Jumat, 03 Februari 2012

HUKUM INVESTASI

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam menciptakan iklim investasi yang baik diperlukan perkembangan pembangunan yang tentunya memunculkan banyak pendapatan-pendapatan daerah yang dihasilkan. Khususnya di Bali, dengan pembangunan hotel-hotel berbintang, restaurant, villa yang belum tentu mendapatkan izin dari pemerintah. Karena banyak yang beranggapan bahwa jika pembangunan terhambat maka akan menimbulkan investasi yang sementara yang dapat merugikan pemerintah. Sedangkan investasi yang diharapkan pemerintah adalah investasi yang temporer/berkelanjutan sehingga dapat menunjang perekonomian nasional. Namun tidak disadari bahwa pembangunan-pembangunan pada masa kini adalah pembangunan-pembangunan yang seperti main bola tanpa gawang. Antara lain pembangunan yang terus berlanjut tanpa tahu tujuan dari pembangunan tersebut dan melenceng dari arah kebijakan investasi yang telah ditetapkan karena terlalu sibuk membangun dan membangun tanpa memperhatikan batas-batas pembangunan serta mengabaikan kesucian Pulau Bali. Misalnya pembangunan hotel berbintang di pinggir pantai yang melebihi ketinggian Kawasan Suci Pura di pinggir pantai tersebut serta banyaknya pembangunan villa-villa liar yang tanpa izin dari pemerintah. Dengan demikian secara tidak langsung fenomena-fenomena investasi di Bali ini tidak jarang menyimpang dari konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali yang dari dulu dipegang teguh oleh masyarakat adat Bali. Namun kini konsep tersebut perlahan akan diperkirakan mulai punah karena saking gencarnya persaingan penanaman modal asing di Bali yang dapat menjamin perolehan keuntungan yang besar bagi para penanam mosal dan kecipratan pada pendapatan daerah.

Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat paper dengan judul ”KASUS-KASUS INVESTASI DI BALI YANG BERBENTURAN DENGAN KONSEP TRI HITA KARANA DAN BHISAMA DI BALI”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa saja contoh-contoh kasus investasi di Bali yang bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali?
1.2.2 Bagaimanakah upaya pemerintah dalam mengantisipasi menggebu-gebunya penanam modal asing sehingga tetap dapat berpegang teguh pada konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Mengetahui contoh-contoh dari kasus investasi di Bali yang bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali.
1.3.2 Mengetahui lebih jauh upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengantisipasi menggebu-gebunya penanam modal asing sehingga tetap dapat berpegang teguh pada konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali.









BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Kasus-kasus Investasi di Bali yang Berbenturan dengan Konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali
Pro – kontra penerapan rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Bali oleh kabupaten dinilai telah menghambat pengembangan bisnis properti di Bali. Sehingga Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI) Bali mendesak Gubernur Bali dan Bupati se-Bali untuk segera menyelesaikan kasus pro-kontra penerapan RTRWP Bali. belum disesuaikannya RTRW kabupaten oleh para bupati telah menyebabkan ketidakpastian hukum, sehingga para pengembang perumahan kesulitan dalam menentukan lokasi. Selain itu ketidak jelasan penyesuaian RTRWP Kabupaten juga menghambat proses perizinan. Hal ini juga dapat memacu pemabngunan-pembangunan liar di Bali karena sulitnya mendapat perizinan pembangunan serta banyaknya pembangunan di Bali yang bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali karena kasus pro kontra penerapan RTRWP Bali. Adapun contoh-contoh kasus investasi di Bali yang bertentangan dengan Konsep Tri Hita karana dan Bhisama di Bali yaitu:
Ramada Hotel & Suites Sakala Proyek Hunian Pinggir Pantai Pertama di Tanjung Benoa
Pengembang Total Camakila Development memperkenalkan proyek hunian pinggir pantai pertama di Tanjung Benoa Bali yaitu Ramada Hotel & Suites Sakala. Selain menjadi proyek hunian pinggir pantai pertama, Ramada Hotel & Suites Sakala juga akan menjadi kondominium hotel (kondotel) pertama di Tanjung Benoa, Bali. Tempat tinggal bergaya resort ini, menurut Presiden Direktur Total Camakila Development, Rudi Komajaya, sebenarnya sudah diluncurkan pada November tahun lalu. Pembangunan Ramada Hotel & Suites Sakala ini sudah dimulai sejak Desember 2010, setelah launching. Dijadwalkan pembangunan akan rampung pada akhir tahun 2012. Selain itu, proyek seluas 2,4 hektar ini akan menghadirkan 219 suite dengan satu kamar tidur, 22 suite dengan dua kamar tidur, dan 14 vila eksklusif dengan kolam renang pribadi.
Pullman Bali Legian Nirwana (Accor International)
Bali memang layak dijuluki sebagai pulau Dewata, betapa tidak, beragam tempat eksotis tersebar di pulau ini. Mulai dari garis pantainya yang panjang hingga kehidupan budayanya yang menawan jutaan turis datang setiap tahun. Tercatat di kawasan Asia, menurut hasil survei dari majalah wisata terkemuka Travel & Leisure, Bali merupakan tujuan nomor satu para wisatawan terkini, menggeser Pattaya, Thailand. Melihat peluang Bali yang menjanjikan itu, PT. Bakrieland Development Tbk yang merupakan salah satu pemimpin pasar properti di Indonesia, akhirnya menghadirkan investasi menarik berupa properti berkonsep bisnis perhotelan dan kondominium yang akan berdiri megah tepat di depan garis Pantai Kuta, Bali. Bisnis hotel bintang lima ini sendiri nantinya akan dikelola sepenuhnya oleh Pullman Bali Legian Nirwana (Accor International). Dengan luas yang mencapai 2,4 ha, tempat ini terdiri dari 5 bagian sayap dan memiliki kamar hotel sebanyak 360 unit. Beragam fasilitas yang mendukung konsep Kondotel ini juga tersedia untuk menjamin kenyamanan para pengguna hotel seperti kolam renang berkonsep infinity, area komersil berupa ruangan pertemuan dan business center, selain itu terdapat juga sarana relaksasi berupa Le Nirwana Spa yang berpadu dengan pusat kebugaran. Atmosfer pantai Kuta Bali dengan pemandangan pantainya yang eksotis tentunya akan menambah sensasi kehidupan yang berbeda saat Anda berada di sini. Sebagai sebuah investasi, Pullman Bali Legian Nirwana merupakan pilihan tepat nan menggiurkan karena selain mendapatkan garansi sewa, konsumen juga memiliki peluang meraup keuntungan besar dari kenaikan harga, disamping tentunya komplimen menginap gratis tiap tahunnya.
Hotel Harris Bukit Jimbaran atau The Jimbaran View
Bali akan memiliki hotel tertinggi yaitu Hotel Harris Bukit Jimbaran atau The Jimbaran View mengingat letaknya yang tinggi di Banjar Werdhi Kesala Bukit Ungasan Kuta Selatan Bali. Untuk tahap pertama, hotel bintang empat ini dibangun 230 kamar di atas lahan seluas 4,7 hektar dan tahap kedua dibangun 80 unit kamar di atas lahan 2,5 hektar. Pemilik hotel memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Pemkab Badung yang memberikan izin pembangunan hotel ini, sehingga bisa memberikan sumbangan pendapatan daerah, sekaligus memberikan lapangan pekerjaan bagi generasi muda. Pihak manajemen Tauzia yang bakal mengelola hotel ini, menyambut baik kerja sama ini sehingga memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan pariwisata Bali. Pihaknya juga akan terus meningkatkan kerja sama pembangunan hotel dengan putra-putra lokal, sehingga juga memberikan dampak bagi pembangunan setempat. Wabup Badung Sudikerta menyebutkan, dengan terwujudnya perekonomian yang bagus, maka akan memberikan peluang investasi seluas-luasnya. Sebaliknya, tanpa investasi, maka pembangunan di segala bidang juga tak bisa berjalan lancar. Khusus bagi para investor yang akan menanamkan modal di Badung.
Menurut saya, sebenarnya pembangunan hotel-hotel dan villa di pinggir pantai telah merusak view atau keasrian pemandangan di Bali. Mudahnya izin-izin dari pemerintah di Bali untuk membangun hotel-hotel berbintang di Bali karena tergiur dengan rupiah-rupiah hasil dari aset investasi yang dapat masuk ke pendapatan daerah dengan mengabaikan keasrian Pulau Dewata Bali sehingga secara tidak langsung lambat laun akan menghilangkan tradisi dan budaya Bali karena didominasi oleh budaya barat di Bali. Dengan demikian kasus-kasus investasi yang menunjukkan niat yang menggebu-gebu dari para investor asing mengancam punahnya bhisama dan konsep Tri Hita karana di Bali. Hotel-hotel dan villa-villa di pinggir pantai secara tidak langsung menyebabkan kotor (leteh) kawasan suci di pinggir pantai sehigga dalam hal ini dapat dikatakan merusak kesucian Pulau Bali dengan dilanggarnya konsep yang dipegang teguh oleh masyarakat adat bali.
Daftar 25 Vila dan Restoran yang Langgar Kesucian Pura Uluwatu Jimbaran Bali

Vila dan restoran yang berdiri di radius lima kilometer dari Pura Uluwatu dinyatakan melanggar kawasan tempat suci. Gubernur Bali mengeluarkan daftar 25 vila, restoran, dan rumah yang melanggar Perda No 16 Tahun 2009 tentang RTRW. Perda No 6 Tahun 2009 tentang rencana RTRW Bali Tahun 2009-2029 menyatakan kawasan tempat suci mencangkup Pura Sad Kahyangan, Pura Dang Kahyangan, dan Pura Kahyangan Tiga. Pura Uluwatu, Jimbaran merupakan salah satu pura yang termasuk kategori Pura Sad Kahyangan. Sepanjang radius lima kilometer dari Pura Uluwatu tidak boleh didirikan bangunan, baik rumah, restoran, vila, dan hotel.
Berikut daftar 25 vila, restoran, dan rumah yang dinyatakan melanggar kesucian Pura Uluwatu:
1. C 151
2. Island View (Bar & Grill Uluwatu)
3. Temperan Saong Bintang
4. Villa Home Stay
5. Mama Tenny Smithh Inn
6. Villa Bayuh Saba
7. The Istana Villa
8. Bali Villas
9. Bali Indo Wedding
10. Uluwatu Resort
11. Gobleg In
12. Pondok Pugir
13. Jakco House
14. Sandat Mas Cottages
15. Fortune Surf Camp
16. Tanah at Ulus
17. Suluban Villa
18. Gland Jojo’S Surf Camp
19. Blue Point
20. The Lagen Clif
21. The Gong Warung
22. Tirtha Bridal
23. Puri Bali
24. Rumah tinggal Roberto Borneto
25. Rumah tinggal Ketut Widana

2.2 Upaya-upaya yang Dilakukan Pemerintah dalam Mengantisipasi Menggebu-gebunya Penanam Modal Asing Sehingga Tetap Dapat Berpegang Teguh pada Konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali
Tiga surat yang dilayangkan Gubernur Bali Made Mangku Pastika ke pemkab intinya mengingatkan kepala daerah kabupaten/kota, terutama di Badung, Gianyar dan Denpasar untuk menegakkan Perda Nomor 6 Tahun 2009 tentang RTRWP Bali. Salah satu surat Gubernur Bali bernomor 645/61/Satpol PP tertanggal 14 Januari 2011. Surat tersebut untuk mengingatkan kepala daerah di Badung agar menertibkan bangunan yang melanggar radius kawasan suci Pura Uluwatu. Selain itu ada bangunan vila yang tak memiliki kelengkapan perizinan sebagaimana diisyaratkan peraturan daerah di Badung. Bangunan yang melanggar izin tersebut kebanyakan vila. Misalnya ada vila yang sudah mempunyai izin prinsip tetapi tak memiliki izin mendirikan bangunan. Ada sebuah bangunan tempat tinggal yang dihuni bule kenyataannya dipakai tempat penginapan. Salah satu hal yang memalukan adalah bangunan Hotel Western yang sudah berdiri megah, tetapi belum memiliki perizinan secara lengkap. Kenapa bangunan vila atau hotel itu dibiarkan sedemikian lama tak berizin. Atas dasar itu, Gubernur Bali bersurat kepada Bupati Badung untuk mengingatkan bangunan yang melanggar peraturan. Selain surat kepada Bupati Badung, Gubernur juga melayangkan surat bernomor 570/1665/BPM. Surat Gubernur Bali ini ditujukan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal RI di Jakarta. Isinya, penghentian sementara pemberian izin penanaman modal untuk bidang jasa akomodasi (hotel berbintang dan hotel melati) terhadap permohonan yang diajukan investor, baik penanaman modal asing maupun dalam negeri. Langkah ini diambil dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan di Provinsi Bali di samping menjaga kelangsungan pembangunan di Bali yang berwawasan budaya, lingkungan. Pemberhentian sementara atas penerbitan persetujuan prinsip (pendaftaran penanaman modal) tersebut berlaku sejak 5 Januari 2011 sampai ada kajian detail terhadap kelayakan kebutuhan terhadap bidang usaha jasa akomodasi di Bali.
Kabag Publikasi dan Dokumentasi Humas dan Protokol Provinsi Bali Drs. Ketut Teneng, M.Si. menyatakan latar belakang keluarnya surat ini setelah adanya pertemuan Gubernur Bali dengan komponen pariwisata di Jaya Sabha beberapa bulan lalu. Dalam pertemuan itu berbagai komponen pariwisata menyoroti banyaknya bangunan hotel dan vila ilegal di Bali Selatan. Di samping itu, ada keinginan mereka untuk menyeimbangkan pembangunan akomodasi pariwisata antara Bali Selatan dan Utara. Sebab, selama ini investasi bidang perhotelan itu numplek di Bali Selatan. Atas surat Gubernur Bali yang dilayangkan ke BKPM Jakarta itu, tim BKPM yang dimediasi tim dari Pemprov Bali telah turun ke Badung, Gianyar dan Denpasar untuk melihat keberadaan fasilitas hotel. Tim BKPM tampaknya memahami keluarnya surat tersebut. Selanjutnya tim sependapat untuk sementara dihentikan pembangunan hotel berbintang dan melati di Badung, Denpasar, dan Gianyar sampai menunggu kajian lebih lanjut. Sedangkan surat ketiga bernomor 660.1/2080/Bid. Was BLH intinya pengendalian pemanfaatan ruang sesuai Perda RTRWP Bali.
Upaya lain yang dilakukan khususnya di Kabupaten Gianyar, yaitu Revisi Jalur Hijau di Sepanjang Kawasan Pantai Gianyar Bali. Bupati Gianyar Tjok Oka Artha Ardana Sukawati merevisi ketentuan jalur hijau di sepanjang kawasan pantai di Gianyar setelah mendapat persetujuan dari DPRD Gianyar. Ketentuan jalur hijau yang diatur oleh Perda nomor 4 tahun 1998 dan SK Bupati nomor 227 tahun 2002 tentang RDTR kawasan pariwisata Lebih dan SK Bupati nomor 289 tahun 2003 soal radius kesucian pura dilakukan revisi. Persetujuan itu dituangkan dalam keputusan DPRD Gianyar nomor 12 tahun 2010. Isinya, SK Bupati nomor 227 tahun 2002 tentang RDTR kawasan pariwisata Lebih khususnya pasal 29 dilakukan revisi. Sebelah Selatan jalan dengan kedalaman 200 meter tidak lagi ditetapkan sebagai RTH (ruang terbuka hijau) dengan KDB (koefisien dasar bangunan) 0 persen, tetapi cukup mempertimbangkan sepadan jalan sesuai aturan yang berlaku. Pada sebelah selatan jalan arteri Tohpati Kusamba, ruang antara RTH 0 persen (kedalaman 200 meter) dengan sepadan pantai 100 meter dari titik pasang dapat dibangun tanpa memperhatikan produktivitas tanah dengan KDB 40 persen.
Untuk Perda nomor 4 tahun 1998 tentang larangan mendirikan bangunan-bangunan pada jalur sebelah-menyebelah sepanjang jalan dalam wilayah daerah kabupaten daerah tingkat II Gianyar perlu dihapus, khususnya akses jalan menuju pantai. Sedangkan SK Bupati nomor 289 tahun 2003 tentang penetapan dan pematokan batas-batas radius kawasan suci dan tempat suci di sepanjang pantai Gumicik Lebih Kabupaten Gianyar tetap diperkenankan sebagai acuan dalam rangka memberikan peluang terhadap laju pembangunan di kawasan pariwisata Lebih, khususnya yang berdekatan dengan tempat suci (Sad Kahyangandan Dhang Kahyangan).Keputusan yang berlaku sejak kemarin ini, pada bagian akhir menyebutkan, khusus sepadan pantai secara normatif ditetapkan 100 meter dari arus pasang tertinggi di mana sampai saat ini sudah banyak terjadi pelanggaran sehingga untuk itu perlu diambil kebijakan, di antaranya bangunan yang hanya memiliki sepadan pantai 25 meter ke bawah akan diberikan izin bersyarat selama 5 tahun. Bangunan yang memiliki sempadan pantai di atas 25 meter dan di bawah 100 meter akan diberikan izin bersyarat selama 10 tahun. Sedangkan khusus untuk tempat-tempat yang sudah lazim digunakan untuk kepentingan kegiatan sosial dan keagamaan sempadan pantainya tetap mengikuti aturan yang berlaku.

















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Kasus-kasus investasi yang bertentangan dengan Konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali yaitu pembangunan hotel berbintang antara lain Ramada Hotel & Suites Sakala Proyek Hunian Pinggir Pantai Pertama di Tanjung Benoa, Pullman Bali Legian Nirwana (Accor International), Hotel Harris Bukit Jimbaran atau The Jimbaran View serta 25 villa, restaurant, rumah yang melanggar kesucian Pura Uluwatu. Hal ini dikarenakan bangunan-bangunan tersebut menghalangi (view) pemandangan pinggir pantai dan mengikis lapisan struktur tanah di pinggir pantai serta secara tidak langsung menyebabkan leteh kawasan suci di Bali.
3.1.2 Upaya pemerintah untuk mencegah pelanggaran konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali yaitu penghentian sementara pemberian izin penanaman modal untuk bidang jasa akomodasi (hotel berbintang dan hotel melati) terhadap permohonan yang diajukan investor, baik penanaman modal asing maupun dalam negeri. Sedangkan di Gianyar dilakukan revisi terhadap jalur hijau di kawasan pinggir pantai Gianyar Bali.





3.2 Saran
3.2.1 Sebaiknya pembangunan-pembangunan di Bali dapat dilanjutkan asal sesuai dengan arah kebijakan investasi dari proses penanaman modal yang sehat dalam arti membangun setelah mendapat izin dari pemerintah yang setempat yagn bersangkutan. Serta untuk mendapatkan izin itu agar tidak terjadi pembangunan liar adalah menyederhanakan proses dan tata cara perizinan dan persetujuan dalam rangka penanaman modal dengan mempertimbangkan konsep Tri Hita Karana dan Bhisama di Bali. Dengan demikian pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan iklim investasi yang sehat juga dapat memberikan masukan ke pendapatan daerah dan mengembangkan perekonomian nasional.

3.2.2 Upaya pemerintah dalam menjaga Konsep Tri Hita Karana dan Bhisama yang telah dipegang teguh oleh masyarakat Hindu Bali seharusnya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melaksanakan keputusan dari RTRWP Bali yang mengizinkan pembangunan yang melebihi 15 meter karena hal ini yang akan merusak kesucian Pura dimana dalam Tri Hita Karana hubungannya dengan Parhyangan (manusia dengan Tuhan). Di luar daripada itu, alangkah baiknya pemerintah tidak mengadakan kebijakan yang seringkali berubah-ubah, menghapus proses birokrasi yang terlalu panjang, memberikan skema insentif baik pajak maupun nonpajak, menyempurnakan berbagai produk hukum dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan baru yang lebih menjamin iklim investasi yang sehat serta menyempurnakan proses penegakan hukum dan penyelesaian sengketa yang efektif dan adil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar