat berdasarkan jiwa bangsa (volkgeist). Di dunia ini ada bermacam-macam bangsa. Tiap-tiap bangsa mempunyai Volkgeist (jiwa rakyat). Pencermianan jiwa bangsa yang berbeda-beda ditandai dengan kebudayaan yang bebeda-beda. Hukumpun demikian, sehingga tidak tepat membuat hukum yang sama untuk segala bangsa.
Von Savigny dalam bukunya “Von Beruf Unserer Zeit Fur Gezetzgebung Und Rechtswissincschaft” menyatakan ‘Das recht wird nich gemacht est ist und wird niet dun volke artinya hukum tumbuh dan berkembang bersama masyarakat.”
Yang mempengaruhi pemikiran mazab sejarah adalah pemikiran Montesqueau dalam bukunya L’Esprit de Lois yang menyatakan adanya hubungan jiwa suatu bangsa dengan hukumnya.
Mazab ini lahir yang merupakan aksi langsung terhadap pendapat Thibaut yang menganggap bahwa Jerman perlu kodifikasi hukum dan untuk itu pakai saja Code Napoleon Prancis.
5) Mazab Sosiological Yurisprudence
Pengikutnya adalah: Roesco Pound, Eugen Erlicht, Benyamin Cardoso, Gurvitch.
Intinya adalah: hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dnegan hukum yang hidup di masyarakat.
Aliran ini tumbuh di Amerika Serikat. Mazab ini mengemukakan akan pentingnya hukum yang hiduo (living law). Ada pendapat bahwa mazab ini merupakan sintese antara mazan positifisme dengan mazab sejarah.
6) Mazab Pramatic Legal Realism
Pengikutnya adalah: John Chipman, Gray, OW Holmes, Jerome Frank.
Intinya adalah: hukum yang baik adalah hukum yang dapat mengikuti perubahan, harus pragmatis agar dapat memberikan keadilan di setiap jaman.
Cirri-ciri mazab ini adalah:
- Hukum berubah – ubah untuk mencapai tujuan sosial.
- Mengadakan pemisahan sementara antara das sollen dan das sein. Observasi dan penyelidikan tidak boleh dipengaruhi oleh tujuan-tujuan kesusilaan atau kehendak observer.
- Bermaksud untuk melukiskan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pengadilan-pengadilan dalam definisi definisi dan rumusan-rumusan umum.
- Perkembangan pada setiap bagian hukum harus diperhatikan
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas:
- Harus dilakukan keterampilan dalam argumentasi logis atas putusan-putusan.
- Mengadakan pembedaan antara peraturan-peraturan dengan memperhatikan realitas makna
- Memperhatikan kategori-kategori hukum yang bersifat umum dengan hubungan-hubungan khusus dari keadaan yang nyata.
- Meliputi juga factor-faktor : penyelidikan unsur perseorangan, penelitian pribadi hakim, ramalan-ramalan praktek peradilan.
4. Filsafat Hukum
a. Letak Filsafat Hukum
- D. Runes membagi filsafat dalam tiga cabang (a) ontology (b) epistimologi (c) aksiologi. Ontology adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal, syarat, susunan, method, validitas pengetahuan dan aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang criteria, nilai, dan kedudukan metafisi suatu nilai.
- Poedjawiatna, membagi filsafat menurut obyeknya dalam enam bagian yaitu: (a) filsafat umum (b) filsafat mutlak (c) filsafat alam (d) filsafat manusia (e) filsafat tingkah laku (f) filasafat budi.
- Harry Hamersma, membagi filsafat dalam sepuluh bidang yaitu (a) epistimologi (b) logika (c) kritik ilmu (d) ontology (e) teologi (f) antropologi (g) kosmologi (h) etika (i) estetika (j) sejarah filsafat.
- Jujun S. Suriasumantri membagi filsafat dalam sebelas bidang yaitu: (a) epistimologi (b) etika (c)estetika (d) metafisika (e) politik (f) agama (g) filsafat ilmu (h) filsafat pendidikan (i) filsafat hukum (j) filsafat sejarah (k) filsafat matematika.
Dari pembagian filsafat sebagimana diuraikan di atas, maka letak bidang filsafat hukum adalah; sub cabang dari filsafat manusia yang disebut etika atau filsafat tingkah laku.
Filsafat manusia berkedudukan sebagai genus, filsafat etika berkedudukan sebagai species, dan filsafat hukum berkedudukan sebagai sub species.
b. Lingkup pembahasan filsafat hukum
a) Filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis (philia-berfikir/cinta, Sophia-kebajikan)
b) Obyek filsafat hukum adalah hukum, dan obyek tersebtu dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya yang disebut hakekat.
c) Hakekat hukum adalah nilai-nilai dibalik gejala-gejala hukum, yang belum dijawab oleh ilmu hukum.
d) Hukum hanya melihat gejala-gejala sebagaimana dapat diamati oleh panca indera manusia mengenai perbuatan perbuatan manusia dan kebiasaan masyarakat.
e) Para sarjana memberikan gambaran tentnag lingkup pembahasan filsafat hukum sbb;
- Van appeldorn; ada tiga pertanyaan penting dibahas oleh filsafat hukum (a) adakah pengertian hukum yang berlaku umum (b) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum (c) adakah sesuatu hukum kodrat.
- Lily Rasjidi menyebutkan masalah penting yang dibahas oleh filsafat hukum adalah (a) hubungan hukum dengan kekuasaan (b) apa sebab Negara berhak menghukum seseorang (c) apa sebab orang mentaati hukum (d) masalah pertanggungjawaban hukum (e) masalah hak milik (f) masalah kontrak (g) masalah peranan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (h) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya.
Dengan demikian pertanyaan pertanyaan yang diajukan oleh filsafat hukum menyangkut:
- Apa itu hukum
- Apa tujuan hukum
- Apa sebab orang mentaati hukum
- Adakah pengertian hukum berlaku umum
- Apa dasar kekuatan mengikat dari hukum
- Apa hubungan hukum dengan kekuasaan
- Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
- Apa hubungan antara hukum dengan nilai-nilai sosial budaya
Maka jawaban atas pertanyaan tersebut berarti jawaban terhadap nilai-nilai yang ada dibalik gejala-gejala hukum.
Dalam kuliha berikutnya, tidak semua pertanyaan itu akan dijawab, akan tetapi akan ditekankan kepada soal; nilai-nilai yang ada dibalik pertanyaan:
- apa tujuan hukum
- Hubungan hukum dengan kekuasaan
- Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
- Apa hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya, dan terakhir menyangkut kesusilaan sebagai nilai dasar aplikasi hukum.
BAB II. HUKUM DALAM KEUTUHANNYA
Berpikir filsafati adalah berpikir yang berkebajikan.
Kebajikan adalah pencerahan. Orang yagn cerah adalah orang oran gyang dapat melihat keutuhan dalam segala sesuatu yang tampak berbeda.
Melihat hukum sebagai keutuhan adalah:
- Melihat esensi
- Melihat kepada azas-azas yang menjadi tumpuan bangunan hukum
- Melihat kepada tendensi-tendensi yang diisyaratkan kepada hukum oleh faham kesusilaan kita (Paul Scholten)
- Melihat kepada ukuran-ukuran hukumiah yang memberi arah kepada pembentukan hukum (Karl Larenz)
- Melihat norma dasar hukum (Bellefroid)
- Melihat kepada hukum itu agar etis dalam penerapannya
(Prof. Iman Sudiyat)
Menurut Prof. Iman Sudiyat: ruang lingkup pembahasan filsafat hukum adalah seluruh aspek hukum yang menyangkut keadilan sosial di masyarakat meliputi:
- Hubungan hukum dengan kekuasaan
- Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
- Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya
Dengan demikian melihat hukkum dalam keutuhannya agar hukum dalam penerapannya menjadi etis meliputi;
- Tujuan hukum
- Azas hukum
- Hukum sebagai suatu sistem
- Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya
- Landasan kesusilaan dalam penerapan hukum.
Dalam kuliah berikut hal-hal elementer, misalnya hukum dan kekuasaan, hukum sebagai sosial eengenering yang sudah banyak dikuliahkan di S1 akan disinggung sekilas.
Yang lebih ditekankan dalam kuliah ini adalah; tujuan hukum, asas hukum dan hukum sebagai suatu sistem akan dibahas sebagai dasar. Diharapkan inti kuliah ini akan lebih menajam kepada hal yang relative baru dan ada hubungannya sisi pandang penerapan hukum sebagai bidang profesi seorang notaries yaitu menyangkut:
- Hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya
- Landasan kesusilaan dalam penerapan hukum yang materinya menyangkut landasan filosofis pembatalan-pembatalan dalam hukum, khususnya hukum perdata dll.
dengan demikian urut-urutan materi perkuliahan berikutnya adalah sbb:
1. Membahas mengenai tujuan hukum (elementer)
2. Membahas mengenai azas hukum (elementer)
3. Membahas mengenai hukum sebagai suatu sistem (elementer)
4. Membahas mengenai hubungan hukum dengan kekuasaan (elementer)
5. Membahas mengenai hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (elementer)
6. Membahas mengenai hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial budaya (analistis),, dibahas tersendiri dalam Bab III
7. Landasan kesusilaan dalam penerapan hukum (aplikatis) dibahas tersendiri dalam Bab IV.
1. Tujuan hukum (elementer)
Pengertian hukum umum
Belum ada definisi yang disepakati tentnag hukum, Van Kan; memberikan definisi singkat bahwa hukum adalah keseluruhan peraturan hidup, yang memaksa untuk melindungi kepentingan manusia dalam masyarakat.
Sesungguhnya peraturan untuk mengatur tingkah laku manusia adalah ditujukan kepada manusia lahiriah. Hukum pada hakekatnya hanya menyentuh manusia dalam suasana lahir dan tidak mengatur suasana batin manusia. Hukum mengahruskan agar manusia bertingkah laku menurut norma-norma hukum. Entah bagaimana suasana hatinya, senang atau tidak senang, bahagia atau duka, hukum tidak memperhitungkan.
Itulah sebabnya maka hukum adalah bersifat memaksa. Cirri memaksanya hukum adalah dengan adanya saksi. Barangsiapa tidak menjalankan hukum akan dikenakan sanksi hukum. Hukum; ada yang tertulis dan ada yang tidka tertulis. Hukum tertulis adalah hukum lazimnya ada dalam lingkup hukum positif dan hukum yang tidak tertulis ada dalam wilayah hukum adat dan kebiasaan.
Hukum dibuat dengan sengaja oleh manusia untuk tujuan kedamaian hidupnya. Untuk mencapai kedamaian itu maka tingkakh laku diatur oleh hukum agar tingkah laku itu tidak saling bertentnagan membuat kekacauan. Tingkah laku yang menuju damai adalah tingkah laku yagn tidak berbenturan.
Bagaimanapun, manusia yang hidup dnegan berbagai kepentingan tidak dapat dihindarkan dari adanya konflik kepentingan. Hukum mengatur agar konflik kepentingan seminimal mungkin dapat dicegah melalui norma-norma hukum tentang bagaimana seharusnya masyarakat berbuat agar dalam berhubungan satu dnegan yang lain menyangkut kepentingan tidak terjadi benturan.
Kepentingan dicirikan oleh kerugian. Tidak ada kerugian, tidak ada kepentingan. Kerugian dapat berbentuk materiil dapt juga berbentuk inmateriil. Hukum materiil dan hukum formil, memberikan kepada mereka mereka yang dirugikan kepentingannya untuk dapat melakukan gugatan hukum kepada pihak lain yang merugikannya, agar pihak lain tersebut diberikan sanksi public berupa pidana oleh penguasa maupun sanksi privat berupa hukuman mengganti kerugian bernilai uang, atas kerugian materiil yang dapat dihitung secara matematis maupun kerugian inmateriil yang jumlah kerugiannya dapat diperkirakan secara wajar.
Jadi hukum dalam melindungi kepentingan masyarakat akan selalu mengarah kepada kedamaian. Dan apabila kedamaian tidak dapat dicapai maka hukum akan memberikan keadilan melalui pengadilan. Dalam azas hukum, kedamaian adalah inti dari penyelesaian konflik hukum. Dalam hukum acara perdata; hakim diharuskan mendamaikan para pihak terlebih dahulu sebelum mengadili perkaranya. Apabila para pihak tidak berhasil mencapai perdamaian, berulah hakim mengadili perkara tersebut dan menjatuhkan putusan atas nama keadilan. Jadi keadilan adalah tujuan hukum dan kedamaian adalah makna hukum (tujuannya yang tertinggi). Di dalam kedamaian ada keadilan, dan keadilan diharapkan akan dapat memberikan kedamaian. Jika keadilan tidak dapat memberikan kedamaian, maka setidaknya keadilan hukum tiu sudah dapat memaksa masyarakat untuk menyelesaikan konflik yang dapat dipaksa untuk hukum untuk menerima keadilan legalis.
Menerima keadilan legalis, berarti masyarakat harus menerima penyelesaian konflik sesuai dnegan pasal-pasal hukum demi tidak terongrongnya kedamaian di masyarakat.
Dalam hubungan tersebut, Notoamijojo memberikan denfinisi – hukum adalah ; kompleks peraturan yang tertulis dan tidak tertulis untuk kelakuan manusia dalam masyarakat; yang biasanya bersifat memaksa, yagn berlaku dalam berbagai jenis lingkungan pergaulan hidup dan masyarakat Negara yang mengarah kepada keadilan, demi damai serta tata, agar dapat memanusiakan dalam masyarakat.
Menurut Notoamijojo, ada tiga elemen dapat dijumpai dalam tujuan hukum, ketiga elemen itu adalah;
- Elemen regular
- Elemen keadilan
- Elemen memanusiakan manusia
- Elemen regular
Elemen regular; yaitu dalam bentuk norma hukum yang memberikan kepastian penyelesaian bagi setiap persoalan di masyarakat tentang apa hukumnya atau bagaimana hukumnya atas suatu masalah tersebut. Jadi hukum disini datang untuk tujuan menimbulkan tata dan kepastian hukum. Dnegan demikian segi regulasi ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan hukum untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan serta memberikan kepastian tentang apa yang harus dibuat oleh masyarakat dalam bidang kehidupan apapun menurut hukum agar tidak terjadi bentrokan.
Masyarakat dalam segala segi pergaulan dan bisnis sangat memerlukan regulasi yang jelas dan pasti dari hukum agar dapat berhubungan dengan masyarakat di sekitarnya secara pasti dengan mentaati dan menjalankan pergaulan hidup. Tanpa ada perturan yang jelas, masyarakat menjadi ragu-ragu untuk melangkah dalam melakukan apapun, sebab jika terjadi konflik kepentingan, maka hanya peraturan hukum yang diharapkan dapat memberikan jalan keluar. Jadi segi regulasi dari tujuan hukum adalah sangat penting, sebagai salah satu elemen dari tujuan hukum.
Elemen Keadilan
Elemen yang kedua dari tujuan hukum adalah segi keadilan. Apakah keadilan itu? Dalam Liber Primus (Buku Ke I) Intutiones dari Kaisar Yustinianus (533 AD) dalam Bab I; merumuskan tentang keadilan hukum adalah;
“Iustitia est et perpetua voluntas ius suum cuique tribuere. Ius produentia ast divinarum etque humanarum rerum notitia, iusti iniusti scientia” (keadilan adalah kehendak yang ajeg, untuk memberikan kepada masing-masing bagiannya”).
Keadilan mewajibkan manusia untuk menciptakan kedamaian dengan memberikan kepada orang lain bagiannya sesuai haknya. Dan hal itu harus dilakukan secara konsisten dan pasti, tidak boleh melakukan kesewenang-wenangan, dan pihak lain harus selalu diperhatikan sesuai dengan keberadaannya menurut hukum.
Menurut Aristoteles keadilan dapat dibedakan menjadi 6 yakni:
- Iustitia Commutativa
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing bagiannya. Apa yang menjadi bagian dari orang lain, yaitu apa yang dapat menjadi haknya, terutama kehidupannya. Manusia dengan kehidupannya meliputi hak-hak kebendaan dalam arti luas dan hak-hak kebebasan untuk hidup.
Hak kebendaan dalam arti luas dapat berwujud benda yang dapat dihaki orang ; uang, tanah, makanan, rumah, anak, suami, istri bahkan segala hal yagn dapat dimiliki – hak sedemikian yang merupakan hak oran glian haruslah diberikan kepada orang tersebut dan tidan ada orang yang berhak merampasnya. Kebebasan hidup pun adalah hak yang harus diberikan kepada orang agar ia dapat menjadi manusia yang menerima keadilan sebagai bagiannya yaitu kebebasan untuk tidak diperbudak, dieksploitasi, sehingga dengan demikian penindasan terhadap manusia adalah bertentangan keadilan ini. Apabila Iustitia Commutativa dilanggar, maka yagn merasa dirongrong rasa keadilannya itu dapat melakukan tuntutan pengembalian haknya yang diambil oleh orang lain secara melanggar hukum; prestasi harus ditutup dengan kontraprestasi dan hak harus diimbangi dengan kewajiban.
Prestasi-kontraprestasi, hak dan kewajiban menunjukkan disitu ada bagian oran glian yang harus diberikan kepada mereka sesuai hak dan prestasinya. Keadilan ini lazimnya ada di bidang hukum perdata.
- Iustitia Distributiva’
Adalah hak-hak public yang terdistribusi oleh kekuasaan di suatu Negara, tidaklah berdasarkan kesamarataan, melainkan berdasarkan kualitas pribadi dalam hubungannya dengan kekuasaan dnegan azas proporsional.
Kekuasaan akan dapat menjalankan keadilan yang berkualitas kepada seluruh masyarakatnya apabila hak-hak public dapat diberikan secara tepat kepada persona yang tepat. Bentuk keadilan distributive yang diberikan kepada anggota masyarakat bermacam-macam meliputi; kecakapan, kesehatan, bakat, pengaruh, dll
Keadilan distributive berkaitan dengan beban beban sosial, fungsi-fungsi dan kehormatan public.
- Iustitia Vindicativa
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing hukuman yang setimpal dengan kejahatan atau pelanggarannya. Masyarakat yang tentram damai memerlukan manusia yang baik dan manusia yang jahat harus dihukum agar tidak menjadi penyakit di masyarakat. Manusia jahat yang menjadi penyakit masyarakat akan selalu menghalangi kesejahteraan umum, dan cenderung dengan keserakahannya merampas hak dan nyawa orang lain dengan cara-cara kekerasan.
Sifat manusia seperti itu tidak dapat diperbaiki dengan cara berbaik hati, tetapi harus diberikan ganjaran yang setimpal bahwa apa yang ia lakukan sebenarnya sangat tidak meng-enakkan orang lain, sehingga ketidak enakan itu harus juga ditimpakan kepadanya untuk dirasakan oleh sejahat dengan menjalani hukuman. Hukuman yang setimpal atas perbuatan yang melanggar hukum khususnya hukum pidana disebut sebagai penerapan keadilan vindicativa.
- Iustitia Protectiva
Adalah memberikan pengayoman kepada masing-masing manusia pribadi dalam pergaulannya di masyarakat. Di dalam masyarakat manusia melakukan perhubungan satu sama lain, dan hukum harus tetap ada pada posisi memberikan perlindungan kepada siapapun tanpa membedakan antara satu manusia dengan manusia yang lain sebagai orang yang mempunyai hak-hak dan kewajiban.
Iustitia protective, mencegah perlakuan sewenang-wenang. Ketertiban untuk menuju kepada ketentraman selalu dijaga dan tidak ada diantara anggota masyarakat terutama penguasa boleh melakukan tekanan dan ancaman yang menghasilkan ketakutan. Keadilan protective ini, itinya adalah pembatasan untuk tujuan sosial dan pembatasan untuk kesejahteraan umum. Pembatasan untuk tujuan sosial yaitu tiap-tiap anggota masyarakat harus menjaga batas-batas kebebasannya; untuk kepentingan perhubungan sosial, sehingga tercapai kesejhateraan sosial, dimana disitu antara anggota masyarakat bersifat saling melindungi. Pembatasan untuk kesejahteraan umum diartikan bahwa penguasa melindungi manusia dalam masyarakat sesuai dengan hak-hak azazinya untuk menuju kepada kesejahteraan umum.
- Iustitia Creativa
Adalah keadilan yang memberikan kepada masing-masing suatu kebebasan untuk berkreasi. Kebebasan berkreasi meliputi melakukan karya dan karya cipta baik di bidang ilmu maupun di bidang seni.
Seniman sangat menuntut keadilan ini, sebab dengan memberikan keadilan creative, maka seniman akan dapat berkaya cipta, mementaskan berbagai pertunjukan dan aspirasi seni lainnya dalam rangka dan dalam tugas seni mengekspresikan masalah masalah hukum, moral dan kemanusiaan kepada masyarakat melalui pesan pesan keindahan.
Banyak karya cipta seni berhasil merubah “dunia” dan kebebasan karya cipta tersebut adalah kebebasan kemanusiaan yang harus diberikan kepada manusia sebagai makhluk kreatif, sebagai pencerminan pemberian keadilan kemanusiaan.
- Iustitia Legalis
Adalah keadilan yang harus diberikan kepada siapapun oleh siapapun dan dengan cara apapun. Keadilan legalis adalah keadilan yang diberikan oleh undang-undang (hukum positif) kepada siapapun dalam rangka kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan keadilan legalis adalah agar masyarakat teratur, hidup di bawah taat menuju kepada masyarakat yang tentram. Masyarakat yang taat kepada undang-undang akan dapat menciptakan ketentraman, begitu pula penguasa yang taat melaksanakan undang-undang akan menyebabkan terciptanya keadilan. Keadilan legalis adalah untuk dilaksankaan oleh penguasa dan dituju oleh masyarakat. Tanpa ada ketaatan kepada undang-undang, maka keadilan akan menjadi soal, dan kesejahteraan umum menjadi kemustahilan.
- Elemen memanusiakan manusia
Inti tujuan hukum adalah memanusiakan manusia. Tujuan hukum yang paling dalam dan paling esensi adalah memanusiakan manusia, menjaga agar manusia tetap diperlakukan sebagai manusia. Dalam Negara yang dictator, manusia diperlakukan seperti binatang, diperalat, didehumanisasi.
Sifat subyek dari manusia adalah sifat yang hakiki. Manusia itu memiliki “aku” yang tidak boleh disewenang wenangkan. Dan di pihak lain manusia memiliki relasi, yaitu relasi antara aku dan engkau.
Sifat relasi ini menjadikan manusia ada dalam lingkup kemanusiaannya yang utuh, ayitu manusia dalam hubungannya dengan sesame, dengan alam semesta dan dengan sang pencipta. Relasi aku dan engkau (sesame, alam semesta, dan pencipta) mewajibkan manusia untuk manjaga keharmonisan hubungan tersebut demi kemanusiaannya. Menyakiti sesame, merusak alam, dan mengingkari sang pemilik kehidupan (baca. Pencipta nafas kehidupan) menyebabkan manusia akan kehilangan kemanusiaannya.
Sesungguhnya tujuan hukum yang paling tinggi adalah memanusiakan manusia. Tanpa tujuan itu, maka hukum akan menjadi alat perusak kehidupan. Hukum apapun yang dibuat oelh manusia adalah dalam rangka menjaga kehidupannya. Hukum melindungi dan menjaga manusia agar dalam segala relasinya memperoleh kemanusiaan yang sepenuhnya dan sewajarnya.
AZAS-AZAS HUKUM
Azas hukum merupakan abstraksi dari hukum, dan dari padanya hukum itu berasal dan kepadanya hukum itu harus bertanya apabila demi kemanusiaan hukum berhadapan dengan keragu-raguan dalam penerapannya. Azas hukum adalah situasi spiritualitas hukum, penggambaran tentang dalam kesusilaan manusia, kebajikan hukum juga ada disitu.
Paul Scholten dalam risalahnya, Rechsbeginsellen menyatakan “azas hukum adalah tendensi-tendensi yang diisyaratkan hukum oleh faham kesusilaan kita (Tendenzen welke ons zedelijke oordeel aan het recht stelt).
Karl Larenz menyatakan azas-azas hukum adalah :ukuran-ukuran hukumiah ethis yang memberi arah kepada pembentukan hukum (de rechtsethische, richtinggevende maatsaven der rechtsvorming).
Bellefroid menyatakan azas-azas hukum adalah “norma-norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak diperasalkan dari aturan-aturan yang lebih umum (uit het positive recht afgeleide en door de rechtswetenschap niet tot nog algemener te herleiden grondnormen).
Prof. Mr.HJ Hommes menyatakan azas-azas hukum bukanlah norma norma hukum yang konkrit, melainkan sebagai dasar-dasar umum bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum perlu ber-orientasi kepada azas-azas hukum.
Jadi, pada kesimpulannya bahwa azas-azas hukum adalah dasar-dasar dan petunjuk arah bagi pembentukan hukum positif, dan azas-azas hukum itu berguna bagi pelaksanaan hukum dalam praktek. Azas azas hukum memberikan arahan athis bagi pembentuk undang-undang dan pelaksana hukum terutama hakim sedikit banyak sebanding dengan axioma-axioma yang dapat dipakai pegangan dasar oleh pembentuk udang-undang dalam membuat hukum dan pegangan dasar bagi hakim dalam melaksanakan undang-undang.
Dalam tataran praktis azas-azas hukum mempunyai empat fungsi yaitu;
- Berfungsi sebagai pedoman dalam merumuskan pembentukan hukum oleh pembuat undang-undang
- Berfungsi sebagi pedoman bagi hakim, dalam melakukan interpretasi, manakala hakim menjumpai pasal-pasal hukum yang kurang jelas
- Berfungsi sebagai pedoman bagi hakim melakukan analogi dalam menghadappi kasus sejenis
- Berfungsi sebagai pedoman koreksi bagi hakim dalam melakukan koreksi terhadap undang-undang.
Beberapa azas azas hukum yang termasyur yang sudah menjadi axioma dalam ilmu hukum yang dijadikan pedoman dalam pembentukan undang-undang dan pelaksanaannya oleh hakim adalah:
- Azas – hukum harus berpihak kepada kebaikan
- Azas – kesamaan para pihak dalam proses perkara perdata
- Azas – kebebasan hakim dan ketidakberpihakan dari kekuasaan peradilan
- Azas – para pihak harus sama-sama didengar (audi et alteram partem)
- Azas – satu saksi bukan saksi (unnus testis nullus testis)
- Azas – tiada gugatan tanpa dasar kepentingan yang cukup
- Azas – siapa yang mendalilkan harus membuktikan
- Azas – dilarang main hakim sendiri (eigenrichting is ongeoorloofd)
- Azas – kesalahan formil boleh diperbaiki’
- Azas – persetujuan hanya mengikat bagi yang bersetuju
- Azas – etikad baik dilindungi oleh hukum
- Azas – tidak ada hukuman tanpa kesalahan.
- Azas – etikad baik, keadilan, kepatutan, keselutuhan manusia, hak-hak azazi manusia harus dihormati
- Azas – perlindungan bagi mereka yang belum dewasa dan yang tidak cakap bertindak menurut hukum
- Azas – tidak seorangpun dapat memindahkan hak, lebih dari yang dimiliki
- Azas – kebapaan dibuktikan dnegan perkawinan
- Azas – tidak ada persetujuan yang dapat menghilangkan kekuatan hukum public
- Azas – penyalahgunaan hak harus dibayar dnegan ganti rugi.
Demikian antara lain azas azas hukum yang sudah terkenal dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata, pidana, public) yang sudah menjadi semacam axioma hukum, dipakai dasar oleh para pembentuk undang dan hakim dalam membuat dan menjalankan hukum positif harus bersuluh kepada azas-azas hukum agar dalam pelaksanaannya adil dan ethis (manusiawi).
Azas-azas hukum dalam bahasa asing yang juga sudah terkenal adalah sebagai berikut:
1. Ignorantia legis excusat neminem: ketidak tahuan akan undnag-undang tidak merupakan alasan pemaaf. Setiap orang dianggap tahu hukum.
2. Equality before the law: semua orang sama di muka hukum. Pengadilan tidak membeda-bedakan orang (pasal 6 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman).
3. Presumption of innocence : azas praduga tak bersalah (pasal 8 UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman.
4. Nemo yudex idoneus in propia causa : tidak seorangpun dapat menjadi hakim yan gbaik dalam perkaranya sendiri (pasal 29 (3) dan (4) UU No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman).
5. Nomo judec sine actore: tidak ada hakim, tidak ada tuntutan. Hakim akan mengadili kalau ada tuntutan. Hakim mtidak boleh menggagas perkara sendiri, atau mengadili perkara perdata orang tanpa diminta.
6. Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali: tidak ada seorangpun dapat dipidana, kecuali berdasarkan kepada ketentuan hukum pidana yang telah ada.
7. Nullum crimen sine lege: tidaklah kejahatan, kecuali ditentukan oleh undang-undang pidana. Tidak seorangpun dapat dihadapkan ke pengadilan selain dari pada ditentukan oleh undang-undang (pasal 6 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman)
8. Res judicata proveritate habitur: apa yang diputus oleh hakim harus dianggap benar. Atau putusan hakim mengalahkan Undang-undang.
9. Ius curia novit: hakim dianggap tahu hukumnya. Hakim tidka boleh menolak mengadili perkara, dengan alasan hukumnya tidak ada (pasal 16 UU No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman).
10. Audi et alteram partem: para pihak dalam sidang pengadilan, harus sama-sama didengar.
11. Unnus testis nullus testis: satu saksi, bukan saksi. Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain tidak boleh dipercaya (1905 KUHPerdata)
12. Actori incumbit probation: siapa yang mendalilkan harus membuktikan (pasal 1865 KUHPerdata, pasal 163 HIR).
13. Iudex non ultra petita: hakim tidak boleh mengabulkan hal-hal yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut (pasal 67 ayat c UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung)
14. Lex posteriori derogat legi priori/ The newer statute prepail over the older statute; peraturan perundang-undangan yang baru mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lama.
15. Lex superiori derogat legi inferiori/ The higher statute prepail over the lower statute; peraturan perundang-undanngan yang lebih tinggi mengalahkan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.
16. Lex specialis derogat legi generali; peraturan yang lebih khusus sifatnya mengalahkan peraturan yang lebih umum
17. Litis finiri opertet/ ne bis in idem; hakim tidka mengadili perkara yang sama untuk kedua kalinya.
18. Negativa non sunt probanda; penyangkalan tidak memerlukan bukti. Hal yang negative sulit dibuktikan, sehingga beban pembuktian harus diberikan kepada pihak yang tidak mendalilkan hal yang negative.
19. Pacta sunt servada atau Lex dura sed tamen scripta; perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (1338 KUHPerdata)
20. Point d’enteret point d’action: siapa yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan. Atau gugatan harus didasarkan kepada kepentingan yang cukup.
21. In dubio pro reo: dalam keragu-raguan, hakim harus memutus menguntungkan terdakwa
22. Secundum allegat iudicare: hakim terikat pada peristiwa yang diajukan, hakim bersifat pasif, para pihak menentukan luasnya pokok perkara.
23. Non diskriminatif: kesamaan para pihak dalam perkara perdata, pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (pasal 6 ayat 1 UU No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
24. Eigenrichting is ongoorloofd: dilarang main hakim sendiri.
25. Actor rei forum sequitur: penggugat harus menggugat di Pengadilan tempat tinggal tergugat (pasal 118 ayat 1 HIR).
26. Aequum pretium atau iustum pretium: harga haruslah layak.
27. Beyond reasonable doubt: asas dalam perkara pidana yang memerlukan bukti yang secara penuh meyakinkan.
28. Binding force of precedent : asas hakim terikat pada putusan sejenis terdahulu hal ini berlaku di Negara-negara anglosaxon.
29. Clausulla rebus sic stantibus: azas perjanjian hanya tetap berlaku bila keadannya sama.
30. Cogitationis poenam nemo patitur: tidak seorangpun dapat dihukum karena apa yang dipikirkan. Hukum hanya mengatur tingkah laku, tidak mengatur sikap batin seseorang.
31. Die normatieve kraft des faktischen: prilaku yang diulang-ulang mempunyai kekuatan mengikat.
32. Exception non adimpleti contractus: tangkisan bahwa pihak lawan dalma keadaan lali juga. Syarat batal selalu dianggap dicantumkan dalam perjanjian timbale balik (pasal 1266 KUHPerdata)
33. Iudex ne procedat ex officio: inisiatif untuk berperkara harus datang dari penggugat, dan hakim hanya bersifat menunggu.
34. Preponderance of evidence: bukti dalam perkara perdata yang lebih meyakinkan.
35. Res ipsa loquitor: barang bukti berbicara tentang dirinya sendiri, sehingga tidak perlu dibuktikan lagi.
36. Secundum allegata iudicare: hakim terikat pada peristiwaa yang diajukan oleh para pihak. Hakim tidak boleh memperluas atau memeprsempit pokok perkara.
37. Sens clair: kata-kata dalam perjanjian yang sudah cukup jelas, tidak boleh ditafsirkan.
38. Similia similibus: perkara yang sama/sejenis, harus diputus sama.
39. Stare decisis et quita non movere: hakim terikat pada putusan terdahulu.
40. Sui generis: ilmu hukum punya sifat tersendiri.
41. Summon ius, summa iniuria: semakin rinci peraturan, semakin terdesak keadilan.
42. Ubi societas ibi ius: dimana ada masyarakat, disana ada hukum.
43. Ubu jus unnu ertum, ibi jus nullum: dimana hukum tidak pasti, disitu tidak ada hukum.
44. Ultra petita non cognoscitur: hakim dilarang mengabulkan hal yang tidak dituntut (178 ayat 3 HIR).
45. Ultra vires: di lluar kekuasaan, kewenangannya.
46. Undue influence: penyalahgunaan keadaan.
47. Pactum tacitum: perjanjian mengikat, walaupun sepakat diberikan secara diam-diam. Contoh ongkos angkutan kota, ongkos cukur rambut dll.
48. Qui tacet consentire vidatur: diam berarti menyetujui
49. Clausula rebus sic stantibus: suatu persetujuan tetap berlaku, bilamana keadaan tetap sama.
50. Ubi lex, ibi poena: cirri undang-undang adalah sanksinya.
3. Hukum sebagai suatu sistem
Hukum sebagai suatu sistem memiliki 5 komponen sebagai sub sistemnya.
Komponen pertama: The Element of the legal system, bahwa hukum secara sinergis dibuat, dilaksanakan dan diawasi oleh elemen yang berbeda tetapi hakekatnya satu keutuhan. Legislative sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang dan yudikatif sebagai pengawas pelaksanaan undang-undang.
Undang-undnag yang dibuat, dilaksanakan dan diawasi oleh satu tangan bukanlah undang-undang tetapi kekuasaan dictator.
Komponen kedua. The division of the legal system. Bahwa hukum memiliki pembidangan sesuai dnegan jenis dan lingkup hal-hal yang diatur. Hubungan hukum pribadi diatur oleh hukum perdata, hubungan hukum dengan Negara diatur oleh hukum tata Negara dan tata pemerintahan dan hubungan antar Negara diatur oleh hukum internasional dll. Pembidangan tersebut juga dalam rangka sistem yaitu saling melengkapi dalam pilah hukum yang jelas dan tidak kabur pembatasannya.
Komponen ketiga. The consistency of the legal system. Bahwa hukum tidak boleh kontradiksi, dan apabila dijumpai terjadi hal seperti itu harus ada jalan penyelesaiannya yaitu hukum harus menanayakan kepada azas hukum dalam menyelesaikan persoalan kontradiksi hukum.
Misalnya: jika terjadi kontradiksi antara undang-undang dengan undang-undang, mak ajalan penyelesaiannya adalah azas hukum yang berbunyi;
- Lex posteriori derogat legi priori (undang-undang yang baru mengalahkan undang-undang yang lama)
- Lex specialis derogat legi generalis (peraturan yang lebih khusus mengalahkan peraturan yang umum)
- The higher statute prenvails over the lower statute (azas hukum kewerdaan; undang-undang yan glebih tinggi mengalahkan undang-undang yang lebih rendah.
Jika undang-undang bertentangan dengan putusan hakim maka jalan penyelesaiannya adalah azas hukum yang berbunyi: Lex judicata proveitate habitur (putusan hakim harus tetap dijalankan, walaupun bertentangan dengan undang-undang).
Demikian pada intinya azas-azas hukum adalah sebagai alat untuk dapat membuat hukum selallu berjalan konsisten.
Komponen keempat. The complitness of the legal system. Bahwa hukum itu harus lengkap. Akan tetapi disadari bahwa tidak ada undang-undang yang lengkap selengkap lengkapnya. Jika dijumpai undnag-undang tidak lengkap atau kabur, tidak jelas maka hakim dapat melakukan penafsiran dan argumentum dalam melengkapi undang-undang itu. Artinya bahwa penafsiran (interpretasi) dan argumentum yang dilakukan oleh hakim, adalah sebagai alat yang tersedia dalam rangka mencegah ketidaklengkapan undang-undang.
Penafsiran (interpretasi) dalam hukum ada 6 yaitu; (1) interpretasi yuridis (2) interpretasi grammatical (3) interpretasi historis (4) interpretasi sosiologis (5) interpretasi fillosofis (6) interpretasi futuristis. Sedangkan argumentum ada dua yaitu argumentum analogium dan argumentum accontrario.
Dengan interpretasi, hakim menciptakan hukum dengan memperjelas maksud dari undang-undang dan putusna yang berisi penafsiran itu dapat menjadi hukum yurisprudensi. Dan apabila tidak ada hukumnya, maka hakim dapat melakukan argumentum yaitu dengan argumentasi baik argumentasi melihat kesejenisan kasus (analogium) maupun dnegan logika yang berlawanan (accontrario) hakim dapat menciptakan hukum baru.
Komponen kelima. Legal consept of the legal system. Bahwa dalam hukum ada konsep-konsep hukum. Konsep konsep hukum meliputi bahasa hukum, dalil dalil hukum, doktrin doktrin hukum yang dalam hal tersebut secara khas hanya berlaku di dalam disiplin hukum.
4. Hubungan hukum dengan kekuasaan
Cirri utama dari norma hukum adalah bahwa hukum mempunyai sanksi yang dapat dijalankan secara memaksa. Norma lainnya tidak mempunyai kekuatan seperti itu.
Kekuatan memaksanya hukum, bukan terletak pada hukum itu sendiri, akan tetapi terletak pada penguasa yang membuat dan menegakkan hukum.
Jadi hukum tidak mungkin dapat dijalankana apabila tidak ada penguasa yang mendukungnya. Hakim menjatuhkan putusan, bahwa seseorang dipidana penjara 3 tahun. Yang melakukan eksekusinya adalah Kejaksaan. Tidak mungkin terpidana sendiri yang datang ke penjara dan masuk sel dengan sukarela.
Memang sangat diharapkan masyarakat akan mempunyai kesadaran hukum untuk melaksanakan hukum. Akan tetapi apabila masyarakat tidak mentaati hukum dan kahirnya harus dihukum, maka pelaksanaan dari saksi hukum secara memaksa haruslah dilakukan oleh penguasa. Adagium hukum berbunyi: “hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.
Hubungan timbale balik antara kekuasaan dan hukum adalah sebagai berikut:
a. Hukum merupakan salah satu sumber kekuasaan, dimana dnegan berdasarkan kepada hukum, orang dapat menjadi berkuasa.
b. Hukum juga merupakan pembatas kekuasaan, sebab dengan adanya hukum kekuasaan tidak menjadi sewenang-wenang.
c. Tujuan dari kekuasaan diarahkan oleh tujuan hukum. Utnuk kepentingan apa hukum itu dibuat, maka kekuasaan itu harus memnuju kepada kepentingan tersebut. Lazimnya adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat.
d. Sanksi hukum dapat berdaya guna dan berhasil guna kalau ada kekuasaan yang memberikan dukungan.
e. Penegakkan konstitusi, termasuk penegakan prosedur yang benar dalam pembinaan hukum harus didukung oleh kekuasaan.
Sistem aturan-aturan hukum utnuk kepentingan penegakannya akhirnya memang diperlukan, bukan oleh yang memegang kekuasaan tetapi juga oleh masyarakat yang memerlukan ketertiban dalam kehidupan berdasarkan hukum, dalam kenyataannya dapat berwujud karena:
a. Adanya keyakinan moral dari masyarakat.
b. Adanya persetujuan dari seluruh masyarakat
c. Adanya kewibawaan seoran gpemimpin
d. Kekuatan semata-mata
e. Kombinasi factor-faktor di atas.
Perlu dibedakan antara kekerasan dnegan kekuasaan. Kekerasan adalah kesewenang-wenangan tanpa berdasarkan kepada hukum. Kekuasaan adalah suatu kekuatan yang sah karena didukung oleh hukum.
Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman. Penerapan hukum memerlukan kekuasaan untuk mendukungnya. Kekuasaan itu perlu karena hukum bersifat memaksa dalam penerapannya. Tanpa kekuasaan, pelaksanaan hukum di masyarakat akan mendapat hambatan.
Adapun hubungan hukum dengan kekuasaan adalah:
Bahwa salah satu sumber kekuasaan adalah hukum. Agar hukum dapat dilaksanakan secara paksa, memerlukan hukum. Hukum merupakan alat pembatas kekuasaan.
Selain hukum; dapat juga dikemukakan sebagai sumber kekuasaan lainnya adalah:
- Kekuatan (kekuasaan fisik dan kekuatan ekonomi)
- Kewibawaan (karena charisma, moral, rohaniah dan intelegentian).
Kekuasaan akan dapat sukses dalam melaksanakan hukum apabila hukum yang digerakkan oleh kekuasaan dijalankan dengan senang hati oleh masyarakat.
Kekuasaan dapat dijalankan secara sukses, maupun secara tidak sukse. Kekuasaan yang sukses dapat dibagi dua:
Sukses efektif: penduduk mentaati penguasa dengan senang hati.
Sukses tidak efektif: penduduk mentaati penguasa karena terpaksa.
Kapan hukum yang didukung oleh kekuasaan dapat dijalankan dnegan senang hati? Apabila masyarakat sudah mempunyai tingkat kesadaran hukum yang tinggi.
Tingkat-tingkat kesadaran hukum, menurut Herbert Kelmann sebagai berikut:
COMPLIANCE: masyarakat mentaati hukum karena takut dihukum.
INDENTIFICATION: masyarakat mentaati hukum, karena senang pada penganjurnya.
INTERNALIZATION: masyarakat mentaati hukum, karena hukum dirasa cocok dengan prinsip-prinsip, tata nilai norma hidupnya.
Menurut Prof. DR. Soeryono Soekanto, indicator kesadaran hukum adalah:
- Pengetahuan tentang hukum
- penilaian terhadap hukum
- pemahaman terhadap hukum
- prilaku hukum
disamping itu individu dan factor lingkungan juga sangat berpengaruh pada pentaatan terhadap hukum.
Semakin tinggi penyelesaian masalah menurut prosedur hukum, maka semakin tinggi kesadaran hukum di masyarakat tersebut.
5. Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai alat pemabahruan masyarakat berasal dari pemikiran Roscoe Pound dalam bukunya yang terkenal “An Introduction to the Philosophy of Law (1954)”, dengan memakai istilah “Law As a Tool of Social Engineering” atau hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat.
Sebagai “alat”, jadi hukum itu dipergunakan untuk merubah masyaraakt secara sengaja oleh penguasa. Misalnya hukum dipakai alat untuk merubah kebiasaan, perilaku, adat, atau untuk membentuk masyarakat bercorak tertentu yang dikehendaki oleh penguasa.
Di Negara yang menganut azas preseden (anglosaxon), yurisprudensi berperan penting, disamping undang-undanng, sedangkan di Negara Eropa Continental, undang-undang yang berperan penting, sedangkan yurisprudensi tidak terlalu menentukan. Di Indonesia, banyak dapat dijumpai undang-undang dibuat sengaja sebagai alat untuk melakukan perubahan dalam masyarakat. Misalnya UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dipakai untuk penguasa untuk menciptakan masyarakat monogamy di Indonesia, dll.
Prof.Dr.Muchtar Kusumaatmaja, memakai istilah :Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat”. Sarana dibedakan dengan alat, sebab sarana sejenis jalan, atau petunjuk jalan, sehingga melalui jalan itu masyarakat dapat masuk kea rah pembaharuan tanpa adanya untuk paksaan. Dengan demikian Undang-undang yang disediakan sebagai sarana pembaharuan masyarakat, haruslah sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat.




BAB III
HUBUNGAN HUKUM DENGAN NILAI SOSIAL BUDAYA
Filsafat hukum jika dilihat dari perspektif kebudayaan.
Kebudayaan merupakan karya manusia yang berupa rasa (spiritualitas) dan karsa (intelektualitas, akal).
1. rasa (spiritualitas)
Berdasarkan kebajikan rasa berkaitan dengan seni. Adapun macam-macam seni yaitu:
a. seni prilaku meliputi falsafah kehidupan dan konsep digambarkan oleh serasi, selaras, seimbang, harmonis, lestari (SSSHL)
- selaras  konsisten, inkonsistensi, tidak ada konflik
- seimbang  dekat kemana-mana/ dapat menempatkan diri pada tempatnya
- harmonis  serasi, selaras, seimbang itu sistematik berjalan dalam suatu sistem.
- lestari  harmoni menjadi ajeg, langgeng/indah, perilaku yang indah.
b. seni suara
c. seni rupa memiliki nilai-nilai keindahan
d. seni tari
2. karsa (intelektualitas/akal)
Berdasarkan pada moral. Akal merupakan factor dominan prilaku bermoral. Hal yagn masuk akal lazimnya bermoral begitu juga sebaliknya. Karsa merupakan kebudayaan yagn lahir didorong oleh intelektualitas.
Karsa berkaitan dengan ilmu yang meliputi:
a. ilmu hukum: nilai yang dijunjung tinggi adalah keadilan. Jika diimplementasikan kepada kebudayaan Bali diumpamakan sebagai hukum adat bali.
b. ilmu sosial: nilai yang dijunjung tinggi adalah keadilan sosial. Jika diimplementasikan kepada kebudayaan bali diumpamakan seperti bahasa bali.
c. ilmu ekonomi: nilai yang dijunjung tinggi adalah kemakmuran. Jika diimplementasikan kepada kebudayaan bali diumpamakan seperti subak, kertamasa.
d. ilmu teknologi: nilai yang dijunjung tinggi adalah kepraktisan. Jika diimplementasikan kepada kebudayaan bali diumpakan seperti arsitektur tradisional bali.
e. ilmu medis: nilai yang dijunjung tinggi adalah kesehatan. Jika diimplementasikan kepada kebudayaan bali diumpamakan seperti usada bali.
HAK MILIK SEBAGAI OBYEK PEMBAHASAN DARI FILSAFAT HUKUM
hukum posistif hukum yang dinyatakan berlaku oleh penguasa saat ini.
Hukum adat dinyatakan berlaku tapi hidup.
Hukum posistif: dinyatakan berlaku tapi mati.
hak milik dilepaskan dalam arti dijual, maka prosesnya adalah:
1. obligatoire overeenkorn, perjanjian yang bertujuan untuk mengalihkan hak atas tanah itu manakla surat-surat yang diperlukan belum lengkap, sambil menunggu kelengkapan tersebut dibuatkanlah obligatoire overeenkorn ini.
2. levering yang terdiri dari:
a. yuridische levering : akte jual beli (mengalihkan hak atas tanah secara hukum). Dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
- essensalia
- naturalia
- aksidentalia
b. faitelijke levering: penyerahan tanah itu pada pihak pembeli dan pembeli menguasai dengan itikad baik sebagai pemegang bezit (pasal 531 KUHPerdatakedudukan itu beritikad baik, manakala si yang memegangnya memperoleh kebendaan tadi dengan cara memperoleh hak milik, dalam mana tak tahulah dia akan cacat cela yang terkandung di dalamnya.
OBYEK PEMBAHASAN FILSAFAT HUKUM
1. Hak milik memberikan eksistensi terhadap manusia sehingga punya hak, kewajiban dan wewenang.
- Kewajiban (narasi besar)
- Kewenangan (penyeimbang)
- Hak (narasi kecil)
Kewajiban dan hak tanpa kewenangan disebut non-eksis.
2, 3,4,5….dst.
PERJANJIAN SEBAGAI OBYEK PEMBAHASAN FILSAFAT HUKUM
1. - perjanjian mengikat sebagai UU (pasal 1338 ayat 1)
- perjanjian tidak dibatalkan secara sepihak (Pasal 1338 ayat 2)
2. perjanjian harus ditaati (asas pacta sunt servada) pasal 1338 ayat 3.
3. agama-agama khususnya memanah pada utang piutang sebagai ikatan spiritualitas.
Fakta manusia : “ yang diucapkan akan lenyap, yang dituliskan akan abadi”
Perjanjian simulasi ( pasal 1873 KUHPerdata: perjanjian-perjanjian lebih lanjut, yagn dibuat dalam suatu akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli, hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta, dan para ahli warisnya atau orang-orang yagn mendapat hak dari mereka, tetapi tidak dapat berlaku terhadap orang-orang pihak ketiga).
FILSAFAT HUKUM DALAM PERSPEKTIF IMPLEMENTATIF (pemahaman penerapannya)
1. kewajaran memberi penghargaan kepada sisi kewajaran manusia:
330 KUHPerdata: belum dewasa adalah mereka yagn belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahullu telah kawin.
1330 KUHPerdata: tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
1. orang-orang yang belum dewasa
2. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membaut perjanjian-perjanjian tertentu.
1446 KUHPerdata: semua perikatan yagn dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yagn ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yagn dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan-perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yagn bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa yagn telah mendapat suatu pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekadar perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka.
433 KUHPerdata: setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang-kadang cakap mempergunakan pikirannya.
Seorang dewasa boleh juga ditaruh di bawah pengampuan karena keborosannya.
1330 KUHPerdata: tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:
1. orang-orang yang belum dewasa
2. mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
3. orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membaut perjanjian-perjanjian tertentu.
1446 KUHPerdata: semua perikatan yagn dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yagn ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yagn dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan-perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yagn bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa yagn telah mendapat suatu pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekadar perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka.

Pasal 330 < 21 belum cakap
Pasal 1330  tidak cakap
Pasal 433  orang dungu, sakit otak, mata gelap  pengampuan
Pasal 1330 tidak cakap
Pasal 1446 dapat dibatalkan
2. kemerdekaan : filsafat hukum dalam perspektif implementatif  memberi penghargaan terhadap sisi kemerdekaan manusia.
1320: I jo 1321, 1338 etc.
1321 (dwang: paksaan, dualing: kekhilafan, bedrog: penipuan)dapat dibatalkan (pasal 1449 KUHPerdata)
Pasal 1321 tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atua penipuan.
Pasal 1449 perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan, kekhilafan atau penipuan menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya.
- Undue influence
- Yustium pretium

Tidak ada komentar:

Posting Komentar