Jumat, 03 Februari 2012

HUKUM PASAR MODAL

1. Apakah menurut anda konsep levering dalam KUHPerdata analog dengan scripless trading?
Jawaban:
Berkaitan dengan prinsip-prinsip levering sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampaknya kontradiktif dengan ketentuan levering dari efek-efek yang yang ada di pasar modal, terutama jika dilakukan dengan pengalihan lewat jalur scripless trading sebab scripless trading itu sendiri merupakan perdagangan tanpa warkat yaitu sistem perdagangan elektronik yang merubah sertifikat saham ke dalam bentuk elektronik agar dapat mewujudkan mekanisme yang dapat menciptakan efisiensi dan keamanan dalam melakukan transaksi dan juga dapat menghilangkan berbagai kendala yang selama ini sering menimbulkan hambatan atau berbagai dispute yang terjadi di pasar modal. Sedangkan konsep-konsep levering dalam KUHPerdata hak milik hanya dapat dialihkan apabila dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika terhadap benda bergerak (seperti saham, Pasal 60 ayat (1) Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juncto Pasal 511 KUHPerdata, maka peralihan haknya (levering) dapat dilakukan dengan jalan penyerahan nyata dari benda tersebut (Pasal 612 KUHPerdata). Untuk benda-benda tidak bergerak, penyerahan dilakukan dengan suatu akta autentik dengan ancaman batal (Pasal 617 KUHPerdata. Dalam hal ini, sejauh yagn menyangkut dengan tanah dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan peralihan hak tersebut harus didaftarkan pada pejabat yagn berwenang. Sementara itu, dalam KUHPERdata, peralihan hak (levering) atas piutang atas nama (seharusnya termasuk surat-surat berharga obligasi, commercial paper dan sebagainya) dilakukan dengan jalan membuat suatu akta autentik. Jadi disini dengan jelas bahwa konsep levering dalam KUHPerdata sangat kontradiktif dengan Scripless Trading.
2. Apakah Undang-Undang Pasar Modal di Indonesia mengenal scripless trading?
Jawaban:
Undang-Undang Pasar Modal jelas telah mengenal scripless trading karena dasar hukum dari Scripless Trading tersebut adalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang diundangkan pada tanggal 10 November 1995 dengan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64. Hal tersebut ditunjukkan dalam ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 disebutkan bahwa Penyelesaian transaksi bursa dapat dilaksanakan dengan penyelesaian pembukuan, penyelesaian fisik, atau cara lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya di dalam penjelasan umum terhadap Pasal 55 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan “penyelesaian pembukuan” (book entry settlement) dalam ayat ini adalah pemenuhan hak dan kewajiban yang timbul sebagai akibat adanya transaksi bursa yang dilaksanakan dengan cara mengurangkan efek dari rekening efek yang satu dan menambahkan efek tersebut pada rekening efek yang lain pada kustodian, yang dalam hal ini dapat dilakukan secara elektronik. Peralihan hak atas efek terjadi pada saat penyerahan efek atau pada waktu efek tersebut dikurangkan dari rekening efek yang satu dan kemudian ditambahkan pada rekening efek yang lain. Sedangkan yang dimaksud dengan penyelesaian fisik dalam ayat ini adalah penyelesaian transaksi bursa yagn dilakukan langsung oleh setiap perantara pedagang efek yagn melakukan transaksi berdasarkan serah terima fisik dari warkat. Dari ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, dapat diterangkan lebih lanjut bahwa perdagangan saham itu dapat dilaksanakan secara scripless trading, artinya perdagangan saham itu dapat dilakukan dengan tanpa warkat saham. Hal ini tampak dari adanya kalimat di dalam pasal 55 ayat (1) tersebut yang menyatakan bahwa penyelesaian transaksi bursa dapat dilaksanakan dengan cara “penyelesaian pembukuan” (book entry settlement), yakni transaksi bursa yang dilaksankaan dengan cara mengurangkan efek dari rekening efek yang satu dan menambahkan efek tersebut pada rekening efek yang lain, secara elektronik. Ketentuan pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 beserta penjelasannya inilah yang menjadi dasar hukum dilaksanakan perdagangan efek tanpa warkat atau yang lebih dikenal dengan istilah scripless trading.
3. Apa yang dimaksud dengan demutualisasi dan apa konsekuensinya apabila prinsip ini diterapkan di bursa efek Indonesia?
Jawaban:
Demutualisasi adalah proses perubahan struktur kepemilikan organisasi dari struktur kepemilikan yang terbatas pada anggota, menjadi struktur kepemilikan yang lebih luas. Proses demutualisasi akan diikuti perubahan orientasi organisasi dari orientasi non-profit menjadi berorientasi profit. Organisasi yang telah menjalani proses demutualisasi akan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. bermotif mencari keuntungan (for-profit motive)
2. Kepemilikan saham tidak terbatas pada anggota
3. Memungkinkan terjadinya pengalihan saham secara bebas (freely transferable), setelah saham dicatatkan di Bursa Efek
4. Ada pemisahan yang jelas antara pemilik, pengambil keputusan dan pelaku pasar
5. Penambahan modal dapat dilakukan melalui berbagai sumber
Konsekuensi dilaksanakannya demutualisasi di Bursa Efek Indonesia yaitu terlihat pada Model Operating Holding Company Non SRO yaitu model demutualisasi dimana perusahaan anak, yakni Lembaga Bursa Efek yang saat ini ada, membentuk perusahaan induk terlebih dahulu. Perusahaan induk tersebut kemudian menjadi pemegang saham mayoritas dari perusahaan anak. Perusahaan induk ini tidak melakukan kegiatan operasional Lembaga Bursa Efek, sehingga kegiatan operasional Lembaga Bursa Efek tetap dijalankan oleh perusahaan anak tersebut. Dalam pengelolaan Lembaga Bursa Efek pasca demutualisasi, menimbulkan terjadinya penyalahgunaan wewenang atau permasalahan dalam hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak atau antara pemegang saham perusahaan induk dengan perusahaan anak. Selain itu, karena adanya perbedaan karakteristik dengan Emiten/Perusahaan Publik yang selama ini ada di Pasar Modal Indonesia maka perlu ditetapkan suatu Pedoman GCG yang khusus mengenai pengelolaan Lembaga Bursa Efek pasca demutualisasi.
4. Apakah menurut anda prinsip Good Corporate Governance (GCG) penting diterapkan dalam kegiatan pasar modal?
Jawaban:
Menurut saya, prinsip Good Corporate Governance (GCG) sangat penting diterapkan dalam kegiatan pasar modal sebab penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance oleh semua pelaku di pasar modal Indonesia merupakan salah satu faktor yang mampu membangun dan mewujudkan pasar modal yang sehat. Penerapan prinsip GCG ini dibuat untuk melindungi kepentingan pemegang saham publik dari adanya transaksi yang merugikan kepentingan investasinya. Ide dasar yang muncul dari GCG ini adalah untuk memisahkan fungsi dan kepentingan di antara para pihak (skateholder) dalam suatu perusahaan, yaitu pihak yang menyediakan modal atau pemegang saham, pengawas dan pelaksana sehari-hari usaha perusahaan dan masyarakat luas. Dengan pemisahan tersebut perusahaan akan lebih efisien. Dalam perkembangan selanjutnya CG dijadikan sebagai aturan atau standar di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direksi, manajer dengan merinci tugas dan wewenang serta pertanggungjawaban kepada pemegang saham. CG mengandung prinsip-prinsip yang melindungi kepentingan perusahaan, pemegang saham, manajemen, board of directors, dan investor serta pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut adalah melalui penerapan fairness, transparancy, accountability dan responsibility. Ide dasar yang kedua adalah untuk memberdayakan pemegang saham minoritas dalam melindungi kepentingannya dalam kaitannya dengan perbuatan pengelola perusahaan. Dengan pemberdayaan melalui peraturan, pemegang saham minoritas bisa mempunyai kekuasaan untuk menghentikan perbuatan perusahaan yang berpotensi merugikan perusahaan sehingga pada gilirannya akan mengurangi pendapatan perusahaan/deviden. Sedangkan keseriusan dunia usaha dan pemerintah Indonesia untuk membangun kode perilaku pengelolaan perusahaan secara bertanggungjawab diwujudkan dengan membentuk Komisi Nasional GCG dengan merumuskan Kode GCG versi 3.1 yang memuat hal-hal yaitu perlindungan hak pemegang sham, skateholder, eterbukaan dan transparansi serta peranan direksi perusahaan. Salah satu otoritas terkait yagn mempunyai peluang untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG adalah BAPEPAM. Pasar modal merupakan salah satu sector industri jasa keuangan yang amat penting. Oleh karena itu, sudah pada tempatnya jika Bapepam terus berupaya untuk menintensifkan penerapan GCG pada perusahaan publik dan emiten.

STANDAR INTERNASIONAL
Dengan semakin majunya infrastruktur, semakin berdayanya pelaku pasar, semakin efektifnya penegakan hukum, dan semakin sempurnanya regulasi yang dipayungi pula oleh keberadaan Undang-Undang Pasar Modal dengan standar dan kualifikasi internasional, selain akan meningkatkan daya saing Pasar Modal Indonesia di tingkat internasional, juga akan semakin mendekatkan Bapepam pada pencapaian visinya, yakni: "Menjadi otoritas pasar modal yang berkualitas internasional, yang mampu mendorong, mengawasi, dan memelihara pasar sehingga berdaya saing global, dan mampu mendukung perkembangan ekonomi nasional".
I. PRINSIP DEMUTUALISASI
Yang dimaksud dengan demutualisasi adalah proses perubahan struktur kepemilikan organisasi dari struktur kepemilikan yang terbatas pada anggota, menjadi struktur kepemilikan yang lebih luas. Proses demutualisasi akan diikuti perubahan orientasi organisasi dari orientasi non-profit menjadi berorientasi profit . Organisasi yang telah menjalani proses demutualisasi akan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. bermotif mencari keuntungan (for-profit motive)
2. Kepemilikan saham tidak terbatas pada anggota
3. Memungkinkan terjadinya pengalihan saham secara bebas (freely transferable), setelah saham dicatatkan di Bursa Efek
4. Ada pemisahan yang jelas antara pemilik, pengambil keputusan dan pelaku pasar
5. Penambahan modal dapat dilakukan melalui berbagai sumber
Sebagai perbandingan, organisasi yang belum melaksanakan demutualisasi memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. bermotif tidak mencari keuntungan (not-for profit motive)
2. kepemilikan dibatasi pada anggota saja
3. pengalihan kepemilikan saham masih terbatas
4. pengelolaan organisasi dilaksanakan secara bersama-sama, atau dengan kata lain tidak ada pemisahan yang jelas antarapemilik, pengambil keputusan dan pelaku pasar
5. ada keterbatasan jika ingin melakukan penambahan modal dari investor yang bukan anggota.
Dilakukannya demutulualisasi ini bertujuan untuk memperluas kepemilikan saham bursa efek, akses informasi menjadi lebih mudah, likuiditas menjadi kian tinggi dan pada gilirannya ketersediaan akan produk investasi investor makin terpenuhi, restrukturisasi lembaga bursa efek itu dilakukan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi,pengaksesan atau pembuatan penciptaan keunggulan kompetitif yang dapat diandalkan bagi perusahaan yang melakukan merger, meningkatkan alternatif sumber dana untuk pengembangan bursa,menghindarkan benturan kepentingan antara bursa dan anggota bursa sebagai pemegang saham, mengurangi tingkat biaya, risiko yang ditimbulkan lebih rendah, mengurangi hambatan operasi perusahaan, menghindari pengambilalihan perusahaan oleh pihak lain, dan mengakuisisi aset yang kasat mata (intangible assets).
Hasil kajian demutualisasi lembaga Bursa Efek oleh Tim Studi Demutualisasi Bursa Efek merekomendasikan model Operating Holding Company Non SRO sebagai suatu model yang paling sesuai untuk diterapkan dalam pelaksanaan demutualisasi Lembaga Bursa Efek di Indonesia. Model Operating Holding Company Non SRO adalah model demutualisasi dimana perusahaan anak, yakni Lembaga Bursa Efek yang saat ini ada, membentuk perusahaan induk terlebih dahulu. Perusahaan induk tersebut kemudian menjadi pemegang saham mayoritas dari perusahaan anak. Perusahaan induk ini tidak melakukan kegiatan operasional Lembaga Bursa Efek, sehingga kegiatan operasional Lembaga Bursa Efek tetap dijalankan oleh perusahaan anak tersebut. Implikasi atas tidak diterapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam pengelolaan Lembaga Bursa Efek pasca demutualisasi, menimbulkan terjadinya penyalahgunaan wewenang atau permasalahan dalam hubungan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak atau antara pemegang saham perusahaan induk dengan perusahaan anak. Selain itu, karena adanya perbedaan karakteristik dengan Emiten/Perusahaan Publik yang selama ini ada di Pasar Modal Indonesia, maka perlu ditetapkan suatu Pedoman GCG yang khusus mengenai pengelolaan Lembaga Bursa Efek pasca demutualisasi. Disamping itu perlu juga dilakukan penambahan atau perubahan dalam peraturan Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun peraturan pasar modal yang secara umum mendukung penerapan GCG di Indonesia, khususnya rencana pelaksanaan demutualisasi Lembaga Bursa Efek. Dengan demikian kemungkinan permasalahan yang timbul saat demutualisasi Lembaga Bursa Efek diterapkan di Indonesia, dapat diminimalisasi .
II. INDEPENDENSI REGULATOR PASAR MODAL
Undang-Undang Pasar Modal masih menggunakan istilah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), tetapi dalam naskah revisi UUPM nama tersebut telah disesuaikan menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan (Bapepam-LK). Fungsi Pengawasan Bapepam-LK sangatlah penting dalam kaitannya dengan fungsi pasar modal sebagai salah satu lembaga yang dapat menghimpun dana dari masyarakat dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat, maka dari itu diperlukan adanya suatu tindakan pengawasan yang dilakukan oleh Bapepam-LK untuk meminimalisir segala permasalahan yang ada dalam kegiatan pasar modal dalam rangka memberikan perlindungan bagi pemodal dan masyarakat yang mana tetap berpedoman pada pelaksanaan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien. Bapepam-LK sama seperti semboyan yang dari SEC (Securities and Exchange Comission di USA) yang menyatakan bahwa We are the advocate of the investors.
Pasar modal adalah industri yang sangat dinamis, atraktif, selalu berubah dan mempunyai interdepedensi yang sedemikian tinggi dengan sektor jasa keuangan lainnya di tingkat domestik, regional maupun global. Karakteristik tersebut membawa konsekuensi terhadap perlunya regulator yang independen serta siap menghadap dinamika dari perubahan tersebut. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 - 2004 menyebutkan bahwa untuk menciptakan industri pasar modal yang efektif dan efisien perlu dibentuk suatu lembaga independen yang mengawasi kegiatan di bidang pasar modal. Lembaga independen yang dimaksud adalah BAPEPAM-LK. GBHN 1999 – 2004 telah merespon dinamika perubahan industri jasa keuangan tersebut, dimana dinyatakan bahwa dalam rangka menciptakan industri pasar modal yang efektif dan efisien, perlu dibentuk suatu lembaga independen yang mengawasi kegiatan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan. Sebagaimana yang telah dicantumkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IV Tahun 1999 (TAP MPR) BAB IV mengenai Kebijaksanaan Ekonomi, Butir 8 menegaskan bahwa arah kebijakan ekonomi Pemerintah Indonesia adalah termasuk pula di dalamnya upaya untuk mengembangkan pasar modal yang sehat, transparan, efisien, dan meningkatkan penerapan peraturan perundangan sesuai dengan standar internasional dan diawasi oleh lembaga independent .

III. PENGEMBANGAN SELF REGULATORY
Infrasruktur pasar modal dapat disebut memadai apabila telah dilengkapi dengan unsur pengawasan, self regulatory organization (SRO), kliring, penyelesaian dan penyimpanan yang baik . Dalam kelembagaan pasar modal Indonesia, KSEI merupakan salah satu Self Regulatory Organization (SRO), selain Bursa Efek dan LKP.
KSEI, berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menjalankan fungsinya sebagai LPP di pasar modal Indonesia dengan menyediakan jasa kustodian sentral dan penyelesaian transaksi efek yang teratur, wajar dan efisien. KSEI mulai menjalankan kegiatan operasional pada tanggal 9 Januari 1998, yaitu kegiatan penyelesaian transaksi efek dengan warkat dengan mengambil alih fungsi sejenis dari PT Kliring Deposit Efek Indonesia (KDEI) yang sebelumnya merupakan Lembaga Kliring Penyimpanan dan Penyelesaian (LKPP). Selanjutnya sejak 17 Juli 2000, KSEI bersama PT Bursa Efek Indonesia (d/h PT Bursa Efek Jakarta) dan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) mengimplementasikan perdagangan tanpa warkat (scripless trading) dan operasional kustodian sentral di pasar modal Indonesia. Saham KSEI dimiliki oleh para pemakai jasanya, yaitu: SRO (PT. BEI dan PT. KPEI), Bank Kustodian, Perusahaan Efek dan Biro Administrasi Efek . LPP adalah perusahaan yang mempunyai tanggung jawab menyelesaikan (settlement) semua transaksi yang sudah dicatat oleh LKP .
Sesuai fungsinya, KSEI memberikan layanan jasa yang meliputi: penyimpanan efek dalam bentuk elektronik, administrasi rekening efek, penyelesaian transaksi efek, distribusi hasil Corporate Action dan jasa-jasa terkait lainnya, seperti: Post Trade Processing (PTP) dan penyediaan laporan-laporan jasa kustodian sentral. Saat ini fungsi LPP dilaksanakan oleh PT. KSEI. LPP pada dasarnya adalah pihak yang menyelenggarakan kegiatan kustodian sentral bagi bank kustodian, perusahaan efek dan pihak lain. Jasa tersebut harus memenuhi standar bagi sesuatu penggunaan jasa. Jasa kustodian yang diberikan oleh LPP harus mampu memberikan pelayanan secara menyeluruh termasuk pembagian hak atas efek seperti dividen dan bonus, pemrosesan administrasi atas segala kegiatan yang dilakukan oleh emiten yang terkait dengan kepentingan pemegang rekening seperti Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) .
Agar para pihak yang terkait dengan kegiatan LPP terlindungi, Undang- Undang mewajibkan kepada LPP untuk menerbitkan peraturan mengenai hak dan kewajiban pemakai jasa LPP dan peraturan tersebut wajib mendapat persetujuan Bapepam. Sebagai suatu lembaga yang tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan, besarnya biaya atas pemakaian jasa LPP harus disesuaikan dengan kebutuhan dana penyelenggaraan dan pengembangan lembaga tersebut setelah mempertimbangkan kepentingan pemakai jasa .
Di era scriptless atau perdagangan tanpa warkat yang pada saat ini sedang berjalan, maka peran KSEI akan semakin besar karena LPP akan berfungsi penuh sebagai kustodian sentral yang mana semua efek akan disentralisasi dalam bentuk catatan elektronik. Saat ini sedang pula berjalan suatu proses yang disebut pula ‘konversi’, yaitu suatu proses dimana seluruh saham yang ada saat ini (yang masih dalam bentuk sertifikat) akan dikonversi (diubah) ke dalam bentuk catatan elektronik yang dimiliki oleh KSEI, yaitu sistem C-BEST (Central Depository and Book Entry Settlement System). Dengan sistem demikian, yang telah tercatat adalah rekening efek, maka penyelesaian transaksi akan menjadi lebih efektif dan efisien karena penyelesaian transaksi cukup dilakukan dengan sistem pemindahbukuan (book entry settlement) dari rekening yang satu ke rekening yang lainnya. Sejak Juni 2002, KSEI menuntaskan program konversi seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek dari warkat menjadi tanpa warkat (scriptless trading). Perkembangan zaman telah menciptakan adanya pasar modal ini. Pihak yang membutuhkan dana untuk kepentingan perluasan aktivitas perusahaan tidak hanya dapat mengandalkan pinjaman baik dari perbankan atau dari lembaga-lembaga pembiayaan yang lain. Hal ini disebabkan selain kebutuhan dana yang sangat besar dan cepat didapat, juga pihak perusahaan akan terbebas dari kewajiban membayar utang pok ok berikut bunganya kepada pihak kreditur yang di suatu saat nanti bisa menjadi “bumerang”. Faktor lain yang mendukung terciptanya pasar modal adalah adanya pihak perorangan ataupun lembaga yang mempunyai dana lebih dan ingin memperoleh keuntungan yang lebih besar dari sarana berinvestasi yang telah ada dalam produk perbankan, seperti tabungan atau deposito. Dengan demikian kegiatan pasar modal tercipta karena dirasakan masih adanya kekurangan fungsi dari lembaga pembiayaan yang telah ada .
Oleh karena berdasar sifat aktivitasnya yang lebih kompleks dari sekedar kegiatan penerimaan dana dari masyarakat bagi perusahaan dan pembagian keuntungan kepada pihak yang telah memberikan dananya, maka kiranya perlu diatur suatu sistem dari instrumen-instrumen pelaku pasar modal dalam suatu bentuk peraturan yang mengikat semua pihak dan tunduk patuh kepadanya. Salah satu instrumen tersebut adalah LPP. Apabila kesemuanya dapat berjalan dengan baik, merupakan suatu keuntungan bagi pemerintah dalam rangka melanjutkan pembangunan nasional dengan memperoleh devisa yang diperlukan bagi pembiayaan pembangunan. Hal ini sebagai salah satu karakteristik suatu negara maju yang tidak hanya mengandalkan kekayaan alam negara dan kegiatan ekspor untuk membiayai pembangunan .
IV. PRINSIP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (CSR)
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
A. PRINSIP-PRINSIP GCG
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan
yang berlaku .
B. Komnas GCG telah menghasilkan 13 prinsip yang tertuang dalam Ref. 4.0 tanggal 31 Maret 2001, yaitu:
i. Pemegang Saham
1. Perlindungan hak pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berupa:
a. Hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
b. Hak untuk memperoleh informasi yang material mengenai perseroan secara tepat waktu dan teratur agar memungkinkan pemegang saham dapat mengambil keputusan penanaman modalnya berdasarkan informasi yang dimilikinya.
c. Hak untuk menerima sebagian keuntungan perseroan sebanding dengan jumlah saham yang dimilikinya.
2. Hak pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan akurat dalam rangka penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Hak pemegang saham untuk mendapatkan perlakuan setara berdasarkan klasifikasi bahwa setiap pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama.
4. Pemegang saham yang memiliki kepentingan pengendalian sepatutnya mempergunakan pengaruh dengan penuh tanggungjawab (accountable). Pemegang saham minoritas tidak boleh mempergunakan haknya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
ii. Dewan Komisaris
1. Dewan komisaris bertanggungjawab dan berwenang mengawasi tindakan diskresi dan memberikan nasihat jika dipandang perlu. Setiap anggota dewan komisaris harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
2. Komposisi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen sehingga dapat menjalankan tugasnya secara mandiri dan kritis.
3. Dewan komisaris harus mematuhi Anggaran Dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan yagn berlaku dalam melaksanakan tugasnya dan mengawasi direksi agar selalu mematuhhi Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Rapat dewan komisaris harus dilakukan secara berkala. Dewan komisaris menetapkan tata tertib rapat, risalah rapat harus dibuat dnegan mencantumkan pendapat berbeda (dissenting opinion) para peserta rapat.
5. Dewan komisaris berhak memperoleh akses informasi perseroan secara tepat waktu dan lengkap.
6. Dalam laporan tahunan, direksi harus secara tegas mencantumkan jika terdapat hubungan usaha antara anggota dewan komisaris dan atau direksi dengan perseroan dan penjelasan mengenai hubungan usaha tersebut.
7. Anggota dewan komisaris dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan perseroan selain gaji dan tunjangan yang diterimanya sebagai anggota dewan komisaris.
8. Dewan komisaris harus menentukan sistem yang transparan untuk pengangkatan para eksekutif, penentuan gaji dan tunjangan eksekutif dan penilalian knerja eksekutif.
9. Dewan komisaris harus mempertimbangkan pembentukan komite nominasi untuk seleksi dan pengangkatan eksekutif; Komite rennumerasi untuk menyusun sistem penggajian dan pemberian tunjangan serta fasilitas laim; Komite asuransi untuk melakukan penilaian secara berkala dan memberikan rekomendasi tentang jenis dan jumlah asuransi yang ditutup perseroan; Komite audit, yang anggotanya berasal dari anggota dewan komisaris guna menunjang pelaksanaan tugas dewan komsaris.
iii. Direksi
1. Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada pemegang saham melalui RUPS.
2. Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen sehingga dapat menjalankan tuugasnya secara mandiri dan kritis.
3. Dalam melaksanakan tugasnya direksi harus mematuhi Anggaran Dasar (AD) perseroan dan peraturan perundanng-undangan yang berlaku.
4. Anggota direks dilarang mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan perseroan, selain gaji, tunjangan dan kompensasi berbasiskan saham yang diterimanya sebagai anggota direksi berdasarkan keputusan RUPS.
5. Rapat direksi dilakukan secara berkala. Direksi menetapkan tata tertib rapat. Risalah rapat harus mencantumkan pendapat berbeda (dissenting opinion) dari peserta rapat.
6. Direksi menetapkan suatu sistem pengawasan internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan asset perseroan.
7. DIreksi wajib memberitahukan komite audit jika direksi memerllukan pendapat kedua (second opinion) mengenai masalah akuntansi yang penting.
8. Direksi wajib menyelenggarakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
iv. Sistem Audit
1. Auditor eksternal harus ditunjuk oleh RUPS dari calon yang diajukan oleh dewan komisaris berdasarkan usul komite audit dan bebas dari pengaruh dewan komisaris, direksi dan pihak yang berkepentingan dalam perseroan (skateholders)
2. Dewan komisaris wajib membentuk komite audit yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris.
3. Dewan komisaris dan direksi harus memastikan bahwa auditor eksternal maupun auditor internal dan komite audit memiliki akses terhadap informasi mengenai Perseroan yang perlu untuk melaksanakan tugas audit mereka.
4. Kecuali disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, auditor eksternal dan internal maupun komite audit harus merahasiakan informasi yang diperoleh sewaktu melaksanakan tugasnya.
5. RUPS harus menetapkan peraturan internal yang bersifat mengikat dan mengatur berbagai aspek audit termasuk kualifikasi, hak dan kewajiban, tanggungjawab dan kegiatan auditor eksternal dan internal.
v. Sekretaris Perusahaan
1. Direksi dianjurkan untuk mengangkat seorang sekretaris perusahaan yagn bertindak sebagai pejabat penghubung (liaison officer) dan dapat ditugaskan untuk menatausahakan serta menyimpan dokumen Perseroan.
2. Sekretaris perusahaan harus memiliki kualifikasi akademis yang memadai agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik.
3. Sekretaris perusahaan bertanggungjawab kepada direksi perseroan. Sekretaris perusahaan harus memastikan bahwa perseroan mematuhi peraturan tentang persyaratan keterbukaan yang berlaku.
vi. Pihak yang Berpkepentingan (Stakeholders)
1. Hak pihak yang berkepentingan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau kontrak yang dibuat perseroan dengan karyawan, pelanggan, pemasok dan kreditur maupun masyarakat sekitar tempat usaha perseroan dan pihak yang berkepentingan lainnya harus dihormati perseroan.
2. Pihak yang berkepentingan diberi kesempatan untuk memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh direksi dan untuk menyampaikan masukan mengenai hal tersebut kepada direksi.
vii. Keterbukaan
1. Perseroan wajib mengungkapakan informasi penting dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait sesuai dnegan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu, akurat, jelas dan secara objektif.
2. Selain yang tercantum dalam Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan sebagaimana disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, Perseroan harus mengambil inisiatif untuk pengungkapan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, namun juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemodal, pemegang saham, kreditur, dan pihak yang berkepentingan lainnya.
3. Perseroan harus secara aktif mengungkapkan bagaimana perseroan telah menerapkan prinsip good corporate governance yang dimuat dalam pedoman ini dan adanya penyimpangan dari dan atau ketidakpatuhan terhadap prinsip tersebut termasuk alasannya.
4. Perseroan harus memastikan bahwa semua informasi yang dapat mempengaruhi harga saham perseroan dan atau suatu produk perseroan dirahasiakan sampai pengumuman mengenai harga tersebut dilakukan kepada masyarakat.
viii. Kerahasiaan
Dewan komisaris dan direksi bertanggungjawab kepada perseroan untuk menjaga kerahasiaan informasi perseroan.
ix. Informasi Orang Dalam
Anggota dewan komisaris dan direksi yang memiliki saham dalam perseroan serta setiap “orang dalam” (sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang berlaku) dilarang menyalahgunakan informasi penting berkaitan dengan perseroan. Informasi sehubungan dengan rencana pengambilalihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham pada umumnya dianggap sebagai “Informasi Orang Dalam”.
x. Etika Berusaha dan Antikorupsi
Anggota dewan komisaris, direksi dan karyawan perseroan dilarang untuk memberikan atau menawarkan, baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk memengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
xi. Donasi
dana, asset atau keuntungan perseroan yang terhimpun untuk kepentingan para pemegang saham Perseroan tidak patut digunakan untuk kepentingan donasi politik.
xii. Kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja, dan pelestarian lingkungan
Direksi wajib memastikan bahwa perseroan, pabrik, toko, kantor dan lokasi usaha serta fasilitas perseroan lalinnya memenuh peraturan perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan pelestarian lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.
xiii. Kesempatan Kerja yang sama
direksi wajib menggunakan kemampuan bekerja, kualifikasi dan criteria yang terkait dengan hubungan kerja sebagai dasar satu-satunya dalam mengambil keputusan mengenai hubungan kerja antara perseroan dan karyawan.
C. Prinsip Corporate Governance yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal antara lain :
1. Hak Dasar Pemegang Saham
a. Memperoleh metode yang aman dalam pendaftaran pemilikan dan pengalihan sahamnya. UUPM Pasal 48 dan 49 serta Peraturan No. IV.B.1 dan Peraturan No.IX.J.1. memungkinkan pemegang saham memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam mendaftarkan sahamnya dengan memperbolehkan perusahaan melimpahkan wewenang pengadministrasian, pemindahan pemilikan, penyerahan atau penerimaan efek kepada Biro Administrasi Efek (BAE). Dalam peraturan No.IX.J.1. angka 11 diatur mengenai tata cara pemindahan hak atas saham harus dibuktikan dengan suatu dokumen yang ditandatangani dan atau atas nama Pihak yang memindahkan hak dan oleh atau atas nama pihak yang menerimanya. Biro Administrasi Efek bertanggungjawab baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pemegang efek atas kerugian yang timbul sebagai akibat kelalaiannya dalam melaksanakan tugas.
b. Mendapatkan informasi yang relevan tentang persoalan tepat waktu dan mudah berbagai aturan tersebar baik di dalam UUPM maupun dalam peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang penyampaian dan penyebaran informasi kepada pemegang saham secara tepat dan mudah. Misalnya ini terlihat dari UUPM Pasal 85-89 yang mengatur kewajiban emiten atau perusahaan publik/pemegang saham mengenai keadaan perseroan baik secara berkala maupun insidentiil dalam hal terjadi peristiwa material yang menyangkut perusahaan. Selain itu juga perseroan wajib mengumumkan neraca laba rugi yang telah disetujui oleh RUPS kepada publik. Peraturan X.K.I. tentang keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik mewajibkan emiten untuk menyampaikan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada masyarakat paling lambat hari kerja kedua setelah keputusan atau terjadinya peristiwa atau fakta material yang mungkind apat mempengaruhi nilai efek, perusahaan dan keputusan investor. Yang termasuk informasi atau fakta material antara lain penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, pembentukan usaha patungan, pembelian atau penjualan aktiva yang material dan perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen.
c. Partisipasi dalam RUPS dan Penggunaan Hak Suara. Dalam Peraturan No. IX.E.1. tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, Peraturan IX.K.1 tentang Penggabungan, Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten, dan Peraturan No. IX.J.1. diatur bahwa pemegang saham berhak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dan menggunakan hak suara dalam RUPS serta mendapatkan informasi tentang tata cara RUPS termasuk penggunaan hak suara.
2. Keterbukaan atau Transparansi
Sebagian besar dari peraturan pasar modal menekankan aspek keterbukaan atau transparansi. Manajemen perusahaan sejak akan menjual efeknya kepada masyarakat sudah diwajibkan untuk mengungkapkan informasi perusahaan secara akurat antara lain, tujuan perusahaan, kegiatan usaha, keuangan, kinerja perusahaan, risiko material dan kepemilikan serta hal-hal lain yang mempunyai pengaruh terhadap perusahaan. Kewajiban it uterus berlanjut setelah perusahaan menjadi perusahaan terbuka melalui penyampaian laporan berkala atau laporan yang bersifat insidentiil. Untuk menjaga kualitas informasi yang akurat dan wajar, maka penyusunan laporan tertentu yang memuat informasi tertentu seperti laporan keuangan harus dilakukan oleh pihak independen yang professional.
3. Tugas Pengurus Perseroan
Direksi dan komisaris harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggungjawab semata-mata demi kepentingan perseroan (fiduciary duty) sesuai dengan UUPT. Bagi pengurus emiten atau perusahaan publik terdapat kewajiban lain seperti memantau atau mengelola konflik potensial atas kepentingan manajemen, pengurus, pemegang saham dan penyalahgunaan asset perusahaan; memastikan keabsahan akuntansi dan sistem pelaporan keuangan termasuk komite audit independen dan menerapkan sistem control yang tepat untuk memonitor risiko, keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta mengawasi proses keterbukaan dan komunikasi informasi. Komite audit independen mempunyai peran dan tanggungjawab untuk:
1. Mengkaji laporan keuangan tahunan perusahaan dan memastikan dewan direksi menyetujuinya
2. Menjaga hubungan dengan auditor eksternal dan internal
3. Mengkaji kontrol internal surat-surat manajemen .
Peran tersebut dirumuskan berdasarkan tantangan baru yang berupa:
1. Globalisasi pasar.
2. Peningkatan penggunaan teknologi
3. Meningkatnya kompleksitas transaksi, standar akuntansi dan peraturan
4. Hambatan ekonomi
5. Meningkatnya kepentingan dalam hal pendapatan dan penerapan prinsip full and fair disclosure.
6. Membesarnya perhatian publik mengenai etika korporasi .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar