Minggu, 29 Mei 2011

HUKUM PERIKATAN

POKOK BAHASAN I
Perikatan pada umumnya.
Bagian ke satu.
A. Etimologi istilah perdata.
Kata perdata itu sendiri berasal dari kata bahasa Jawa yaitu Perdoto, yang mengandung makna dipidana. Terjemahan kata privat menjadi kata perdata memang merupakan sebuah kekeliruan. Namun kesalahan itu sudah diterima dari masa ke masa dan lagi pula kekeliruan itupun oleh kalangan akademis (hukum) tidak pernah dipersoalkan sehingga kata perdata diidentikan dengan kata privat sebagai lawan kata publik.
B. Etimologi isitlah Verbintenissen
Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden yang artinya mengikat. Jadi verbintenis menunjuk kepada adanya “ikatan” atau “hubungan. Hal ini memang sesuai dengan definisi Verbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut penulis cenderung untuk memakai istilah perikatan.
Menurut sejarahnya “verbintenis” berasal dari perkataan Perancis “obligation” yang terdapat dalam code civil Perancis yang selanjutnya merupakan pula terjemahan dari perkataan “obligation” yang terdapat dalam hukum Romawi Corpus Iuris Civilis, dimana penjelasannya terdapat dalam Institutiones Justianus.
Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga istilah terjemahan bagi verbintenis yaitu perikatan, perutangan, perjanjian.
Bagian ke dua
Definisi dan kualifikasi hukum perikatan
Dari definisi Hofmann, perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu. Menurut Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajibann (debitur) atas sesuatu prestasi.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum. Untuk menentukan bahwa suatu hubungan itu merupakan perikatan, pada mulanya para sarjana menggunakan ukuran dapat “dinilai dengan uang”.suatu hubungan dianggap dapat dinilai dengan uang, jika kerugian yang diderita seseorang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi nyatanya ukuran tersebut tidak dapat memberikan pembatasan, karena dalam kehidupan masyarakat seringkali terdapat hubungan-hubungan yang sulit untuk dinilai dengan uang misalnya cacad badaniah akibat perbuatan seseorang.
Bagian ke tiga
Luas lingkup hukum perikatan
1. Perikatan pada umumnya meliputi kenyataan-kenyataan hukum, sumber-sumber perikatan, memberi, berbuat dan tidak berbuat, kesalahan, kelalaian dan kesengajaan, ingkar janji (wanprestasi) dan penetapan lalai (ingebrekesteling), ganti rugi dalam ingkar janji, keadaan memaksa (overmacht), resiko.
Kenyataan hukum adalah suatu kenyataan yang menimbulkan akibat hukum, yaitu terjadinya, berubahnya, hapusnya dan beralihnya hak subyektif, baik dalam bidang hukum keluarga, hukum benda maupun hukum perorangan. Kelahiran adalah kenyataan hukum sedangkan akibat hukumnya adalah kewajiban-kewajiban untuk memelihara dan memberikan pendidikan; periaktan adalah akibat hukum daripada persetujuan.
2. peraturan perjanjian bernama
Perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata ditambah titel VIIA.
Dalam KUHPdt ada lima belas jenis kontrak nominaat, yaitu :jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian melakukan pekerjaan, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam (pinjam pakai habis), pemberian kuasa, bunga tetap atau abadi, perjanjian untung-untungan, penanggungan utang, perjanjian perdamaian (dading).
3. sumber-sumber perikatan
Perikatan (pasal 1233 KUHPerdata) bersumber dari persetujuan (pasal 1313 KUHperdata) dan Undang-Undang (pasal 1352 KUHperdata).
Pasal pertama dari buku III undang-undang menyebutkan tentang terjadinya perikatan-perikatan dan mengemukakan bahwa perikatan-perikatan timbul dari persetujuan atau undang-undang. Pasal-pasal pertama dari bab III buku ini, membagi perikatan-perikatan yang timbul dari undang-undnag lebih lanjut ke dalam: perikatan-perikatan yang hanya terjadi karena undang-undnag saja, dan perikatan-perikatan yang timbul dari undnag-undnag karenan perbuatan manusia, dimana yang terakhir dibagi lebih lanjut ke dalam perbuatan menurut hukum dan melawan hukum (pasal 1352 BW dan seterusnya). Jika kita bandingkan sumber perikatan di atas dengan kenyataan-kenyataan hukum, maka kita akan melihat bahwa periaktan yang bersumber pada persetujuan masuk ke dalam golongan Ib. yang timbul dari undnag-undang saja ke golongan III. Dan yang timbul dari undnag-undnag karena perbuatan manusia ke golongan IIa dan IIb. Dari penggolongan-penggolongan tersebut, ternyata bahwa golongan Ia tidak termasuk dalam sumber perikatan.
4. berbagai jenis perikatan
Perikatan dapat dibedakan menurut:
A. isi daripada prestasinya:
1. perikatan positif dan negative
2. perikatan sepintas lalu dan berkelanjutan
3. perikatan alternative
4. perikatan fakultatif
5. perikatan generic dan spesifik
6. perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi.
B. subjek-subjeknya:
1. perikatan solider atau tanggung renteng
2. perikatan principle atau accessoire
C. mulai berlaku dan berakhirnya perikatan
1. perikatan bersyarat
2. perikatan dengan ketentuan waktu.
5. Akibat hukum perikatan
Tercantum pada pasal:
1338 ( pasal ini merupakan pasal yang paling popular karena disinilah disandarkan asas kebebasan berkontrak)
1339 ( pasal ini menjelaskan yang mengikat para pihak dalam perjanjian yaitu isi perjanjian, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang)
1340 (pasal ini menerangkan bahwa perjanjian hanya mengiakt pihak-pihak yang membuatnya, sehingga tidak bolehnya seseorang melakukan perjanjian yang membebani pihak ketiga, sedangkan memberikan hak kepada pihak ketiga dapat saja dilakukan jika sesuai dengan paa yang diatur dalam pasal 1317)
1341 KUHPerdata (pasal ini memberikan hak kepada kreditor untuk memeinta pembatalan perjanjian atau tindakan yang dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga, jika perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditor, asal dapat dibuktikan bahwa ketika perjanjian atau tindakan yang dilakukan dengan pihak ketiga itu baik debitur maupun pihak ketiga mengetahui bahwa hal itu merugikan kreditor. Akan tetapi, pihak ketiga yang beritikad baik dalam perolehan hak dari debitur, maka pihak ketiga itu dilindungi oleh undang-undang, kecuali kalau perolehan hak pihak ketiga itu hanya dengan Cuma-Cuma, maka walaupun dia beritikad baik tetap tidak dilindungi, jika debitur mengetahui bahwa perjanjian atau tindakan itu merugikan kreditor. Hak kreditor inilah yang popular dengan nama action pauliana.
6. hapusnya perikatan
Bab IV Buku III BW mengatur tentang hapusnya perikatan baik yang timbul dari persetujuan, maupun dari undang-undang pasal 1381 BW, menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan, dimana delapan diantaranya dibahas dalam Bab IV, yaitu:
I. pembayaran
II. penawaran pembayaran, diikuti dengan penitipan
III. pembaharuan utang (novatie)
IV. perjumpaan utang (kompensasi)
V. percampuran utang
VI. pembebasan utang
VII. musnahnya barang yang terutang
VIII. kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan.
Adapun dua cara lainnya yang tidka diatur dalam Bab IV adalah:
IX. syarat yang membatalkan (diatur dalam Bab I)
X. Kadaluwarsa (diatur dalam buku IV, bab 7).
Bagian ke empat
Sumber-sumber hukum perikatan
Yang dicantumkan dalam kodifikasi dan diluar kodifikasi.
Bagian ke lima
Pandangan terhadap sumber-sumber perikatan
1. perjanjian berhadapan dengan undang-undang
Dalam pasal 1233 BW undnag-undang dibedakan dari eprsetujuan. Padahal sebenarnya hal tersebut tidak perlu, karena persetujuan itu dapat menimbulkan perikatan, karena ditentukan demikian oleh undang-undang. Jadi undang-undanglah sebagai satu-satunya sumber perikatan.
2. hanya mencantumkan 2 sumber perikatan
Perikatan tidak akan pernah timbul hanya dari undnang-undang saja, karen aundang-undang tidak mungkin menciptakan suatu perikatan dari hal yang tidak ada. Menurut pitlo, adapun yang dimaksud oleh pembentuk undnag-undang adalah bahwa perikatan yang terjadi karena undang-undang saja sebagai lawan daripada perikatan yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum.
3. beda undang-undang saja dengan akibat adanya perbuatan manusia
Dalam menentukan sumber-sumber perikatan undnag-undang tidak mencakup seluruh sumber perikatan. Selain persetujuan dan undnag-undnag masih terdapat fakta-fakta hukum lainnya yang dapat menimbulkan perikatan. Apabila seseorang dalam surat wasiat membuat suatu legaat, maka pada waktu orang itu meninggal timbul suatu perikatan antara para ahli waris dengan legataris dimana yang pertama berkewajiban dan yang kedua berhak. Perikatan yang timbul dari putusan hakim, dimana hakim membenarkan pengakuan penggugat yang tanpa hak atas suatu tuntutan, dan kewajiban untuk membuat perhitungan dalam hal memperkaya diri dengan tidak beralasan.


Bagian ke enam
Perbandingan penormaan hukum perikatan dalam BW dengan NBW
1. penormaan hukum perikatan dalam BW
2. penormaan hukum perikatan dalam NBW
Bagian ke tujuh
Peristiwa hukum
Adakalanya undang-undang memberi akibat hukum pada suatu keadaan atau peristiwa, yang bukan terjadi karena perbuatan manusia;pekarangan yang bertetangga; kelahiran dan kematian.
Bagian ke delapan
Wanprestasi
1. ditinjau dari subyek
2. ditinjau dari sikap debitur/kreditur
3. ditinjau dari prestasi
4. ditinjau dari kekeliruan
5. ditinjau dari waktunya
6. ditinjau dari caranya
Bagian ke Sembilan
Risiko
1. Risiko yang disepakati oleh para pihak
Jika dalam persetujuan timbale balik A tidak memenuhi prestasinya karena keadaan memaksa, apakah B bebas dari kewajibannya?
Mengenai pertanyaan tersebut, undnag-undang tidak memberikan pemecahannya. Menurut Pitlo beberapa penulis ingin memberikan jawaban atas eprsoalan di ata sberdasarkan pasal 1444 BW dengan membaca “hapusnya perikatan sebagai hapusnya complex perikatan”. Pendapat para penulis tidak sesuai dengan ketentuan pasal 1445 BW, oleh karena tidak logis jika pembentuk undnag-undang memberikan hak atau tuntutan terhadap penggantian atas barang yang hilang atau musnah kepada kreditur, sedangkan debitur dari barang yang musnah karena perikatan-perikatannya telah hapus tidak memperoleh apa-apa. Pitlo mengemukakan bahw amenurut kepantasan, jika debitur tidak lagi berkewajiban, maka pihak lainnyapun bebas dari kewajibannya.
2. Risiko yang ditetapkan oleh undang-undang
Menurut pasal 1245 BW risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. Penetapan ketentuan ini pada perikatan untuk memebrikan barang tertentu, terdapat dalam pasal 1237 BW, dimana ditentukan bahwa kreditur yang harus menanggung risiko. Ketentuan tersebut dalam pasal 1237 BW diulang lagi dalam pasal 1444 BW dengan perluasan yaitu, selain barangnya musnah, juga jika barangnya di luar perdagangan atau dicuri.
Bagian ke sepuluh
Pernyataan lalai (syarat untuk menetapkan terjadinya ingkar janji)
1. berupa surat perintah
Penetapan lalai harus dituangkan dalam bentuk perintah atau akta yang sejenis dengan itu, demikianlah ketentuan pasal 1238 BW. Adapun yang dimaksud dengan perintah oleh undang-undang adalah suatu exploit dari jurusita, yaitu suatu pesan lisan; suatu salinan daripada tulisan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh jurusita dan diserahkan kepada yang bersangkutan. Dalam praktek tulisan semacam itu seringkali disebut exploit. Pada pokoknya pemberitahhuan jurusita disampaikan secara lisan.
2. berupa akte sejenis
Suatu surat tertulis, penetapan lalai harus dilakukan dalam bentuk suatu exploit atau suatu akta otentik lainnya.
3. demi perikatannya sendiri
Dari pemberitahuan tersebut harus ternyata kehendak yang sungguh-sungguh daripada kreditur.
Bagian kesebelas
Ganti rugi
Pasal 1243 BW dan seterusnya mengatur ketentuan-ketentuan yang prinsipiil mengenai ganti rugi yang dapat dituntut oleh kreditur dalam hal tidak dipenuhinya perikatan. Ketentuan-ketenntuan tersebut harus ditafsirkan secara luas, yaitu bahwa:
1) perkataan “tetap lalai” tidak hanya mencakup tidak memenuhi prestasi sama sekali, tetapi juga terlambat atau tidak baik memenuhi prestasi;
2) pasal-pasal tersebut pun berlaku bagi tuntutan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum.
Untuk gantirugi undang-undang dalam pasal-pasal tersebut menggunakan istilah “biaya”, “kerugian” dan bunga. Selanjutnya pasal-pasal 1246-1248 mengatur sampai sejauh manakah debitur berkewajiban untuk membayar gantirugi. Dalam pasal 1249 diatur mengenai besarnya gantirugi yang telah ditetapkan oleh para pihak dalam suatu persetujuan.
Syarat-syarat gantirugi:
1) kerugian yang dapat diduga atau sepatutnya diduga pada waktu perikatan dibuat
2) kerugian yagn merupakan akibat langsung dan serta merta daripada ingkar janji.
Bagian kedua belas
Debitur yang dilindungi hukum
1. overmacht
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut. Keadaan memaksa nmenghentikan bekerjanya perikatan dan menimbulkan berbagai akibat, yaitu:
1) kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi
2) debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai; dan karenanya tidak wajib membayar gantirugi
3) risiko todak beralih kepada debitur
4) kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada persetujuan timbale balik.
2. rechtsverweking
3. E.N.A.C.
Bagian ketiga belas
Berbagai teori keadaan memaksa
1. teori ketidakmungkinan
a. De Obyectieve overmachtleer
menurut teori obyektif, debitur hanya dapat mengemukakan tentang keadaan memaksa, jika pemenuhan prestasinya bagi setiap orang mutlak tidak mungkin dilaksanakan. Misalnya penyerahan sebuah rumah tidak mungkin dilaksanakan karena rumah tersebut musnah akibat gempa bumi. Dalam perkembangan selanjutnya teori obyektif tidak lagi berpegang kepada ketidakmungkinan yang mutlak, akan tetapi menganggap juga sebagai keadaan memaksa jika barangnya hilang atau di luar perdagangan. Dalam hal barangnya hilang, hanya debitur yang bersangkutan saja yang tidak dapat memenuhi prestasinya, sedangkan bagi orang lain masih mungkin untuk menyerahkan barangnya. Sehingga dengan demikian berarti tidak bagi setiap orang adalah tidak mungkin. Demikian juga untuk barang-barang yang di luar perdagangan, penyerahannya bukan tidak mungkin akan tetapi tidak dapat sebab adanya larangan.
b. De Subyectieve overmachtleer
menurut teori subyektif terdapat keadaan memaksa jika debitur yang bersangkutan mengingat keadaan pribadi daripada debitur tidak dapat memenuhi prestasinya. Misalnya A seorang pemilik industry kecil harus menyerahkan sejumlah barang kepada B, dimana barang-barang tersebut masih harus dibuat dengan bahan-bahan tertentu. Tanpa diduga bahan-bahan tersebut harganya talah naik berlipat ganda, sehingga jika A harus memenuhi prestasinya ia akan menjadi miskin. Dalam hal ini ajaran subyektif mengakui adanya keadaan memaksa. Akan tetapi jika ini menyangkut industry besar maka tidak terdapat keadaan memaksa.
2. teori penghapusan kesalahan
Menurut inspaning theorie dari Houwing bahwa debitur baru dapat mengemukakan adanya keadaan memaksa, jika ia terlebih dahulu telah berusaha sebaik-baiknya untuk memenuhi prestasi akan tetapi tidak mungkin. Hendaknya keadaan memaksa dibedakan, daripada ketidakmungkinan untuk melaksanakan hak. Contoh:
1) seseorang memesan tempat untuk menonton sandiwara, akan tetapi karena ia sakit ia tidak dapat menonton.
2) seseorang memesan kamar hotel dan pada saat akan berangkat ada larangan untuk memasuki daerah tersebut.
Bagian keempat belas
Hubungan wanprestasi dengan kerugian
1. ajaran von Bury; Conditio sine qua non
Menurut teori ini suatu akibat ditimbulkan oleh berbagai peristiwa yang tidak dapat ditiadakan untuk adanya akibat. Berbagai peristiwa tersebut merupakan suatu kesatuan yang disebut “sebab” ajaran ini berpendapat bahwa semua syarat-syarat yang tidak mungkin ditiadakan untuk adanya akibat adalah senilai dan menganggap setiap syarat adalah sebab.
2. teori causa proxima
3. ajaran von Kries; Adequate verorzaking.
Teori ini berpendapat bahwa suatu syarat merupakan sebab, jika menurut sifatnya pada umumnya sanggup untuk menimbulkan akibat. Selanjutnya Hoge Raad memebrikan perumusan, bahwa suatu perbuatan mmerupakan sebab jika menurut pengalaman dapat diharapkan/diduga akan terjadinya akibat yang bersangkutan.
4. teori yang dianut oleh yurisprudensi Indonesia
Bagian kelima belas
1.Parate eksekusi
2. riele eksekusi
a. Pada perikatan untuk berbuat sesuatu yang prestasi bertalian dengan pribadi debitur atau jika prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh debitur sendiri, tidak dapat dilaksanakan eksekusi riil.
b. dalam periaktan untuk tidak berbuat dimungkinkan dilakukan eksekusi riil. Pasal 1240 mengatur tentang kemungkinan tersebut, yaitu bahwa jika debitu rtelah berjanji untuk tidak mendirikan sesuatu bangunan dan kemudian ternayta debitur tidak menepati janjinya, maka kreditur dapat meminta kepada hakim untuk diberikan wewenang meniadakan atau membongkar bangunan tersebut dengan biaya yang dibebankan kepada debitur.
c. pada periaktan untuk memberi, undang-undang hanya menentukan beberapa kemungkinan untuk terjadinya eksekusi riil, yaitu dalam hal:
- prestasinya berupa memebri uang, kreditur dapat menjual di muka umum barang-barang debitur dan mengambil pelunasan dari hasil penjualan tersebut
- debitur berkewajiban untuk memebrikan hipotik yang diatur dalam pasal 1171 BW
- pembelian kapal yang telah dibukukan, penyerahannya dapat dipaksakan. Pembeli sebuah kapal dapat meminta putusan hakim agar penjual menyerahkan kapalnya. Jika penjual tetap tidak melaksanakannya, maka pembeli sendiri dapat mengusahakan pemilikannya dengan mendaftarkan putusan hakim tersebut dalam register kapal.
Bagian keenam belas
Perikatan bersyarat
1. perikatan dengan syarat tangguh
Pada perikatan bersyarat yang menangguhkan , periaktan baru berlaku setelah syaratnya dipenuhi. Misalnya, A akan menjual rumahnya kepada B, jika A diangkat menjadi Duta Besar. Jika syarat tersebut dipenuhi (A menjadi duta besar) maka persetujuan jual beli mulai berlaku. Jadi A harus menyerahkan rumahnya dan B membayar harganya. Selama syaratnya belum dipenuhi, kreditur tidak dapat menuntut pemenuhan dan debitur tidak wajib memenuhi prestasi. Jika debitur memenuhi prestasinya sebelum syarat dipenuhi, maka terjadi pembayaran yang tidak terutang dan debitur dapat menuntut pengembaliannya.
2. perikatan dengan syarat batal
Pada perikatan bersyarat yang menghapuskan, perikatan hapus jika syaratnya dipenuhi. Jika perikatan telah dilaksanakan seluruhnya atau sebagian, maka dengan dipenuhi syarat perikatan, maka:
1) keadaan akan dikembalikan seperti semula seolah-olah tidak terjadi perikatan.
2) hapusnya perikatan untuk waktu selanjutnya. Dapat dikemukakan contoh bahwa periktan yang harus dikembalikan dalam keadaan semula ialah misalnya A menjual rumahnya kepada B dengan syarat batal jika A menjadi Duta BEsar. Jika syarat tersebut dipenuhi, maka rumah dan uang harus dikembalikan kepada masing-masing pihak.
Bagian ketujuh belas
Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan ini diatur dalam buku III bab I bagian 6 meliputi pasal 1268 samapai dengan pasal 1271 BW. Perikatan dengan ketetapan waktu adalah perikatan yang berlaku atau hapusnya digantungkan kepada waktu atau peristiwa tertentu yang akan terjadi dan pasti terjadi. Misalnya penyerahan barang pada tanggal 1 Januari 1977. Tetapi mungkin juga penetapan waktunya tidak pasti, misalnya matinya A. dalam hal ini peristiwanya pasti terjadi, namun tidak diketahui kapan saatnya. Jadi dalam menentukan apakah sesuatu itu merupakan syarat atau ketentuan waktu, harus melihat kepada maksud dari para pihak.
Bagian kedelapan belas
Perikatan manasuka (alternative)
Perikatan ini diatur dalam pasal 1272-1277 BW. Dalam perikatan alternative ini debitur telah bebas jika telah menyerahkan salah satu dari dua atau lebih barang yang dijadikan alternative pembayaran. Misalnya, yang dijadikan alternative adalah dua ekor sapi atau dua ekor kerbau, maka kalau debitur menyerahkan dua ekor kerbau saja, debitur telah dibebaskan. Walaupun demikian debitur tidak dapat memaksa kepada kreditur untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang lainnya. Jadi, debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima seekor sapid an seekor kerbau.
Bagian kesembilan belas
Perikatan tanggung menanggung
1. tanggung menanggung aktif
Setiap kreditur dari dua atau lebih kreditur-kreditur dapat menuntut keseluruhan prestasi dari debitur, dengan pengertian pemenuhan terhadap seorang kreditur membebaskan debitur dari kreditur-kreditu lainnya (tanggung renteng aktif)
2. tanggung menanggung pasif
Setiap debitur dari dua atau lebih debitur-debitur berkewajiban terhadap kreditur atas keseluruhan prestasi. Dengan dipenuhinya prestasi oleh salah seorang debitur, membebaskan debitur-debitur lainnya (tanggung renteng pasif).
Bagian ke dua puluh
Perikatan dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Diatur dalam pasal 1296-1303 BW
Untuk menentukan apakah perikatan digolongkan sebagai perikatan yagn dapat dibagi atau tidak dapat dibagi ditentukan oleh barang yang diserahkan apakah dapat dibagi atau tidak dapat dibagi. Demikian pula jika perikatan itu merupakan periaktan untuk melakukan sesuatu, dapat atau tidaknya periaktan tersebut dibagi tergantung pada dapat tidaknya dibagi atas pelaksanaan perbuatan tersebut. Pembagian barang atau pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud di atas dapat berupa pembagian nyata atau pembagian berdasarkan perhitungan.
Bagian ke dua puluh satu
Perikatan dengan ancaman hukuman
Diatur dalam pasal 1304-1312 BW.
Ancaman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan mana seorang untuk imbalan jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi. (pasal 1304). Walaupun dalam ketentuan pasal ini dinyatakan “diwajibkan melakukan sesuatu”, kata “melakukan sesuatu” tidak dapat ditafsirkan secara sempit yang samam dengan makna kata “berbuat sesuatu” sebagaimana diatur dalam pasal 1234 yang terbatas pada makna melakukan suatu jasa tertentu karena makna kata “melakukan sesuatu” dalam pasal ini melliputi juga makna menyerahkan sesuatu yang berupa barang, dalam hal ini pada umumnya berupa uang. Ketentuan dalam pasal di atas sebenarnya hanya tepat jika debitur tersebut sebenarnya mampu untuk membayar tapi dia dengan sengaja tidak melaksanakannya, tetapi kalau memang tidak mampu maka tampaknya ketentuan di atas sangat memberatkan bagi debitur. Apabila ketentuan di atas diterapkan bagi para debitur yang memang tidak mampu membayar, ketentuan tersebut bertolak belakang dengan hukum islam yang justru menganjurkan memberi tangguh bagi debitur yang tidak mampu membayar utangnya.


HAPUSNYA PERIKATAN
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHPerdata ada 10 cara hapusnya perikatan. Perikatan hapus karena:
1. pembayaran
2. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpana dan penitipan
3. pembaharuan hutang/novasi
4. perjumpaan hutang/kompensasi
5. percampuran hutang
6. pembebasan hutang
7. musnahnya barang/benda yang terhutang
8. karena pembatalan
9. berlakunya suatu syarat batal yang diatur dalam Bab ke I BW
10. Lewatnya waktu/daluarsa
Pada pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan perjanjian dan perikatan yang lahir dari Undang-Undang dan cara-cara yang ditunjukkan pada pembentuk Undang-Undnag tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga cara-cara yang tersebut pada pasal 1381 KUHPerdata tidaklah lengkap karena tidak mengatur misalnya hapusnya periktan karena meniggalkan seseorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh 1 pihak saja.
5 cara pertama yang disebut pasal 1381 KUHPerdata menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur.
Dalam cara ke-6 yaitu pembebasan hutang maka kreditur tidak menerima prestasi bahkan seballiknya yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi.
Pada 4 cara terakhir pada pasal 1381 KUHPerdata maka kreditur tidak menerima prestasi karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur. Untuk mengetahui dimanakah pengaturan dan berlakunya suatu syarat batal sebagai salah satu cara hapusnya perikatan maka kita harus melihat pada bab I KUHPerdata yang berturut-turut pasal 1253 dan seterusnya pasal 1266 KUHPerdata.
PEMBAYARAN
Karena pemenuhan prestasi pasal 1382 KUHPerdata “Tiap-tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja yang berkepentingan sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang penanggung hutang”.
Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oelh seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja pihak ketiga bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya, si berhutang/ jika yang bertindak atas namanya sendiri asal tidak menggantikan hak-hak si berhutang.
Yang dimaksud pembayaran oleh hukum perikatan bukanlah sebagaimana ditafsirkan dalam bahasa pergaulan sehari-hari yatiu pembayaran sejumlah uang tetapi setiap tindakan pemenuhan prestasi walaupun bagaimanappun sifat dari prestasi penyerahan barang oleh penjual berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau tegasnya adalah pembayaran. Dengan terjadinya pembayaran maka terlaksanalah perjanjian kedua belah pihak.
Pihak yang wajib membayar:
a. debitur pasal 1382 KUHPerdata mengatur tentnag orang-orang selain dari debitur sendiri.
b. mereka yang mempunyai kepentingan misalnya kawan terutang dan seorang penanggung.
c. seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan asal saja oran gpihak ketiga bertindak atas nama dan untuk melunasi hutangnya, debitur atau pihak ketiga bertindak atas namanya sendiri asal dia tidak menggantikan hak-hak debitur.
Kawan berutang dan penanggung adalah mereka yang mempunyai hubungan dengan pihak debitur dan isi perjanjian yagn ada antara kreditur dan debitur bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu terlaksana. Apabila tidak, mereka dapat ditegur dan mempunyai kewajiban utnuk memenuhi perjanjian tersebut. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan yang melaksanakan pembayaran atas nama debitur dan yang membebaskan debitur dari kewajiban inilah “pesuruh” atau rast hedder. Dan seorang yang mengurus kepentingan orang lain secara sukarela ialah pasal 1354 KUHPerdata sampai 1358 KUHPerdata. Seorang pihak ketiga dapat juga melaksanakan prestasi atas namanya sendiri dengan syarat bahwa dengan pemenuhan prestasi tadi debitur bebas dari hutangnya dengan perkataan lain pihak ketiga atas namanya melaksanakan prestasi tersebut tidak menggantikan kedudukan kreditur lama sebab dalam hal ini hubungan antara debitur dan kreditur lama beralih pada kreditur baru dan dalam hal ini pembayaran itu hanyalah bersifat “relative”.
Pembayaran untuk perikatan berbuat sesuatu pasal 1383 KUHPerdata “suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi oleh seseorang pihak ketiga” berlawanan dengan kemauan si berpiutang. Jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatannya tidak “bersendiri” oleh si berutang. Batasan yang ditentukan oleh UU bagi pemenuhan prestasi oelh pihak ketiga ialah bagi perikatan untuk berbuat sesuatu pembayaran oleh pihak ketiga tidak boleh apabila bertentnagan dengan kemauan kreditur ataupun apabila kreditur mempunyai kepentingan agar prestasi itu dipenuhi oleh debitur. Hal ini dapat dimengerti misalnya pada suatu perjanjian untuk melukis obyek dari perjanjian adalah semata-mata lukisan yang diperbuat oleh debitur itu sendiri.
MENURUT ABDUL KADIR
1. PEMBAYARAN
Yagn dimaksud dengan pembayaran disini tidak saja meliputi pembayaran sejumlah uang melainkan penyerahan suatu benda dengan kata lain perikatan akan berakhir karena pembayran dan penyerahan suatu benda. Jadi dalam hal obyek penyerahan adalah sejumlah uang maka perikatan berakhir dengan pembayaran uang. Dalam hal obyek perikatan adalah suatu benda maka perikatan berakhir setelah penyerahan benda. Dalam hal obyek perikatan adalah pembayaran uang dan penyerahan benda secara timbale balik perikatan baru berakhir setelah penyerahan dan pembayaran benda.
2. PEMBAYARAN TUNAI DIIKUTI DENGAN PENITIPAN
Menurut pasal 1404 KUHPerdata jika si berpiutang menolak pembayaran maka si berutang dapat melakukan penawaran pembayaran tunai. Apa yang dihutangnya dan jika isi berutang menolak menitipkan uang/ barangnya kepada pengadilan. Penawaran yang sedemikian diikuti dengan penitipan membebaskan si berutang dan berlaku baginya sebagai pembayaran asal penawaran dilakukan dnegan cara menurut UU. Sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang.
Apabila debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantara notaries atau jurusita kemudian kreditur menolak pembayaran tersebut. Atas penolakan kreditur itu kemudian debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian perikatan menjadi hapus (pasal 1404 KUHPerdata). Supaya penawaran pembayaran itu sah perlu dipenuhi syarat-syarat:
1. dilakukan kepada kreditur/kuasanya: bahwa yang dilakukan kepada seorang berpiutang/kepada siapa yang berkuasa menerimanya untuk dia.
2. dilakukan oleh debitur yang berwenang membayar: bahwa dia dilakukan oleh seorang yang berkuasa membayar.
3. mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan: bahwa dia mengenai semua uang pokok dan bunga yang dapat ditagih beserta biaya yang telah ditetapkan dan mengenai sejumlah uang untuk biaya yang belum ditetapkan dengan tidak mengurangi penetapan kemudian.
4. waktu yang ditetapkan telah tiba: bahwa ketetapan waktu telah tiba jika itu dibuat untuk kepentingan si berpiutang.
5. syarat dengan mana hutang dibuat telah dipenuhi: bahwa syarat dengan mana utang telah dibuat telah terpenuhi.
6. penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan/ ditempat yang telah disetujui: bahwa penawaran dilakukan di tempat dimana menurut persetujuan pembayaran harus dilakukan dan jika tidak ada suatu persetujuan khusus mengenai itu kepada si berpiutang pribadi/ tempat tinggal yang sungguh-sungguh/ di temapt tinggal yang telah dipilih.
7. penawaran pembayaran dilakukan oelh notaries/juru sita disertai 2 orang saksi: bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang notaries atau jurusita kedua-duanya disertai dua orang saksi. Penawaran tersebut dilakukan oleh notaries/jurusita kedua-duanya disertai dua orang saksi apabila kreditur menolak penawaran tersebut maka debitur mengubah kreditur di pengadilan negeri agar permohonan penawaran disahkan.
(pasal 1405 KUHPerdata syarat-syarat pembayaran tunai).
Proses penawaran pembayaran tunai diatur oleh pasal 1405 KUHPerdata.
3. PEMBAHARUAN UTANG ATAU NOVASI
Menurut pasal 1413 KUHPerdata ada 3 macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan hutang:
1. apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang baru guna orang yang menghutangkan kepadanya yang menggantikan hutang lama yang dihapuskan.
2. apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang berhutang lama yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
3. apabila sebagai akibat dari suatu persetujuan baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama terhadap siapa si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
Pembaharuan hutang terjadi dengan cara mengganti hutang lama dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditur lama dengan kreditur baru. Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru terjadilah penggantian obyek perjanjian yang disebut “novasi obyektif”. Disini hutang lama lenyap. Dalam hal terjadi penggantian orang/subyeknya maka jika diganti debiturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subyektif pasif”. Jika yang diganti krediturnya, pembaharuan ini disebut “novasi subyektif aktif”. Dalam hal ini hutang lama lenyap. Novasi menurut pasal 1413 KUHPerdata terjadi dalam 3 bentuk yaitu:
1. debitur dan kreditur mengadakan perjanjian baru dengan mana perjanjian lama dihapuskan  novasi obyektif.
2. apabila terjadi penggantian debitur dengan penggantian nama debitur lama, dibebaskan dari periktannya  novasi subyektif pasif.
3. apabila terjadi penggantian kreditur dengan mana debitur lama dibebaskan dari perikatannya  novasi subyektif aktif.
Syarat novasi:
Pembaharuan hanya dapat terlaksana dengan orang-orang yang cakap untuk mengadakan perikatan.
4. PERJUMPAAN UTANG (KOMPENSASI)
Pasal 1425 KUHPerdata “Jika 2 orang saling berutang, satu pada yang lain maka terjadilah diantara mereka suatu perjumpaan dengan mana utang uang antara 2 orang tersebut dihapuskan dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini”.
Dikatakan perjumpaan utang apabila utang piutang debitur dan kreditur secara timbale balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan ini utang piutang lama lenyap. Misalnya A punya utang 25.000 pada B, B punya utang pada A 50.000. setelah diperhitungkan B masih punya utang pada A 25.000. supaya utang itu dapat diperjumpakan perlu dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. berupa sejumlah uang/ benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama.
2. hutang itu harus sudah dapat ditagih
3. hutang seketika dapat ditentukan dan ditetapkan jumlahnya.
Setiap utang apapun sebabnya dapat diperjumpakan, KECUALI dalam hal sebagai berikut:
1. apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan hukum dirampas, melalui pemiliknya. Misalnya dengan cara pencurian.
2. apabila dituntut pengembalian barang/sesuatu yang dipinjamkan
3. rhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang jelas dikatakan dapat disita.
Yurisprudensi menetapkan bahwa perjumpaan utang tidak mungkin, apabila:
1. hutang-hutang Negara berupa pajak
2. hutang-hutang yang timbul dari perikatan wajar.
Untuk terjadinya kompensasi UU menentukan oleh pasal 1427 KUHPerdata yang dinyatakan sebagai berikut:
a. kedua-duanya berpokok pada sejumlah uang
b. berpokokk sejumlah barang yang dapat dihabiskan yang dimaksud barang yagn dapat dihabiskan ialah barang yang dapat diganti.
c. kedua-duanya dapat ditetapkan dan dapat ditagih seketika.
Dalam permintaan pembayaran pasal 1428 KUHPerdata menyatakan “Suatu penundaan pembayaran yang diberikan kepada seseorang tidak menghalangi suatu perjumpaan hanya saja prosesnya ditunda”.
Terjadinya perjumpaan hutangmasing-masing harus ada aktivitas /niat untuk mengadakan perjumpaan utang berarti ada usaha-usaha yang dilakukan.
Terjadinya perjumpaan utang (pasal 1429 KUHPerdata)
Perjumpaan terjadi dengan tidak dibedakan dari sumber apa utang piutang antara kedua belah pihak itu dilahirkan terkecuali:
1. apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dnegan hukum dirampas dari pemiliknya.
2. apabila dituntutnya pengembalian barang/sesuatu yagn dititipkan/dipinjamkan.
3. terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah telah dinyatakan dapat disita.
• Perjumpaan dalam perjanjian pertanggungan
Seorang penanggung utang boleh menjumpakan apa yang si berpiutang wajib membayar kepada si berutang utama tetapi si berutang utama tak diperkenankan menjumpakan apa yang si berpiutang wajib membayar kepada si penanggung utang.
• Si berpiutang dalam perikatan tanggung-menanggung juga tidak diperbolehkan menjumpakan apa yagn si berpiutang wajib membayar kepada temannya yang berutang (pasal 1430 KUHPerdata).
Inti dari perjumpaan utang:
Masing-masing pihak saling berutang, yang antara lain dapat diperjumpakan tapi kadang-kadang bisa lenyap/ terdapat sisa hutang. Sisa hutang dapat dibayar dengan sejumlah uang/barang.
5. PERCAMPURAN UTANG
Percampuran utang terjadi demi hukum menurut pasal 1436 KUHPerdata. “apabila kedudukan sebagai seorang berpiutang dan orang yang berutang berkumpul pada 1 orang maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dengan mana piutang dihapuskan.
Percampuran utang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur bercampur jadi satu. Artinya berada dalam satu tangan. Percampuran utang tersebut terjadi hukum. Dalam percampuran utang ini, utang piutang menjadi lenyap. Percampuran utang terjadi misalnya:
A sebagai ahli waris punya utang pada B sebagai pewaris. B meninggal dunia dan ahli waris A menerima warisan termasuk juga utan gatas dirinya sendiri. dalam hal ini utang lenyap demi hukum.
Percampuran utang pada yang berutang berlaku juga untuk para penanggung utang.
Menurut pasal 1437 KUHPerdata, percampuran utang yang terjadi pada si berutang utama berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utang.
Percampuran utang yang terjadi pada dirinya si penanggung utang sekali-kali mengakibatkan hapusnya hutang pokok. Percampuran utang yang terjdi pada dirinya salah satu dari orang orang yang berutang secara tanggung menanggung tidak berlaku untuk keuntungan teman yang berutang secara tanggung menanngung hingga melebihi bagian-bagiannya dalam utang. Dia sendiri menjadi orang berutang. Yang dimaksud dengan percampuran utang ialah percampuran ditentukan (kualitas dari partai-partai yang mengadakan perjanjian sehingga kualitas sebagai kreditur menjadi satu dengan kualitas debitur). Dalam hal ini demi hukum hapuslah perikatan yang semua ada diantara orang yang berutang dengan si berpiutang.
Percampuran kedudukan tersebut dapat terjdi berdasarkan “alas hak umum”. Misalnya bila kreditur meninggal dunia sebagai satu-satunya ahli waris yang ditinggalkannya ialah debitur atau sebaliknya.
Percampuran kedudukan itu dapat terjadi berdasarkan “alas hak khusus” misalnya pada jual beli atau legaat.
Percampuran utang terjadi jika antara pewaris dan ahli waris melakukan transaksi/jual beli yang terjadi/ pinjam meminjam sehingga terjadi percampuran utang yang bisa dikompensasi. Warisan Indonesia terdiri dari material dan inmaterial. Namun luar negeri berlaku warisan material saja jadi berhak menolak warisan.
6. PEMBEBASAN UTANG
Dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran/ pemenuhan perikatan dengan pembebasan ini perikatan jadi lenyap/hapus.
Menurut pasal 1438 KUHPerdata pembebasan tidak boleh berdasarkan perkataan melainkan harus dibuktikan. Bukti tersebut dapat dipergunakan misalnya dengan pengembalian surat utang oleh kreditur kepada debitur secara sukarela.
Menurut pasal 1439 KUHPerdata pengembalian sepusuk tanda piutang asli secara sukarela oleh si berpiutang kepada si berutang merupakan suatu bukti tentang pembebasan hutangnya bahkan terhadap orang-orang lain yang berturut-turut. Terhadap orang-orang lain turut berutang secara tanggung menanggung. UU tidak memberikan definisi dan apa yang disebutkan pembebasan utang. Yagn dimaksud pembebasan utang adalah perbuatan/pernyataan kehendak dari kreditur untuk membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak itu diterima oleh debitur.
Menurut pasal 1439 KUHPerdata maka pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan misalnya sebagaimana disebutkan dalam pasal 1439 KUHPerdata, pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya.
A. Pembebasan utang pada salah seorang kawan yagn berutang menurut pasal 1440 KUHPerdata. Pembebasan suatu utang/ penglepasan menurut persetujuan untuk kepentingan salah seorang kawan berutang secara tanggung menanggung membebaskan semua orang berutang yang lainnya keculai jika si berutang dengan tegas telah menyatakan hendak mempertahankan hak-haknya terhadap orang tersebut belakangan tadi dalam hal mana tidak dapat menagih hutangnya selain setelah dipotongnya bagian orang yang telah dibebaskan olehnya.
B. Pengembalian gadai pasal 1441 KUHPerdata. Pengembalian barang yang dibelikan dalam gadai tidaklah cukup dijadikan persangkaan tentang pembebasan utangnya. Dalam hal gadai, pengembalian barang yang digadaikan tidak cukup dijadikan sebagai bukti pembebasan utang oleh karena gadai bersifat accesure. Gadai baru hapus apabila perikatan pokoknya hapus.
C. Pembebasan yang berutang peratma (pasal 1442 KUHPerdata). Pembebasan suatu utang/ penglepasan menurut persetujuan yang diberikan ke si berutang utama membebaskan para penanggung utang. Pembebasan yang diberikan kepada si penanggung utang tidak membebaskan si berutang utama. Pembebasan yang diberikan kepada salah seorang penanggung utang tidak membebaskan para penanggung lainnya.
D. Pembayaran oleh penanggung (pasal 1443 KUHPerdata). Apa yang si berpiutang telah terima dari seorang pembayaran penanggung utang sebagai pelunasan penanggungannya harus dianggap telah dibayarkan untuk menanggung utangnya dan harus digunakan untuk penglunasan si berutang utama dan para penanggung lainnya.
7. MUSNAHNYA BARANG YANG TERUTANG
Menurut pasal 1444 KUHPerdata apabila benda tertentu yang jadi obyek perikatan itu musnah tidak dapat lagi diperdagangkan. Apabila diluar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan maka perikatannya menjadi hapus. Tetapi bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah misalnya karena pencurian maka musnah/hilangnya benda itu tidak membebaskan debitur/orang yagn mencuri benda itu untuk mengganti harganya meskipun debitur lalai menyerahkan benda tersebut, iapun akan bebas dari periaktan itu apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya/musnahnya benda itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya. Dan benda itu juga akan menemui nasib yang sama meskipun sudah berada di tangan kreditur. Ini diistilahkan bahwa benda yang terletak itu hilang akibat di luar kesalahan debitur.
Barang yang hilang terjadi apabila ada orang yang menemukan tidak sengaj, apabila barang itu ditemukan oleh si pencuri, jadi barang itu tidak dibebaskan dari debitur. Pencuri yang bertanggungjawab.
Apabila benda yang menjadi obyek dari suatu perikatan musnah tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang maka berarti telah terjadi suatu keadaan memaksa. Sehingga UU perlu mengadakan peraturan tentang akibat-akibat dari perikatan tersebut. Maka untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya debitur sebelum ia menyerahkan/ barang itu diserahkan.
Ketentuan ini berpokok pangkal pada pasal 1437 KUHPerdata yang menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebenaran tertentu kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan adanya atas tanggungan kreditur. Kalau kreditur lalai akan menyerahkan maka semenjak kelalaian kebendaan adalah tanggungan debitur.
Kewajiban debitur jika terjadi musnahnya barang terutang (pasal 1445 KUHPerdata):
Jika barang yang berutang di luar salah si berutang musnah tidak lagi dapat diperdagangkan apabila maka si berutang jika yang mempunyai hak-hak atau tuntutan-tuntutan mengenai ganti rugi/mengenai barang tersebut diwajibkan memberikan hak-hak, tuntutan-tuntutan tersebut kepada yang membukakan kepadanya.
Dengan demikian maka akibat-akibat yang merugikan yang timbul dari keadaan tersebut menjadi tanggungan kreditur dan debitur menjadi bebas. Akan tetapi apabila debitur mempunyai hak-hak/tuntutan-tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut yang diwajibkan memberikan hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut kepada kreditur sesuai dengan pasal 1445 KUHPerdata. Beban pembuktian dalam keadaan barang musnah/hilang adalah pihak debitur.
KUHPerdata mengatur secara umum akibat-akibat dari suatu periaktan apabila terjadi musnahnya atau hilangnya barang yang terutang. Di dalam suatu perikatan yang bertimbal balik secara khusus hal ini ada diatur yaitu untuk perjanjian tukar menukar. Ketentuan inilah sebagai pedoman untuk perikatan yang timbale balik. Jika suatu barang yang telah dijadikan untuk ditukar di luar salah pemiliknya maka persetujuan dianggap sebagai GUGUR. Dan siapa dari pihaknya telah memenuhi persetujuan dapat menuntut kembali barang yang dia telah berikan dalam tukar menukar (pasal 1445 KUHPerdata).
8. PEMBATALAN DAN KEBATALAN PERIKATAN
Yang dimaksud pasal 1446 KUHPerdata hanyalah mengenai pembatalan saja tidak mengenai kebatalan. Syarat-syarat untuk pembatalan yang disebutkan itu adalah syarat-syarat subyektif yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Jika syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi maka perikatan itu tidak batal melainkan dapat dibatalkan.
Perikatan yang tidak memenuhi syarat-syarat subyektif dapat dimintakan kebatalan pada hakim dengan 2 cara, yaitu:
1. dengan cara aktif yaitu menuntut kebatalan pada hakim dnegan mengajukan gugatan.
2. dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat di muka hakim untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekuarangan perikatan itu.
Untuk pembatalan secara aktif UU memberikan pembatasan waktu 5 tahun (pasal 1445 KUHPerdata). Sedangkan untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan waktu.
9. BERLAKUNYA SYARAT BATAL
Yang dimaksud dengan syarat batal adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal. Jika perikatan menjadi hapus syarat ini disebut syarat batal. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut yaitu sejak perikatan itu dilahirkan perikatan yang dipulihkan dalam keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan dikembalikan ke asal semula terjadinya perikatan itu.
10. LAMPAU WAKTU (DALUWARSA)
Menurut pasal 1946 KUHPerdata, lampau waktu adalah alat untuk melakukan sesuatu/untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh UU. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui ada 2 macam lampau waktu yaitu:
1. lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda tersebut disebut aquisitieve verjaring.
2. lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan/tuntutan disebut extintieve verjaring.
Menurut ketentuan pasal 1963 KUHPerdata untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan daluarsa/lampau waktu harus dipenuhi syarat-syarat/unsure-unsur sebagai berikut:
a. etikad baik
b. alas hak yang sah
c. menguasai benda it uterus menerus selama 20 tahun tanpa ada yang menggugat/ jika tanpa ada alas hak yang menguasai benda 30 tahun tanpa ada yang menggugat.
Dalam pasal 1967 KUHPerdata ditentukan bahwa segala tuntutan baik yang bersifat kebendaan maupun bersifat perorangan hapus karena daluarsa dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yagn menunjukkan adanya daluarsa itu tidak usah menunjukkan alas hak dan tidak dapat diajukannya alas hak yang berdasarkan etikad buruk.
Terhadap benda bergerak yang bukan bunga/piutang yang bukan atas tunjuk (aan toonder). Siapa yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya walaupun demikian jika ada orang yang kehilangan/kecurian suatu benda dalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya/dicuri benda itu, ia dapat menuntut benda yang dicuri itu sebagai miliknya dari tagan siapapun yang menguasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut pada orang terakhir yang menyerahkan/menjual untuk menuntut ganti kerugian.
Daluarsa tidak berjalan/tertanggung seperti hal-hal sebagai berikut:
1. terhadap anak yang belum dewasa
2. orang yang berada di bawah pengampuan
3. istri selama dalam perkawinan (karena ada syarat-syarat yang dipenuhi)
4. ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai utang piutang erhadap harta peninggalan (pasal 1987-1991 KUHPerdata).
TUGAS 1
2.2 Dalam pengertian luas, perjanjian tidak sama artinya dengan perikatan.
Terlihat perbedaan yang tegas dari konsekuensi hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah bersepakat untuk terikat. Sementara pada perjanjian tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut telah ingkar janji. Dari pasal 1313 KUHPerdata dapat diartikan bahwa perjanjian akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai hak atas pemenuhan prestasi sedangkan pihak lainnya mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Dari pengertian perikatan pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi, sebagai perjanjian yang memang tidak mempunyai konsekuensi hukum, pada sisi lain merupakan perjanjian yang mempunyai konsekuensi hukum. Dari sisi pengertian dan konsekuensi hukumnya perikatan lebih dapat disamakan pengertiannya dengan kontrak ataupun contract dalam bahasa asingnya. Sementara perjanjian dapat disamakan dengan agreement.

1. analisa terhadap arti UU sebagaimana dimaksud oleh pasal 1233 KUHPerdata!
Pasal 1233 KUHPerdata : “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun karena undang-undang”.
a. Dalam pasal 1233 BW undnag-undang dibedakan dari persetujuan. Padahal sebenarnya hal tersebut tidak perlu, karen apersetujuan itu dapat menimbulkan perikatan, karena ditentukan demikian oleh Undang-undang. Jadi undnag-undnaglah sebagai satu-satunya sumber perikatan.
Pendapat ini ditentang oleh Pitlo, yang mengemukakan bahwa pendapat yang demikian itu tidaklah dapat dipertanggungjawabkan, karena sekalipun undang-undang tidak menyebutkan persetujuan sebagai sumber perikatan. Hal ini disebabkan karena kehidupan bersama menuntut bahwa manusia itu dapat menepati perkataan merupakan tuntutan kesusilaan.
b. perikatan tidak pernah akan timbul hanya dari undang-undang saja; karena undang-undang tidak mungkin menciptakan suatu perikatan dari hal yang tidak ada. Menurut Pitlo adapun yang dimaksud oleh pembentuk undang-undnag adalah bahwa perikatan yang terjadi karena undang-undang saja sebagai lawan daripada perikatan yang ditimbulkan oleh perbuatan hukum.
c. dalam menentukan sumber-sumber perikatan undang-undang tidak mencakup seluruh sumber perikatan. Selain persetujuan dan undang-undnag masih terdapat fakta-fakta hukum lainnya yang dapat menimbulkan perikatan. Apabila seseorang dalam surat wasiat membuat suatu legaat, maka pada waktu orang itu meninggal timbul suatu periktatan anara para ahli waris dengan legataris dimana yang pertama berkewajiban dan yang keduaberhak. Perikatan yang timbul dari putusan hakim, dimana hakim membenarkan pengakuan penggugat yang tanpa hak atas suatu tuntutan, dan kewajiban untuk membuat perhitungan dalam hal memperkaya diri dengan tidak beralasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar